Ada banyak hal dari hukum yang perlu dipelajari, termasuk pertanyaan pada judul artikel ini. Begini ulasannya dilansir dari Hukumonline.com
Laporan adalah pemberitahuan yang disampaikan oleh seorang karena hak atau kewajiban berdasarkan undang-undang kepada pejabat yang berwenang tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadinya peristiwa pidana. Demikian yang disebut dalam Pasal 1 angka 24 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”).
Sebagaimana yang pernah dijelaskan dalam Prosedur Melaporkan Peristiwa Pidana ke Kantor Polisi, dari definisi di atas, laporan merupakan suatu bentuk pemberitahuan kepada pejabat yang berwenang bahwa telah ada atau sedang atau diduga akan terjadinya sebuah peristiwa pidana/kejahatan. Artinya, peristiwa yang dilaporkan belum tentu perbuatan pidana sehingga dibutuhkan sebuah tindakan penyelidikan oleh pejabat yang berwenang terlebih dahulu untuk menentukan perbuatan tersebut merupakan tindak pidana atau bukan.
Mengenai laporan juga terdapat dalam Pasal 108 KUHAP:
(1) Setiap orang yang mengalami, melihat, menyaksikan dan atau menjadi korban peristiwa yang merupakan tindak pidana berhak untuk mengajukan laporan atau pengaduan kepada penyelidik dan atau penyidik baik lisan maupun tulisan;
(2) Setiap orang yang mengetahui permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana terhadap ketenteraman dan keamanan umum atau terhadap jiwa atau terhadap hak milik wajib seketika itu juga melaporkan hal tersebut kepada penyelidik atau penyidik;
(3) Setiap pegawai negeri dalam rangka melaksanakan tugasnya yang mengetahui tentang terjadinya peristiwa yang merupakan tindak pidana wajib segera melaporkan hal itu kepada penyelidik atau penyidik;
(4) Laporan atau pengaduan yang diajukan secara tertulis harus ditandatangani oleh pelapor atau pengadu;
(5) Laporan atau pengaduan yang diajukan secara lisan harus dicatat oleh penyidik dan ditandatangani oleh pelapor atau pengadu dan penyidik;
(6) Setelah menerima laporan atau pengaduan, penyelidik atau penyidik harus memberikan surat tanda penerimaan laporan atau pengaduan kepada yang bersangkutan.
Pada dasarnya, penyelidik yang telah menerima laporan tentang dugaan suatu tindak pidana, wajib segera menindaklanjuti laporan tersebut. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 102 ayat (1) KUHAP:
“Penyelidik yang mengetahui, menerima laporan atau pengaduan tentang terjadinya suatu peristiwa yang patut diduga merupakan tindak pidana wajib segera melakukan tindakan penyelidikan yang diperlukan.”
Jadi sebenarnya, penyelidik wajib melakukan tindakan penyelidikan berdasarkan laporan tersebut. Apabila kemudian pelapor meninggal dunia, hal tersebut tidak serta merta menghentikan proses hukum.
Begitu juga halnya dengan penyidikan. Penyidik yang mengetahui, menerima laporan atau pengaduan tentang terjadinya suatu peristiwa yang patut diduga merupakan tindak pidana wajib segera melakukan tindakan penyidikan yang diperlukan (Pasal 106 KUHAP).
Lain halnya apabila tersangka tindak pidana yang meninggal dunia. Dalam hal ini, proses hukum tidak dilanjutkan sebagaimana disebut dalam Pasal 77 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”):
Kewenangan menuntut pidana hapus, jika tertuduh meninggal dunia.
Terkait dengan pasal ini, R. Soesilo dalam bukunya berjudul Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 91) mengatakan bahwa dalam pasal ini terletak suatu prinsip bahwa penuntutan hukuman itu harus ditujukan kepada diri pribadi orang. Jika orang yang dituduh telah melakukan peristiwa pidana itu meninggal dunia, maka tuntutan atas peristiwa itu habis begitu saja, artinya tidak dapat tuntutan itu lalu diarahkan kepada ahli warisnya.