Oleh: Bruder Yulius Sudir, SVD
“Bumi baru, bumi yang seperti semula yang memberikan rasa kedamaian, keadilan, dan kehidupan kepada seluruh makhluk hidup. Bebas dan merdeka dari belenggu-belenggu persoalan yang selama ini terus mengikatnya.”
‘Bumi Baru’ mengandaikan ada bumi lama yang tidak lagi mampu memberikan kontribusi bagi kehidupan makhluk yang mendiaminya.
Keberadaan bumi yang sekarang ini telah berada pada posisi yang memprihatinkan yang berdampak pada seluruh kehidupan makhluk hidup.
Bumi ini diibaratkan ibu yang mengandung dan melahirkan seluruh makhluk hidup termasuk manusia sedang menangis, menjerit kesakitan.
Hal ini disebabkan karena manusia sebagai aktor utama yang diberi tugas dan tanggung jawab oleh Tuhan sejak kisah penciptaan.
Manusia diberi tugas untuk mengolah dan merawat bumi ini secara bijak agar keutuhannya tetap terlestari. Namun realitasnya jauh dari harapan mulia itu.
Sebagian manusia telah memperlakukan bumi ini secara tidak bertanggung jawab.
Manusia bertindak dan menyalahgunakan segala isinya tanpa mempertimbangkan akibat negatif yang akan timbul bagi seluruh penghuni bumi ini.
Keberutalan manusia telah menciptakan berbagai dampak negatif bagi dirinya dan seluruh makhluk hidup.
Bumi yang sekarang ini tidak lagi seindah bagai di awal kisah penciptaan yang memberikan rasa kedamaian bagi seluruh yang menghuninya , tetapi sebaliknya seluruh makhluk hidup yang ada di dalamnya mulai hidup dalam ketidakharmonisan.
Aneka peperangan terus-menerusi, wabah pandemi virus corona belum juga berakhir dan berbagai persoalan lainnya.
Manusia tidak lagi melihat bumi dan seluruh isinya sebagai bagian dari hidupnya yang utuh dan selalu memberikan penopang bagi keberlangsungan hidupnya.
Manusia terus melakukan aksi yang tidak manusiawi terhadap bumi sebagai ibu dari segala ibu.
Melihat kondisi bumi yang semakin parah ini, Bapa suci Paus Fransiskus dalam permenungannya sangat mendalam dan mengeluarkan sebuah dokumen yang sangat terkenal dan berpengaruh bagi seluruh pemimpin Negara dan umat manusia di seluruh dunia.
Dokumen ini dikenal dengan sebutan “Ensiklik Laudato Si” tentang perawatan rumah kita bersama.
Di dalam dokumen ini tercantum seluruh persoalan yang mendasar yang sedang dialami oleh manusia dewasa ini.
Bapa Suci menulis dokumen atas keprihatinannya sebagai seorang pemimpin Gereja Katolik sejagat sekaligus kepala Negara Vatikan.
Rasa prihatinnya terhadap keberadaan bumi yang semakin meresahkan. Bumi yang pada awal mulanya diciptakan oleh Tuhan dalam keadaan baik adanya.
Bumi yang senantiasa memberikan kedamaian dan kehidupan bagi manusia serta makhluk hidup seluruhnya tetapi sekarang hancur oleh aktus manusia yang rakus dan tidak bertanggung jawab.
Paus Fransiskus dalam dokumennya itu membicarakan secara jelas dan lengkap tentang keberadaan bumi yang kian hari kian memprihatinkan dan juga seluruh persoalan yang sedang menimpa manusia.
Paus tidak hanya melemparkan persoalan-persoalan yang sedang dan akan terjadi menimpa manusia dan seluruh makhluk hidup yang mendiaminya, melainkan dia meminta kepada seluruh pemimpin dunia dan manusia untuk melihat bumi ini sebagai “Rumah kita bersama” yang harus dirawat dan dijaga bersama.
Bumi yang pada awalnya memberikan kedamaian, keadilan, kegembiraan dan kesejukan kepada seluruh makhluk hidup kini perlahan-lahan memancarkan api panas yang mematikan.
Terjadi panas global yang disebabkan gas rumah kaca mengakibatkan lapisan ozon yang melindungi bumi semakin menipis.
