Labuan Bajo, Vox NTT– Polemik tanah di Golo Mori, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, terus menjadi perhatian publik.
Polemik ini mencuat usai 21 orang ditahan oleh pihak Polres Manggarai Barat pada 2 Juli 2021 lalu.
Penahanan kepada 21 orang tersebut dinilai oleh pihak kepolisian sebagai upaya pencegahan agar kasusnya tidak melebar luas ke SARA.
Di tengah proses hukum kasus tersebut, Kapolres Manggarai Barat AKBP Bambang Hari Wibowo mendapat banyak sorotan. Salah satunya datang dari lembaga Justice, Peace and Integrity of Creation – Societas Verbi Divini (JPIC-SVD) Ruteng.
Koordinator JPIC-SVD Ruteng, Pastor Simon Suban Tukan menduga Kapolres Manggarai Barat terlibat dalam tindakan jual beli tanah di Golo Mori, Desa Golo Mori, Kecamatan Komodo.
Pastor Simon mengungkapkan, berdasarkan hasil asesmen lapangan, tim JPIC SVD Ruteng melihat bahwa kasus ini sulit diselesaikan karena diduga aparat Polres Mabar terlibat.
“Dugaan itu diperkuat dengan pengakuan dari penjual tanah di Rase Koe bernama Yasin bahwa ia menjual tanah tersebut ke salah satu anggota polisi di Polres Mabar,” jelas Pastor Simon, Sabtu (25/09/2021) pagi.
Menurut Pastor Simon, Yasin sama sekali tidak mengenal PT Platinum Persada dan tidak pernah berhubungan dengan perusahaan yang kini telah memasang plang di tanah Rase Koe.
Selain pengakuan tersebut, temuan lain dari tim JPIC SVD Ruteng yang memperkuat dugaan keterlibatan Kapolres Mabar, kata Pastor Simon, yakni karena melihat reaksinya yang sangat reaktif dalam proses penangkapan ke-21 warga pekerja harian.
BACA JUGA: Terungkap! Kapolres Mabar Diduga Terlibat dalam Sengketa Jual Beli Tanah di Golo Mori
Hal itu disebabkan karena adanya bukti pengakuan pihak PT Platinum Persada yang berhasil dikantongi tim JPIC SVD. Bukti tersebut mengungkapkan bahwa terkait informasi pemasangan plang di tanah tersebut, dipersilakan untuk berhubungan dengan Kapolres Mabar.
VoxNtt.com telah berupaya mengkonfirmasi Kapolres Manggarai Barat terkait dugaan keterlibatannya seperti yang disampaikan JPIC SVD Ruteng. Namun, hingga berita ini diturunkan nomor HP Kapolres Bambang tidak aktif.
Meski begitu, sebelumnya Kapolres Bambang mengklaim bahwa langkah penangkapan dan penahanan 21 orang warga bertujuan untuk mencegah terjadinya konflik yang lebih luas.
“Saya jelaskan bahwa kemarin tidak terjadi bentrok namun yang dilakukan oleh Polres Manggarai Barat adalah mengamankan 21 orang yang membawa senjata tajam dan menduduki lahan yang sedang bersengketa,” ujarnya kepada VoxNtt.com melalui pesan WhatsApp-nya, Kamis (23/09/2021).
Ia mengaku bahwa memang yang menduduki wilayah tersebut adalah warga dari luar Golo Mori yakni dari Kabupaten Manggarai. Dengan demikian, kalau tidak diamankan maka berpotensi melahirkan konflik berbau SARA.
“Apalagi saat ini lokasi tersebut sedang terjadi sengketa, sehingga tidak benar kalau ada berita yang menyatakan bahwa mereka membawa parang di tanah sendiri karena statusnya lokasi ini masih sengketa,” ujarnya.
“Apabila kami tidak melakukan langkah yang cepat maka terjadi bentrok yang panjang. Itu bisa terjadi konflik SARA, perang antar kampung yang berujung lebih banyak kerusakan yang akan terjadi di sana yang akhirnya menghambat pembangunan itu sendiri,” tambahnya.
Bantah
Sementara Muhamad Yasin, tua Golo Nggoer, Desa Golo Mori pihak yang disebut memberikan informasi terkait keterlibatan Kapolres Manggarai Barat membantah pernyataan Pastor Simon.
Yasin menegaskan, pernyataan Pastor Simon di media eletronik sama sekali tidak benar dan itu merupakan fitnah.
“Saya (Muhamad Yasin) tidak pernah menjual tanah di Rasa Koe kepada Anggota Polisi ataupun kepada Kapolres Mabar,” tegasnya saat dikonfirmasi awak media, Minggu (26/09/2021).
Yasin juga menyampaikan bahwa tanah di Lingko Rasa Koe hanya dijual olehnya kepada saudara Mardin pada tahun 2018, dan tidak pernah dijual kepada pihak lain hingga saat ini.
“Terkait dengan berita yang menyebut saya menjual tanah kepada Kapolres Mabar sesuai pernyataan Pater Simon Suban Tukan, saya tidak tahu sumber informasinya dari mana, karena saya belum pernah bertemu dengan Pater Simon Suban Tukan atau menjelaskan kepada media ataupun tokoh agama siapapun terkait saya menjual tanah di Rasa Koe kepada Kapolres Mabar,” tegas Yasin.
Dia juga menegaskan, pernyataan dari Pastor Simon sangat merugikan dirinya. Sebab, akibat pernyataan tersebut dirinya dihadapkan dengan permasalahan baru yakni mempertanggungjawabkan berita yang ia nilai tidak benar.
Tidak hanya itu, Yasin juga mengaku kesal dengan adanya informasi liar yang beredar luas tanpa dibuktikan akurasinya.
“Saya berharap berita seperti ini tidak terjadi lagi, selain saya pribadi yang dirugikan juga terdapat orang-orang lain yang dirugikan seperti Nama Kapolres Mabar dibawa-bawa sebagai pembeli. Dan saya sangat setuju dengan langkah dari pihak Polres Manggarai Barat mengamankan 21 warga yang menguasai lahan karena akan besar kemungkinan terjadinya konflik sosial apabila tidak segera diamankan,” tegasnya. (VoN)