Atambua, Vox NTT – Koperasi Kredit (Kopdit) Pintu Air Kantor Melus Timor Kimbana, Kecamatan Tasifeto Barat, Kabupaten Belu diduga berupaya untuk menggelapkan uang milik anggota.
Dugaan itu bermula ketika salah satu anggota Kopdit Pintu Air Fransiskus Meo, yang sudah bergabung sejak tahun 2008 lalu, dipersulit saat dirinya hendak menarik kembali uangnya di koperasi terssebut.
Fransiskus kepada VoxNtt.com, Senin (04/04/2022), mengaku sudah beberapa kali ke Kantor Kopdit Pintu Air di Desa Bakustulama Kimbana untuk menarik kembali simpanannya.
Namun setiap kali ia ke sana, pihak Kopdit Pintu Air selalu beralasan dan terkesan berkelit untuk tidak mengembalikan simpanan Fransiskus yang sudah ia titipkan di koperasi tersebut sejak tahun 2008.
Fransiskus mengisahkan, saat bergabung menjadi anggota ia membuka tabungan dengan simpanan sebesar Rp5 juta.
Dari simpanan tersebut ia dijanjikan mendapat bunga sebesar 5 persen setiap bulan.
Selain bunga 5 persen, anggota juga berhak mendapat Sisa Hasil Usaha (SHU) setiap tahun.
Fransiskus mengaku, sejak masuk menjadi anggota, ia tidak pernah mengambil SHUnya setiap tahun. Ia memilih SHU yang didapat ditambahkan ke buku simpanannya untuk memperbesar saham.
Sejak menjadi anggota pada Mei 2008, Fransiskus rutin menyetor simpanan di koperasi tersebut.
Setiap bulan, ia menyetor simpanan pokok sebesar Rp200.000 dan asuransi kesehatan sebesar Rp180.000.
Pada November 2015, Fransiskus mengajukan pinjaman sebesar Rp5 juta dan terhitung sejak Desember 2015 hingga Desember 2018 ia menyetor angsuran setiap bulan sebesar Rp360.000.
Rinciannya, Angsuran Pinjaman Rp200.000, Simpanan Wajib Rp20.000 dan Asuransi kesehatan sebesar Rp140.000.
Anehnya, kata Fransiskus, dalam buku anggotanya tercatat sepanjang tahun 2015 hingga 2016 tidak ada catatan angsuran. Hal ini terbaca dari buku tabungan milik Fransiskus.
“Selama 2015 hingga 2016 angsuran, simpanan pokok dan asuransi terus disetor tapi tidak direkap dalam sistim Pintu Air. Anehnya meski kami setor setiap bulan tapi saat print out buku, terbaca ada bulan-bulan tertentu hanya Rp2000,” ungkap Fransiskus.
Tidak hanya itu, setelah ia mendesak Pintu Air untuk mencetak buku tabungannya, terbaca, pada tahun 2017 ada penarikan pada hari yang sama sebanyak tiga kali.
Padahal dia tidak pernah melakukan penarikan selain kredit yang pernah dilakukan pada tahun 2015.
Merasa ada sejumlah kejanggalan, Fransiskus memutuskan untuk menarik kembali sahamnya yang ia simpan sejak 2008 dengan nominal Rp5 juta dengan bunga serta SHU yang disetor setiap bulan sejak tahun 2008 hingga November 2021.
Saat ia ke Kantor Kopdit Pintu Air di Kimbana untuk menarik uangnya, pihak koperasi malah meminta dirinya untuk membawa uang sebesar Rp3 juta sebagai syarat untuk menarik sahamnya di koperasi tersebut.
“Mereka minta uang Rp3 juta apabila mau menarik saham. Padahal saya punya uang simpan sejak awal saja sudah Rp5 juta. Belum lagi simpanan setiap bulan dan bunga 5 persen. Selain itu setiap tahun saya tidak ambil SHU yang jelas nilainya lebih dari Rp5 juta,” kata Fransiskus.
“Setiap kali mereka mau kasih SHU, saya minta untuk tambahkan ke saya punya buku simpanan. Lalu saya harus bawa uang Rp3 juta untuk apa?” tanya Fransiskus dengan nada penuh kecewa.
Tidak hanya memintanya untuk membawa uang Rp3 juta.
Fransiskus mengatakan saat ketiga kalinya dia ke kantor Kopdit, staf di kantor tersebut mengakui bahwa uang milik Fransiskus hanya tersisa 3 juta lebih.
Atas informasi ini, Fransiskus mengatakan pihak Kopdit Pintu Air berupaya untuk menggelapnya uang miliknya.
“Saya pernah pinjam Rp5 juta dan itu saya angsuran lancar selama 3 tahun. Sedangkan uang di buku tabungan saya, saya tidak pernah ambil lalu setiap bulan saya setor angsuran lancar. Bagaimana uang saya di simpanan bisa berkurang sementara setiap bulan saya setor. Bunga uang kemana dan uang yang saya setor setiap bulan dikemanakan. Ini jangan-jangan mereka sudah gelapkan uang saya,” tandas Fransiskus.
Karena sudah berulang kali ke kantor Kopdit Pintu Air dan dirinya selalu dipersulit saat hendak menarik sahamnya, Fransiskus akhirnya memutuskan untuk mengadukan pihak Koperasi Pintu Air ke Polsek Tasifeto Barat.
“Saya terpaksa lapor Polisi karena ini uang saya sudah simpan sejak tahun 2008 tapi saat mau ambil malah saya dipersulit dengan berbagai alasan dan tuntutan dari Pintu Air,” ujar Fransiskus.
Ia mengatakan, semua slip penyetoran dan buku anggota hingga saat ini masih tersimpan.
Kepada media ini, ia bahkan menunjukkan slip penyetoran, di mana sudah ia pilah dari tahun 2008 hingga tahun 2021.
Bukti-bukti ini kata Fansiskus, sudah diberikan ke Polsek Tasbar.
Fransiskus mendesak pihak Pintu Air untuk segera mengembalikan sahamnya dengan bunga yang selama ini dia simpan.
Ia berharap, pihak Kepolisian dalam hal ini Polsek Tasbar bisa membantu dirinya sebagai masyarakat untuk bisa kembali mengambil uang yang disimpan di Kopdit Pintu Air.
Manager Kopdit Pintu Air Melus Timor, Kimbana yang dihubungi media ini belum berhasil mendapatkan jawaban di balik kasus tersebut.
Ditelepon pada pukul 08.00 pagi, Staf Kopdit Pintu Air Kimbana yang mengaku bernama Ani meminta awak media ini untuk kembali menghubunginya sejam kemudian.
“Bapak ada keluar dan belum pulang. Nanti satu jam lagi baru telepon lagi,” kata staf yang mengaku bernama Ani.
Namun ketika kembali dihubungi pada pukul 10.00 Ani kembali beralasan bahwa Manager belum tiba.
Ketika awak media ini meminta kesediaan untuk langsung bertemu Manager di kantor, Ani enggan memberis respons.
Tidak hanya itu, ketika awak media ini meminta nomor HP yang bisa dihubungi untuk langsung bicara dengan manager, Ani beralasan bahwa nomor HP manager tidak bisa diberikan kepada orang lain.
Ia mengaku bahwa nomor HP yang digunakan untuk menghubungi Manager adalah nomor yang sedang dihubungi oleh awak media saat itu.
“Kalau mau omong dengan manager pakai ini nomor saja. Nomor HP manager tidak bisa dikasih ke orang lain. Saya masih sibuk,” kata Ani tergesa-gesa mematikan sambungan telepon.
Penulis: Marcel Manek
Editor: Ardy Abba