Borong, Vox NTT- Wajah pendidikan di negeri ini sungguh miris. Kurikulum boleh saja terus berganti, tidak dengan gedung terutama di sekolah-sekolah pelosok.
Pendidikan di kota mendapat fasilitas-fasilitas yang dirasa cukup untuk menunjang proses pembelajaran. Namun di daerah pelosok justru harus menelan pil pahit karena keterbatasan fasilitas, seperti gedung sekolah.
Kondisi ini juga dialami oleh siswa SDI Bea Rana, Desa Golo Munga Barat, Kecamatan Lamba Leda Utara, Kabupaten Manggarai Timur, Nusa Tenggara Timur.
Sejumlah siswa di sekolah tersebut terpaksa menimba ilmu di gedung reyot dan berlumpur. Lantaran kekurangan gedung, dua rombongan belajar terpaksa bersekolah di gedung yang terbuat dari pelupuh bambu dan berlantai tanah.
“Kondisi ruangan kelas SDI Bea Rana (Desa Golo Munga Barat) sangat menyedihkan sekali, walaupun selalu diguyur hujan peserta didik tetap semangat dalam mengikuti proses pembelajaran (semoga bisa diperhatikan dengan kondisinya),” posting akun Facebook Fenan IrHa Faman, disertai dengan foto siswa yang sedang belajar di gedung reyot dan becek.
Fenan IrHa Faman sendiri diketahui seorang guru di SDI Bea Rana. Pemilik nama lengkap Fenansius Darmin Faman itu mengatakan, SDI Bea Rana didirikan tahun 1987.
Pada tahun 2012, kata dia, pemerintah membangun 3 ruangan kelas. Lantaran keterbatasan ruangan kelas, tahun 2015 sekolah membangun gedung darurat dengan konstruksi bagian atap dibuat dari seng, bagian samping terbuat dari pelupuh bambu, dan berlantai tanah.
“Sedihnya kalau musim hujan lantai jadi becek. Meski begitu, demi pendidikan anak-anak tetap semangat bersekolah,” terang Fenan saat dihubungi VoxNtt.com, Sabtu (29/01/2022).
Hingga kini, kata Fenan, sudah ada lima ruangan kelas. Dua di antaranya lantai sudah rusak, sedangkan tiga ruangan kelas kayu sudah lapuk di bagian atapnya.
Ia menambahkan, saat ini jumlah siswa SDI Bea Rana sebanyak 52 orang. Mereka dibagi ke dalam enam rombongan belajar.
“Yang tidak miliki ruangan dua kelas, terus ruangan kantor sekolah sebagiannya dimanfaatkan menjadi ruangan kelas, sebagian dijadikan kantor. Sedangkan dua kelas itu, satu ruangan darurat. Satu kelasnya lagi nebeng dengan ruangan guru, ” ungkap Fenan.
Penulis: Ardy Abba