Ribuan manusia dan makhluk hidup mati kepanasan sebagaimana yang terjadi di India dan Pakistan beberapa tahun lalu.
Lapisan es di wilayah Kutub Utara mulai mencair yang mengakibatkan permukaan laut naik dan bukan tidak mungkin pulau-pulau kecil akan tenggelam.
Telah terjadi perusakan lingkungan alam yang disebabkan perusakan hutan secara besar-besaran, penambangan yang tidak ramah lingkungan, pembuangan limbah pabrik yang mengakibatkan pencemaran air sungai dan laut, pencemaran udara yang disebabkan oleh asap dari industri-industri besar, banjir dan tanah longsor yang menerjang beberapa wilayah di dunia khusus di Indonesia, kekeringan dan ada banyak perusakan lingkungan yang dampaknya pada manusia dan makhluk hidup lainnya.
Manusia tak pernah sadar akan tanda-tanda alam yang terus menimpa bumi sebagai rumah bersama yang disebabkan oleh tindakannya yang tidak bertanggung jawab.
Manusia hanya memusatkan perhatiannya pada kepentingan dirinya sendiri tanpa peduli dengan kelangsungan hidup makhluk hidup secara keseluruhan.
Tingkat keegoan manusia sudah mencapai titik klimaks, di mana tidak sedikit penghuni bumi ini yang menjadi korban.
Bumi yang menjadi rumah kita bersama ini kian hari kian menderita karena ulah manusia.
Manusia tidak lagi melakonkan dirinya sebagai rekan kerja Tuhan sebagaimana yang tertulis di dalam kitab Kejadian.
Tuhan Allah mengambil manusia itu dan menempatkannya dalam taman Eden untuk mengusahakan dan memelihara taman itu (Kejadian 2: 15).
Tetapi manusia tidak puas dengan apa yang Tuhan Allah berikan kepadanya, ia memakan buah yang Tuhan Allah larang untuk dimakan supaya ia sama derajat dengan Tuhan Allah yang telah menciptakannya.
Di sini, tampak kesombongan manusia yang tidak puas dengan apa yang telah ada.
Manusia ingin menguasai segalanya dengan menghalalkan segala cara tetapi tanpa sadar telah dan sedang membinasakan dirinya dan seluruh makhluk lainnya di penghuni jagat ini.
Dari persoalan ini, Bapa suci mengingatkan kita bahwa kita hendaknya harus menjauhkan dari paradigma bahwa perlindungan lingkungan ini tidak dapat dijamin semata-mata atas dasar perhitungan finansial tentang biaya dan laba.
Lingkungan adalah salah satu barang yang tidak secara memadai dilindungi atau ditingkatkan oleh mekanisme pasar.
Sekali lagi, kita harus menghindari konsepsi magis tentang pasar yang mengesankan bahwa masalah-masalah akan diselesaikan hanya dengan meningkatkan keuntungan perusahaan dan individu.
Konsep seperti ini, akan mengakibatkan adanya pergeseran makna dan nilai dari perjuangan yang sesungguhnya yakni perjuangan hanya semata-mata untuk menyelamatkan bumi ini dari kehancuran.
Selain persoalan bumi ini, ada banyak persoalan lain yang sedang dihadapi oleh manusia sebagai dampak dari bumi yang hancur; yakni perekonomian makro dan mikro yang tidak stabil yang mengakibatkan jutaan manusia berada di bawah garis kemiskinan, kekeringan terus melanda bumi yang berdampak pada kekurangan air, wabah virus corona yang tak pernah berhenti, terjadi ketimpangan hukum dan politik yang mengakibatkan ketidakadilan pada masyarakat kecil, jurang pemisah antara yang kaya dan miskin semakin lebar yang berdampak pada tingkat kejahatan semakin meningkat, kekerasan yang menimpa kaum perempuan dan anak semakin tinggi, arus migran semakin meningkat yang mengakibatkan timbulnya banyak persoalan baru bagi negara-negara tujuan migran, angka kematian ibu dan anak masih menjadi persoalan bagi negara-negara miskin dan berkembang serta masih ada banyak persoalan yang terus menimpa manusia sebaga iakibat dari keberadaan bumi yang memprihatinkan ini.
