Kupang, Vox NTT- Untuk mewujudkan perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI), maka harus membutuhkan kerja sama multipihak.
Hal tersebut menjadi benang merah yang disampaikan para narasumber pada kegiatan sosialisasi Memorandum of Understanding (MoU) Penempatan dan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI) Sektor Domestik di Malaysia di Hotel Aston Kupang, Selasa (06/12/2022).
Direktur Hukum Perjanjian Sosbud Kemenlu RI, Victorina Hesti Dewayani, menjelaskan MoU antara Indonesia dan Malaysia tahun 2022 tentang Pekerja Sektor Domestik di Malaysia menghasilkan sejumlah butir kesepakatan di antaranya penempatan PMI menggunakan sistem satu kanal atau one channel system (OCS).
Sistem satu kanal merupakan satu-satunya mekanisme penempatan PMI yang diakui dua negara. Dengan demikian, sistem penempatan yang lain tidak sah atau ilegal.
Menurut Victorina, MoU ini juga menegaskan tanggung jawab bersama yakni Perusahaan Pengerahan Pekerja Migran Indonesia/P3MI, Agen, Majikan, PMI, Pemerintah Indonesia dan Malaysia.
Selain itu, masih ada isi MoU yang melindungi PMI di antaranya satu PMI hanya melakukan satu pekerjaan pada satu rumah, serta adanya asuransi kesehatan dan jamiman sosial (jamsos).
Berdasarkan data, PMI yang bekerja di Malaysia pada tahun 2019 sebesar 1,3 juta orang, dari 3,1 juta PMI di luar negeri.
Victorina menerangkan bahwa PMI adalah warga Negara Indonesia yang berada di luar negeri. Sesuai Undang-undang, maka pemerintah, dalam hal ini, perwakilan RI di luar negeri berkewajiban memupuk persatuan dan kerukunan antarsesama warga negara Indonesia di luar negeri, serta memberikan pengayoman, perlindungan dan bantuan hukum bagi warga negara dan badan hukum di Indonesia di luar negeri sesuai perundang-undangan nasional serta hukum dan kebiasaan internasional.
“WNI dan bantuan hukum Indonesia Kemenlu RI ini. Tentu pelindungan PMI didasarkan pada tugas dan fungsi perwakilan,” katanya.
Seperti diketahui, perlindungan PMI di luar negeri berada di Hilir. Sementara persoalan CPMI /PMI berada di Hulu yang menjadi perhatian dari tugas dan fungsi pemerintah yang berada dalam negeri.
Peran pemerintah di dalam negeri untuk menyiapkan CPMI/PMI secara maksimal guna melindungi PMI.
Instansi/lembaga dan kementerian berperan penting dalam melindungi PMI, di antaranya Kemenaker, BP2MI, dan instansi pemerintah daerah di mana CPMI/PMI berasal.
Direktorat Bina Penempatan dan Pelindungan PMI Ditjen Bina Penta PKK Kemnaker RI, Budi Hidayat dalam paparannya, menerangkan bahwa sesuai UU Nomor 18 Tahun 2017, pasal 13, Calon Pekerja Migran Indonesia/CPMI wajib memiliki 8 dokumen yakni surat keterangan status perkawinan, bagi yang telah menikah, melampirkan fotokopi buku nikah; surat keterangan izin suami atau istri, izin orang tua atau izin wali yang diketahui oleh kepala desa/lurah; sertifikat kompetensi kerja; surat keterangan sehat berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan dan psikologi; paspor yang diterbitkan oleh kantor imigrasi setempat; visa kerja; perjanjian penempatan PMI dan perjanjian kerja.
Hal ini diperkuat lagi dalam Pasal 5 UU No.18 Tahun 2017 bahwa syarat CPMI bekerja di luar negeri yakni berusia 18 tahun; memiliki kompentensi, sehat jasmani dan rohani, memiliki jaminan sosial.
