Jakarta, Vox NTT- Tokoh nasional Dr. Rizal Ramli menerima kedatangan sejumlah pemuda yang merupakan perwakilan masyarakat Labuan Bajo, Pulau Komodo, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur, Senin (08/08/2022).
Sebelumnya, mantan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Republik Indonesia itu meminta agar aparat keamanan untuk tidak melakukan tindakan kekerasan dalam merespons protes warga mengenai harga tiket ke TN Komodo yang dianggap terlalu mahal.
Kali ini, Rizal menerima perwakilan masyarakat yang dipimpin Yosef Sampurna Nggarang ini putra asli daerah Manggarai Barat dan pelaku usaha kecil.
Mereka menyampaikan keluh kesah mengenai situasi di daerah mereka yang kian hari kian tidak kondusif.
Seperti diketahui, pemerintah pusat bersama Pemprov Nusa Tenggara Timur (NTT) menaikkan tarif tiket masuk ke Pulau Komodo dan Pulau Padar menjadi Rp 3,75 juta per orang per tahun. Itu mulai berlaku Januari 2023 mendatang, setelah sebelumnya berencana akan diberlakukan mulai 1 Agustus 2022.
BACA JUGA: Tarif Masuk TN Komodo Rp3,75 Juta Baru Diberlakukan Januari 2023
Padahal sebelumnya biaya masuk Taman Nasional Komodo untuk ke tiga pulau, yaitu Pulau Komodo, Pulau Padar, dan Pulau Rinca berkisar Rp200.000 per orang.
Kenaikan tarif tiket dianggap sangat memberatkan warga setempat yang sehari-hari menggantungkan mata pencaharian di sektor pariwisata, dan berdampak pada rendahnya kunjungan turis ke wilayah tersebut.
Rizal Ramli berpendapat, kenaikan harga tiket ke TN Komodo sebesar 3,75 juta rupiah hampir sama dengan harga tiket Disney Land selama dua hari.
Karena itu, menurutnya, wajar apabila warga melakukan protes. Sebab berdampak langsung kepada mereka.
Selain itu pilihan menaikkan tarif tiket pada dasarnya juga akan merugikan sektor pariwisata di kawasan NTT.
Lebih jauh Rizal Ramli menekankan tiga hal yang menurutnya sangat penting untuk dijadikan pedoman dalam menjalankan sektor kepariwisataan.
Pertama, kebijakan sektor pariwisata tidak boleh bersifat monopolistik. Melainkan harus bersifat symbiose mutualisme.
Artinya, harus saling menguntungkan para pihak yang terlibat di dalamnya, yakni masyarakat setempat, pemerintah, dan swasta.
Kedua, kebijakan sektor pariwisata yang tidak monopolistik akan menciptakan kondisi yang kompetitif. Yaitu semua pihak yang terlibat di dalamnya, terutama masyarakat, dapat berpartisipasi secara kreatif untuk membesarkan destinasi pariwisata tersebut.
“Apalagi wilayah seperti NTT local culture-nya sangat kaya,” tandas Rizal.
Hal ketiga yang juga penting, lanjut Rizal Ramli, adalah perlunya dikembangkan badan otorita tersendiri bagi destinasi wisata yang berpotensi besar.
Misalnya yang ada di kawasan NTT. Itulah mengapa dulu sebagai Menko, Rizal Ramli mengambil inisiatif membentuk Badan Otorita Labuan Bajo.
“Jadi, intinya sektor pariwisata itu bukan monopoly game. Tetapi harus bersifat symbiose mutualisme, yang menguntungkan semua pihak,” tegasnya.
Penulis: Ardy Abba