Persoalan-persoalan yang sedang dan akan dialami oleh manusia sebagaimana yang dikupas secara lengkap oleh Paus Fransiskus dalam dokumennya itu, sesungguhnya menunjukan bahwa Bapa suci sangat peduli dan prihatin terhadapkondisi bumi termasuk seluruh makhluk hidup yang mendiaminya yang sedang menjerit kesakitan karena kejahatan manusia yang terus meningkat menimpa dirinya.
Bumi Baru Harapan Bapa Suci
Menghimbau kepada seluruh umat Katolik, pemimpin Negara di seluruh dunia dan seluruh umat manusia agar mengambil langkah-langkah yang tepat dan benar untuk mengembalikan bumi yang telah rusak ini seperti semula yang memberikan rasa kedamaian, keadilan, dan kehidupan kepada seluruh makhluk hidup.
Demikian pula dengan persoalan ketiadakadilan, kemiskinan, kejahatan terhadap perempuan dan anak, migran, kekurangan air minum yang masih menjadi persoalan bagi negara-negara miskin dan berkembang agar segera teratasi.
Lebih lanjut Bapa Suci menegaskan bahwa kita seharusnya menjadi aktor kemanusian untuk membebaskan bumi ini dari kehancuran termasuk manusia yang masih berada dalam belenggu persoalan-persoalan yang masih menimpa mereka.
Sudah saatnya manusia untuk menikmati hidup bebas dan merdeka dari belenggu-belenggu persoalan yang selama ini terus mengikatnya.
Untuk itu, kita dipanggil untuk memerdekakan mereka yang masih berada dalam berbagai persoalan itu sebab mereka sama seperti kita yang memiliki hak yang sama untuk menikmati segala sesuatu sebagaimana yang orang lain rasakan.
Bumi Baru Konteks Indonesia
Apa yang menjadi keprihatinan Bapa suci Paus Fransiskus telah menjadi kenyataan di bumi Indonesia saat ini.
Kehancuran bumi yang sekarang ini menjadi rumah kita bersama sungguh sangat memprihatinkan.
Tidak lagi menjadi rumah yang memberikan rasa nyaman, kedamaian, kebahagiaan, keadilan tetapi sekarang yang ada hanyalah jeritan dari orang-orang yang mengalami penderitaan karena tanah mereka dirampas atau dicaplok oleh orang-orang atau sekelompok orang yang punya otoritas dan berduit.
Hutan yang menjadi sumber hidup masyarakat lokal dan sumber oksigen yang menghidupi seluruh makhluk hidup, sumber mata air sekarang telah hancur karena kerakusan orang-orang atau sekelompok orang yang tidak punya hati atas kelangsungan hidup seluruh makhluk hidup yang mendiami bumi Indonesia sebagai rumah kita bersama.
Di samping pula, masih banyak persoalan lain yang menimpa tidak sedikit manusia yang mendiami bumi Indonesia ini, yaitu kekerasan terhadap perempuan dan anak terus meningkat, perdagangan manusia semakin tinggi, ketidakadilan terus menimpa kaum marjinal, korupsi terus merajalela dan masih banyak persoalan lainnya yang belum teratasi.
Kehancuran bumi Indonesia sebagai rumah kita bersama ini berawal dari aktus manusia di mana untuk membangun dunia ini berlangsung secara cepat, dahsyat dan secara paradoks, saling tumpang tidih.
Manusia cenderung melepaskan diri dari nilai-nilai moral dan iman yang membuat mereka tidak bebas untuk melakukan tindakan yang sesungguhnya sangat merugikan bagi kelangsungan hidup banyak orang hanya demi memenuhi kebutuhan pribadi atau sekelompok orang.
Bahkan mereka berani menabrak berbagai aturan baik atauran hukum negara, aturan hukum adat (kearifan lokal) maupun nilai- nilai moral, dan iman yang semestinya menjadi penuntun hidup dan harus ditaati bersama demi kebaikan bersama (bonum commune).
Prinsip pembangunan seharusnya diperhatikan dengan melewati dua tuntutan moral, yaitu bertanggung jawab kepada diri sendiri dan beranggung jawab kepada orang lain.
Tetapi mereka mengabaikannya dan berprinsip bahwa manusia berkuasa atas seluruh alam semesta, mereka bukan bagian dari alam semesta sehingga dengan serta merta menguasainya dengan menghancurkannya.
