Ruteng, Vox NTT- Permasalahan Pekerja Migran Indonesia (PMI) di luar negeri kerap menyasar kapada mereka yang berangkat melalui jalur non prosedural.
Ketua Dewan Pembina Pelayanan Advokasi untuk Keadilan dan Perdamaian (Padma) Indonesia, Gabriel Goa, menegaskan mereka tidak dipersiapkan kompetensi dan kapasitas di Balai Latihan Kerja Luar Negeri (BLKLN).
Mereka direkrut melalui calo dan tidak melalui Layanan Terpadu Satu Atap (LTSA) sesuai amanat UU Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia.
Akibatnya mereka menjadi korban human trafficking atau erdagangan manusia).
Lebih miris lagi, lanjut Gabriel, mereka pulang terbujur kaku dalam peti mati.
Karena itu menurut Gabriel, Negara dan lembaga-lembaga agama, serta Civil Society Organization (CSO) wajib hadir menyelamatkan dan melindungi PMI.
Sebab PMI adalah aset bangsa yang telah menghasilkan devisa nomor dua di Indonesia lewat remitensi.
Fakta membuktikan bahwa ada sekitar 9 juta PMI tersebar di seluruh dunia. Menurut Direktur Bina Penempatan dan Pelindungan PMI Kemnaker, Rendra Setiawan, yang terdata baru 30%. Sedangkan 70% belum terdata.
“Mengapa belum terdata? Patut diduga kuat PMI berangkat ilegal lewat jaringan mafia human trafficking,” ujar Gabriel kepada VoxNtt.com, Kamis (04/08/2022).
Ia kembali mengingatkan bahwa mereka dijual dan tidak dipersiapkan melalui BLKLN.
Mereka tidak mendapatkan pelatihan kompetensi seperti keterampilan khusus sesuai job order, bahasa asing, pengenalan budaya dan hukum yang dianut negara tujuan, sistem perbankan dan perjanjian kontrak kerja dan jika terjadi masalah segera menghubungi Atase Tenaga Kerja (Atnaker) dan Perwakilan RI terdekat.
Selain itu, CPMI ilegal ini tidak melalui Layanan Terpadu Satu Atap PMI untuk proses kelengkapan dokumen resmi seperti KTP, Paspor, jaminan kesehatan, asuransi kesehatan dan jiwa, visa kerja, kontrak kerja dan job order, serta terdaftar di sistem yang ada pada Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) dan Kemnaker.
“Padahal amanat UU Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan PMI jelas sekali bahwa Negara wajib mempersiapkan CPMI melalui pelatihan kompetensi dan kapasitas melalui BLKLN,” ujar Gabriel.
Fakta membuktikan bahwa pemerintah baik pusat melalui Kemnaker maupun provinsi sampai labupaten/kota juga Disnaker belum serius mempersiapkan instruktur untuk melatih CPMI.
Mirisnya lagi, kata dia, kantong migrasi seperti NTT hanya memiliki 4 BLK PMI yakni milik pemerintah hanya satu dan tiga lainnya milik Perusahaan Pengerah Pekerja Migran Indonesia (P3MI).
Semuanya pun berada di Kota Kupang. Sedangkan 21 kabupaten se-NTT belum memiliki BLKLN.
“Jangan heran jika dari Provinsi NTT, CPMI ke luar negeri nekad melalui jalur ilegal yang rentan human trafficking,” kata Gabriel.
Pemerintah pusat bersama mitranya di Komisi IX DPR RI malah sibuk membangun BLK Komunitas yang sarat kepentingan politik.
Mereka lupa bekerja sama dengan Asosiasi Pengelola Pelatihan Tenaga Kerja Indonesia (AP2TKI), Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) dan Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) dalam mempersiapkan instruktur-instruktur andal, berkompeten dan bersertifikasi untuk melatih CPMI yang akan bersaing di bursa kerja dalam negeri melalui Angkatan Kerja Antardaerah (AKAD) dan Luar Negeri melalui Angkatan Kerja Antarnegara (AKAN).
“Pemerintah wajib mendukung dan bersyukur atas inisiatif luar biasa yang diprakarsai Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Pengelola Pelatihan Tenaga Kerja Indonesia (DPP AP2TKI) pimpinan Hj Lolynda Usman (Ketua Umum) dan Hirni Sudarti (Sekretaris Jenderal) pascapandemi Covid-19 telah menyelenggarakan bimbingan teknik Training of Trainer (ToT) Metodologi Pelatihan Instruktur Balai Latihan Kerja Luar Negeri Menuju Instruktur yang Kompeten, Berkualifikasi dan Bersertifikat Nasional yang diadakan di 5 provinsi yakni DKI, Jateng, Jatim, Bali dan NTB,” ujar Gabriel.
Kegiatan awal dimulai di Gedung APJATI, Jakarta pada 22 Juli hingga 23 Juli 2022.
Kegiatan ini bisa berjalan pascapandemi Covid-19 berkat kerja sama antara AP2TKI, APJATI, LSP INNAS, Kemnaker dan BNSP dalam rangka meningkatkan kualitas dan mutu CPMI ke luar negeri yang berkompeten dan bersertifikasi menangkap momentum dibukanya kran kerja sama antara Indonesia dengan negara- negera penerima kerja di Asia Pasifik, Timur Tengah, Eropa, Amerika dan Afrika.
“Pelatihan awal ini, ungkap Gabriel, untuk 500 instruktur berasal dari DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Lampung, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Jateng, Jatim, Bali, NTB, NTT dan Gorontalo,” kata Ketua Umum AP2TKI, Lolynda Usman.
Ke depan diharapkan akan melatih di NTT dan Gorontalo, serta kawasan timur Indonesia, kantong migrasi ilegal yang rentan human trafficking.
Ketua Umum APJATI Ayub Basalamah mengaku pihaknya sangat mendukung mempersiapkan SDM instruktur yang akan melatih kompetensi Calon Pekerja Migran Indonesia yang siap bersaing di bursa kerja internasional.
Kegiatan ini juga dihadiri oleh wakil dari Kementerian Ketengakerjaan yakni Direktorat Jenderal Pembinaan Pelatihan Vokasi dan Produktivitas (Ditjen Binalavotas) dan Binapenta.
Pelatihan Vokasi Ditjen Binalavoyas tahun 2022 ini menargetkan akan melatih 145.370 peserta. *