Kupang, Vox NTT – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Nusa Tenggara Timur (NTT) memastikan bahwa hingga saat ini kasus dugaan korupsi pembelian Medium Term Note (MTN) atau surat berharga oleh Bank NTT dari PT SNP Finance senilai Rp50 miliar masih tetap proses.
Kasie Penkum dan Humas Kejati NTT, Abdul Hakim menegaskan, sampai saat ini tim penyidik Tindak Pidana Khusus (Tipidsus) Kejati NTT masih melakukan pendalaman atas kasus tersebut.
Menurutnya, dalam pengusutan kasus ini sejumlah saksi telah diperiksa di antaranya Direktur Utama (Dirut) Bank NTT Alex Riwu Kaho (mantan Kadiv Treasury Bank NTT), Mantan Dirut Bank NTT Edy Bria Seran dan sejumlah pejabat lainnya pada Bank NTT.
“Saya tegaskan bahwa sampai saat ini kasusnya masih tetap berjalan dan sedang didalami oleh pemyidik Tipidsus Kejati NTT,” tegas Abdul Hakim kepada wartawan, Rabu (15/06/2022).
Kata Abdul, dalam kasus ini tim penyidik Tindak Pidana Khusus (Tipidsus) pada Kejati NTT tinggal menunggu hasil PPATK.
“Penyidik tinggal menunggu hasil PPATK. Soal saksi-saksi sudah dilakukan pemeriksaan seluruhnya,” katanya.
“Saya juga pastikan bahwa tidak ada intevensi dalam penanganan kasus dugaan korupsi pembelian MTN oleh Bank NTT dari PT. SNP Finance,” tambah Abdul.
Sebelumnya, Apolos Djara Bunga, S. H selaku kuasa hukum Bank NTT kepada wartawan, Selasa (14/06/2022) malam di Kupang meminta Kejaksaan Tinggi (Kejati) Nusa Tenggara Timur (NTT) memberikan kepastian hukum penanganan kasus dugaan korupsi MTN Bank NTT senilai Rp50 miliar.
“Kami juga mengharapkan ada kepastian hukum dari kejaksaan terkait penanganan kasus MTN Bank NTT,” kata Apolos.
Penanganan kasus MTN di Kejati NTT, menurut dia, masih dalam tahap intelijen justicia, penyelidikan saja belum. Apalagi penetapan tersangka, sehingga masih gunakan asas praduga tak bersalah.
“Belum ada penetapan tersangka. Sehingga kita menganut asas praduga tak bersalah. Setahu saya kasus ini masih dalam proses peran intelijen justicia. Jadi penyelidikan saja belum,” tegasnya.
Terkait MTN Bank NTT, dia mengaku telah melakukan konsultasi dengan berbagai pihak di pasar modal dan perbankan terkait MTN Bank NTT senilai Rp50 miliar.
“Sesuai dengan aturan yang saya sampaikan, tidak ada satu pun indikasi pidana,” katanya.
Sambil memberikan contoh, kasus MTN di Bank Sumatera Utara (Sumut) yang telah divonis 10 tahun penjara. Dimana salah satu pejabat menerima gratifikasi, sehingga masuk ke ranah pidana.
Dia menegaskan kasus MTN Bank NTT murni adalah resiko bisnis, karena sudah melalui uji tuntas (Due Diligence) sesuai keputusan badan pengawas pasar modal dan lembaga keuangan Nomor: Kep-412/BL/2010 tentang ketentuan umum dan kontrak perwaliamanatan efek bersifat utang.
Menurut dia, PT SNP legal, sehingga pengembalian uang senilai Rp53 miliar lebih tercatat di bundel pailit yang ada pada tim kurator.
“Kasus MTN tidak hanya terjadi di Bank NTT, tapi juga terjadi pada umum lainnnya dalam jumlah besar. Hal ini dianggap sebagai risiko bisnis,” tegasnya.
Karena itu, oknum atau kelompok yang menginterprestasi, anggapan atau asumsi subjektif yang berlebihan menanggapi persoalan MTN tersebut dengan tujuan mendiskreditkan kredibilitas PT BPD NTT, serta cenderung menyerang kehormatan Dirut Bank NTT.
Hal ini dapat berimplikasi hukum terhadap oknum atau kelompok yang memberikan pendapat dan atau pernyataan yang tidak berdasarkan hukum.
“Kami akan berikan somasi kepada oknum atau kelompok yang berikan pendapat tak berdasarkan hukum,” tegasnya.
Penulis: Tarsi Salmon
Editor: Ardy Abba