Atambua, Vox NTT- Kanit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satresktim Polres Belu, Aiptu Yeremias A Mangi mengungkapkan penyebab yang menjadi pemicu tingginya angka kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di wilayah hukum Polres Belu.
Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang terjadi selama 4 bulan, kata dia, didominasi kasus persetubuhan dan pencabulan anak di bawah umur.
Menurut Aiptu Yeremias, tingginya angka kasus kekerasan ini dipicu oleh minimnya penyuluhan hukum di kalangan masyarakata Kabupaten Belu.
Selain itu, ungkap Yeremias, kasus kekerasan seksual yang terjasi pada anak di bawah umur berawal dari media sosial dan penggunaan HP.
Ia mengatakan, edukasi di kalangan masyarakat perlu ditingkatkan karena lingkungan sosial keluarga sangat berpengaruh pada potensi terjadinya kekerasan terhadap anak.
“Tempat tinggal misalnya kamar anak perempuan tidak dispisahkan lalu kamar tidak ada pintu. Hal-hal seperti ini harus diperhartikan karena sebagian besar kasus persetubuhan anak di bawah umur justru pelakunya orang dekat,” ujar Yeremias saat ditemui di ruang Unit PPA Polres Belu, Selasa (10/05/2022).
Selain minim edukasi, faktor penyebab lainnya adalah mabuk miras.
“Beberapa kasus anak di bawah umur yang disetubuhi orang tua karena orang tua dalam keadaan mabuk miras,” katanya.
Sementara, penyebab kasus KDRT adalah faktor ekonomi.
“Dari 30 kasus yang kita tangani sudah 60 persen dilimpahkan dan sisanya masih dalam proses penyidikan,” kata Yeremias.
Kasat Reskrim Polres Belu AKP Sujud Alif Yulamlam mengimbau masyarakat Kabupaten Belu agar tetap waspada karena kejahatan bisa terjadi kapan dan di mana saja. Karena itu masyarakat harus waspada. Orang tua juga perlu mengedukasi anak.
Penulis: Marcel Manek
Editor: Ardy Abba