Fakta membuktikan bahwa dulu bumi Kalimantan yang sangat terkenal dengan hutannya yang sangat lebat sebagai paru-paru dunia, berbagai margasatwa yang tinggal di dalamnya sekarang tinggal kenangan, hanya sebuah kisah yang akan diceritakan kepada anak cucu bahwa dulu hutan Kalimantan sangat lebat dan beberbagai margasatwa hidup di dalamnya.
Kita sangat bangga tetapi sekarang dan yang akan datang anak cucu kita hanya menyaksikan bumi Kalimantan yang merupakan rumah kita bersama telah hancur dan terus akan hancur oleh orang-orang atau sekelompok orang yang tidak bertanggung jawab.
Mereka hanya memikirkan kepentingan diri sendiri atau kelompok tanpa memikirkan keberlangsungan hidup seluruh makhluk hidup yang mendiami bumi Kalimantan khususnya dan umat manusia secara keseluruhan.
Bumi Kalimantan sedang menjerit kesakitan, di mana bongkahan-bongkahan yang menganga karena pertambangan batubara, hutan yang dulunya sangat lebat sebagai paru-paru dunia sekarang telah musnah karena telah beralih menjadi perkebunan sawit, Hutan Tanaman Industri (HTI), dan pertambangan batubara.
Bumi Kalimantan terus menerus dieksploitasi secara sewenang-wenang demi kepentingan ekonomi semata-mata tanpa mempertimbangkan rasa kepatutan, keadilan serta kompensasi kesejahteraan masyarakat.
Masyarakat marginal menjadi korban demi kepentingan orang-orang atau sekelompok orang.
Bahkan ada dugaan bahwa sejumlah orang penting di negeri ini yang duduk di kabinet Indonesia Maju memiliki perusahaan besar di Kalimantan.
Di wilayah juga di Indonesia mungkin mengalami yang hal sama seperti yang sudah, sedang dan akan terjadi di bumi Kalimantan. Seperti di wilayah Sumatera, Papua dan di wilayah NTT.
Di wilayah NTT seperti di wilayah Manggarai Raya telah terjadi degradasi lingkungan secara luas dan permanen seperti di Tumbak, Lengko Lolok dan Torong Besi.
Baru-baru ini terjadi perusakan hutan di wilayah Kabupaten Manggarai Barat seluas 30 Ha di dalam hutan Bowosie untuk proyek pembibitan kayu dan buah oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.
Padahal hutan Bowsie di dalamnya ada sumber mata air yang menghidup masyarakat di sekitarnya termasuk wilayah Labuan Bajo yang kekurangan air (Floresa.co/22021/08/26).
Beberapa poin penting sebagai intisari dari tulisan ini, yaitu:
Pertama, Tingkat degradasi lingkungan alam secara luas dan permanen tak terbendung lagi seperti yang terjadi di beberapa wilayah di Indonesia.
Kedua, Degradasi hak-hak dasar masyarakat seperti hak-hak masyarakat adat atas tanah dan lingkungan hidupnya; hak untuk hidup layak.
Dampak ekonomis kegiatan pertambangan, perkebunan bagi masyarakat tidak sebanding dengan kerusakan yang ditimbulkan oleh aktus-aktus tersebut.
Ketiga, Tingkat perpecahan dalam masyarakat lokal sangat tinggi. Di mana, ada dua kelompok masyarakat, ada yang menolak kehadiran perusahaan dan ada kelompok masyarakat yang menerima perusahaan.
Kelompok yang menolak kehadiran perusahaan bertitik tolak untuk tetap konsisten menjaga tanah beserta kearifan lokal yang sudah mereka hidup sejak zaman leluhur.
Mereka tidak menghendak tanah sebagai sumber hidup dirampas oleh orang-orang atau korporasi yang tidak bertanggung jawab.
Sedangkan kelompok masyarakat yang menerima perusahaan dengan serta merta mereka menerima kehadiran perusahaan tanpa mempertimbangkan akibat negatif yang jauh lebih besar dari pada apa yang mereka terima dari perusahaan.
Tanah dan keariifan lokal hancur dan masa depan anak cucunya juga hancur.
