Ruteng, Vox NTT- Direktur Stefanus Gandi (SG) Institut, Stefanus Gandi, menyoroti kinerja tiga bupati di Manggarai Raya pada bidang pertanian.
Menurut dia, bupati Manggarai, Manggarai Barat, dan Manggarai Timur tidak memahami dengan jelas desain dan konsep untuk memajukan sektor pertanian. Padahal, sebagian besar warga di wilayah itu berprofesi sebagai petani.
“Para bupati di tiga Manggarai tidak memiliki ketertarikan yang berlebihan terhadap sektor pertanian. Belum memahami dengan jelas desain dan konsep untuk memajukan pertanian,” ujar Stefan saat membawakan materi dalam seminar di Fakultas Pertanian Unika St. Paulus Ruteng, Selasa (18/01/2022).
Ia menegaskan, masih banyak aspek pembangunan pertanian yang belum disentuh secara serius oleh pemerintah mulai dari hulu hingga hilir. Salah satu masalah sektor pertanian saat ini adalah teknologi pertanian.
Padahal, peran teknologi pertanian sangat penting dan diharapkan akan dapat meningkatkan kualitas hasil pertanian. Kemudian, memudahkan bagi para pengelola sektor pertanian untuk mendapatkan hasil kerja yang optimal.
“Tanggung jawab ini ada pada adik-adik Fakultas Pertanian untuk meramu ini pada masa yang akan datang agar ada manfaat. Karena adik-adik adalah the agent of changes. Kalau kita kembalikan ke orangtua-orangtua kita saya pikir jalan di tempat, ” ujar Stefan dalam seminar bertajuk ‘Urgensi Literasi Jurnalistik, Kewirausahaan, dan Digital di Era Disrupsi’ itu.
BACA JUGA: Stefanus Gandi Institut Dukung Buletin ‘Vorsa’ Milik SMK Swakarsa Ruteng
Masalah lain yang ditemukan Stefan ialah mindset para petani yang masih konvesional, yang seharusnya membutuhkan sentuhan perhatian pemerintah agar bisa bergerak maju sesuai perkembangan teknologi dan zaman.
“Ada perbedaan antara petani kota dan desa kita. Kalau di kita itu mungkin petani pagi, sore ke kebun. Jadi rutinitasnya itu berulang-ulang. Kemudian tidak memberikan hasil yang maksimal. Nah, ini letaknya di situ,” ujar Stefan.
“Pergi kerja misalnya, sebulan dari 30 kalender kerja, mungkin kerjanya 20 hari, pagi sore ke kebun. Urus kopi atau padi. Coba lihat satu tahun, kemudian pada tahun berikutnya penambahan nilai ekonomi cenderung tidak ada,” imbuh dia.
Posisi penghasilan yang cenderung stagnan itu kemudian yang melabelkan petani sebagai kelompok-kelompok yang berekonomi rendah, tidak berdaya, dan lain sebagainya.
Kondisi tersebut menurut dia, adalah pekerjaan rumah dari mahasiswa Fakultas Pertanian. Tamatan Fakultas Pertanian harus bisa memberikan warna berbeda bahwa pertanian menjadi sesuatu yang lebih bermanfaat lagi secara ekonomi.
“Manfaatkan jika kuliah di Fakultas Pertanian, jangan terlalu terpaku pada sistem pendidikan formal. Apa yang di dalam kampus,” katanya.
Stefan menambahkan, saat ini minat generasi muda dalam pertanian sangat rendah. Padahal sektor pertanian berpengaruh besar dalam menunjang ketahanan pangan, stabilitas nasional, serta penghasil devisa negara.
Tidak hanya itu, lanjut dia, sektor pertanian sebenarnya sangat terbuka, luwes, dan lugas. Menjadi petani pun sangat nyaman dari sekian profesi.
BACA JUGA: Siswa SMK Swakarsa Ruteng Diajak Siap Bersaing di Lapangan Kerja
Sebab itu, Stefan berharap agar para mahasiswa ketika tamat dari Fakultas Pertanian tidak harus menjadi PNS. Mereka diharapkan menjadi petani sukses.
Sayurbox, Contoh Terobosan
Di hadapan ratusan mahasiswa, Stefan mengangkat contoh sebuah aplikasi bernama ‘Sayurbox’ sebagai sebuah inovasi untuk memasarkan hasil para petani.
Sayurbox merupakan platform aplikasi distribusi produk-produk segar seperti sayur, buah dan kebutuhan pokok lain.
Sayurbox memiliki metode penjualan secara daring, yakni melalui aplikasi yang bisa di-download gratis melalui Google Play.
Melalui Sayurbox pelanggannya dapat memesan produk segar organik, hidroponik, dan konvensional yang bersumber langsung dari petani dan produsen serta pemasok.
Pembayaran untuk pembelanjaan di Sayurbox bisa dilakukan dengan digital wallet (GoPay dan OVO). Syaurbox juga menyediakan sistem COD, bank transfer dan kartu kreditberlogo VISA atau Master Card.
Stefan menjelaskan, aplikasi Sayurbox mengemas sayur-mayur dalam sistem delivery order dan dijual secara online selayaknya GO-JEK. Sayur-mayur ini tentu saja disuplai dari petani.
“Jadi, kalau di Jawa di Jakarta, platform ini sudah berkembang dan menjadi perusahaan e-commerce terbesar untuk mensuplai kebutuhan rumah tangga,” katanya.
Penulis: Ardy Abba