Ruteng, Vox NTT- Peranan masyarakat sangatlah penting dalam melestarikan budaya termasuk generasi muda yang akan menjadi penerus bangsa.
Ketua Komisi Kebudayaan dan Pariwisata Keuskupan Ruteng Dr. Inosensius Sutam menjelaskan, kaum muda merupakan “Wake, Wungkut, dan Wolo” dalam mempertahankan budaya di era disrupsi.
Pastor Ino menyampaikan itu kepada Himpunan Mahasiswa Program Studi Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (HMPS PBSI) Unika Santu Paulus Ruteng, Rabu (17/11/2021).
Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan Unika Santu Paulus Ruteng kemudian menjelaskan hakikat wake, wungkut, dan wolo bagi kaum muda Manggarai.
Dalam kebudayaan Manggarai, mereka disebut wake (akar). Ada ungkapan Manggarai wakak betong asa manga wake nipu tae. Kemudian, wungkut (buku). Ada ungkapan muntung gurung pu’u manga wungkut nipu curup. Dan, wolo (wadah dari bambu untuk menyimpan air): tepo betong senggong manga wolo nipu tombo.
Pastor Ino berharap agar kaum muda Manggarai tetap mengembangkan dan melestarikan budaya daerah di tengah era perubahan ini melalui pendidikan formal, informal, dan nonformal.
Tidak hanya itu, ia juga menekankan tentang pentingnya mempraktikkan budaya dalam pola hidup keseharian orang muda, baik dalam pembawaan diri maupun tingkah laku (wintuk, gauk, ba weki).
Tingkah laku yang baik merupakan bentuk kepedulian terhadap kebudayaan Manggarai, di tengah era disrupsi yang penuh persaingan.
“Sekalipun tidak terlepas dari perubahan zaman, hal tersebut tidak harus membuat pemuda dan pemudi lupa pada kebudayaan,” ungkap Imam asal Poco Leok itu.
Selain pastor Ino, Andreas Jeharus, pemerhati budaya Manggarai juga mendefinisikan peran orang muda dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa.
Menurutnya, orang muda merupakan faktor utama yang tidak kalah penting dalam menentukan keberlangsungan budaya dan adat istiadat setempat.
“Untuk melestarikan budaya, kaum muda dan kita semua perlu membangun kesadaran bahwa setiap insan hidup sempurna karena budaya. Budaya merupakan harta warisan turun temurun,” ungkapnya.
Untuk itu, Andreas berharap kepada kaum muda Manggarai untuk tetap mengembangkan dan mempertahankan budaya di tengah era disrupsi.
Harapan itu dikemukakan Andreas karena melihat realitas kehidupan orang muda Manggarai dewasa ini yang cenderung meninggalkan kebudayaannya sendiri dan mengadopsi budaya-budaya luar.
“Kalau kita kembali pada daerah kita Manggarai, tidak dapat dipungkiri bahwa sangat disayangkan sikap-sikap perorangan kaum muda saat ini sudah mulai meninggalkan budaya, karena terlena dengan perkembangan informasi dan teknologi,” jelasnya.
Menurut dia, orang mudah merupakan faktor utama untuk mempertahankan sekaligus melestarikan budaya Manggarai ke depannya.
“Mengingat di daerah kita tidak punya pendidikan formal tentang budaya, sangat diharapkan peran serta orang muda dalam kegiatan-kegiatan budaya di mana saja mereka berada,” tambahnya.
Sementara itu, Opin Sanjaya, seorang pemuda pegiat website Ide Lando menjelaskan tentang pentingnya digitalisasi budaya.
“Budaya harus beradaptasi dengan teknologi. Kita harus mendigitalisasi kehidupan dengan budaya tanpa menghilangkan hakikat dan jati diri budaya itu sendiri,” terangnya.
Kontributor: Sindiana Janggu/Igen Padur
Editor: Ardy Abba