Keempat, Ada dugaan terjadinya pelanggaran peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan proses masuknya sebuah perusahaan masuk ke suatu wilayah yang menjadi lokasi perkebunan dan pertambangan.
Fakta yang terjadi biasanya perusahaan masuk ke suatu wilayah tanpa sepengetahuan masyarakat adat setempat.
Seperti yang terjadi di wilayah Masyarakat Adat Dayak Modang, Desa Long Bentuk, Kecamatan Busang, Kabupaten Kutai Timur, Provinsi Kalimantan Timur. Di mana perusahaan sawit masuk menyerobot tanah masyarakat adat tanpa sepengetahuan masyarakat adat.
Sampai sekarang konflik dengan pihak perusahaan sawit belum selesai. Masyarakat terus menuntut pihak perusahaan apa yang menjadi hak mereka.
Kelima, Adanya penipuan yang dilakukan oleh pihak perusahaan berkaitan dengan dengan Izin Usaha Pertambangan atau perkebunan, persetujuan masyarakat dan besarnya ganti rugi.
Di sini, kadang pihak perusahaan membenturkan masyarakat dengan pihak pemerintah yang bertanggung jawab.
Keenam, Kurangnya kerja sama antar lembaga-lembaga terkait dalam menangani kasus kekerasan terhadap perempauan dan anak, perdagangan manusia, ketidakadilan sosial bagi masyarakat marjinal, dan korupsi yang terus merajalela di bumi Indonesia ini.
Solusi yang perlu kita ambil bersama untuk mengembalikan bumi seperti semula di mana ada rasa kedamaian, keadilan dan kehidupan kepada semua makhluk hidup yang mendiami bumi Indonesia sebagai rumah kita bersama, yaitu:
(1). Adanya komitmen bersama antarlembaga baik Negara sebagai institusi tertinggi, swasta maupun lembaga-lembaga keagamaan untuk memperbaiki kondisi bumi kita sebagai rumah kita bersama.
(2). Pemerintah harus bertindak tegas kepada perushaan-perusahaan yang melanggar aturan perundang-undangan dan aturan hukum adat masyarakat lokal.
(3). Mencegah kegundulan hutan, mencegah kerusakan lahan pertanian dan penebangan kayu yang ilegal.
(4). Menanam pohon-pohon khas di wilayah masing-masing, menanam pohon di tanah milik, di kebun, atau di tanah komunal.
(5). Jangan membabat pohon secara tidak bertanggung jawab
(6). Mengenal kembali hewan yang mungkin hampir punah
(7). Reboisasi di wilayah yang gundul dan mudah longsor.
(8). Gunakan pupuk organik, hindari menggunakan pestisida
(9).Jagalah flora dan fauna yang masih tersisa
(10). Mengkosumsi lebih sedikit dan mendaur ulang lebih banyak
(11). Tidak menggunakan kantong plastik saat belanja
(12). Menjaga dan menghargai kearifan lokal
Ketujuh, Adanya kerja sama antara lembaga-lembaga terkait dalam menangani kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, perdagangan manusia, ketidakadilan ssial bagi masyarakat marjinal, dan pemeberantasan korupsi.
Kita sadar bahwa program untuk pemulihan bumi yang sudah rusak agar kembali seperti bumi yang dulu di mana di dalamnya ada kedamaian, keadilan dan kehidupan bagi semua makhluk hidup mungkin agak sulit.
Tetapi kalau kita berkomitmen bekerja sama mulai melakukan sesuatu yang bernilai untuk pemulihan bumi yang sudah rusak ini, kita percaya bahwa bumi kita ini perlahan-lahan akan kembali seperti dulu.
Bumi yang di dalamya ada kedamian, keadilan dan kehidupan bagi semua makhluk hidup.
Mari kita mulai bekerja dari sekarang untuk menyelamatkan bumi ini. Kalau bukan mulai dari sekarang kapan lagi.
Data Penulis:
Penulis berasal dari Lengko Ajang, Manggarai Timur. Ia seorang Misionaris Serikat Sabda Allah (SVD) berkarya di Provinsi SVD Jawa di Tanah Misi Kalimantan Timur. Kini sebagai koordinator JPIC Keuskuapan Agung Samarinda. Ia juga sebagai aktivis pemerhati masalah sosial, politik dan kemanusiaan