Singkatnya pemerintah berupaya memberikan perlindungan PMI sebelum bekerja, selama bekerja dan setelah bekerja.
Upaya Pelindungan PM disoroti pula oleh Maruji Manulang, dari Direktorat Penempatan Non Pemerintah Kawasan Asia dan Afrika BP2M.
Ia mengatakan sekaligus mengimbau
masyarakat khususnya CPMI yang mau bekerja ke luar negeri khususnya Malaysia memahami bahwa bekerja di Malaysia untuk pengguna perseorangan tidak semua pekerjaan boleh dikerjakan, sudah ada uraian pekerjaannya dan jabatan.
Selain itu, ia meminta masyarakat/CPMI mengetahui bahwa saat ini kesepakatan MoU antara Indonesia dengan Malaysia yang telah ditandatangani, diberlakukan di mana dalam kesepakatan itu sudah diatur secara rinci dan jelas hak-hak dan kewajiban para pihak baik Pengguna,PMI, P3MI, Agency, Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Malaysia;
pentingnya stakeholder mempunyai komitmen dalam menjalankan aturan atau kesepakatan tersebut; ditegaskan pula kesempatan kerja saat ini di Malaysia sangat terbuka dengan gaji minimal RM 1500 untuk sektor domestik.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Padma Indonesia Klemens Makasar, memotret PMI dan Pelindungan PMI sektor domestik di Malaysia. Ada potret ceriah dan ada potret muram, dan sedih.
Potret ceriah di mana PMI di Malaysia menduduki urutan pertama negara Asean dengan pegiriman uang PMI/Remitansi PMI menurut negara penempatan pada tahun 2019 sebesar 3,687 juta USD dan pada tahun 2020 sebesar 3,05 juta USD.
Data Bank Indonesia dan BP2MI menyebutkan semester pertama 2022, remitansi dari Malaysia sebesar 1,7 milyar USD atau 21 trilun .
Potret ceriah yang lain adalah pada 28 Agustus 2022 sebanyak 86 PMI menghadiri upacara wisuda di Universitas Terbuka secara bauran di KBRI Kuala Lumpur serta masih terdapat 2300 mahasiswa PMI.
Potret ini menunjukkan ada peluang dan kesempatan bekerja di Malaysia untuk meningkat taraf hidup dan peningkatan kapasitas diri.
Klemens menyoroti juga potret muram, sedih yang dialami PMI di luar negeri khususnya di Malaysia.
Sambil mengutip pernyataan Dubes RI di Malaysia pada saat wisuda PMI, menyatakan “masih banyak potret sedih”di Malaysia dibandingkan negara lain seperti Singapura, Korea, Jepang.
Kasus deportasi PMI, juga dialami oleh PMI asal NTT karena tidak memiliki dokumen, ada berita tindak kekerasan yang dilakukan majikan; sebut nama PMI yang membuat pilu: Nirmala Bonat disiram air panas, diseterika dan dipukul oleh majikannya.
Adelina Sau dipukul dan tidur di luar bersama anjing rotweller hingga meninggal dan majikan ketika diadili, diputuskan bebas oleh pengadilan Malaysia.
Masih ada juga gaji PMI tidak dibayar, jam kerjanyanya panjang.
Terkait banyaknya kasus PMI asal NTT meninggal, Majalah Tempo pernah menurunkan berita laporan investigasi dengan judul “NTT, Nusa Peti Mati”.
Data terakhir BP2MI dari Januari -November 2022 sebanyak 97 PMI asal NTT yang meninggal. Data PMI meninggal tersebut, hanya satu PMI yang prosedural dan 96 PMI non prosedural.
Melihat ada peluang dan tantangan bekerja di Malaysia, maka perlu kerja sama multipihak, kerjasama pentahelix baik pemerintah, masyarakatl/komunitas/CSO, akademisi, dunia usaha dan media pada tingkat pencegahan, pelindungan serta penuntutan dan kebijakan.
“Diharapkan kolaborasi multipihak wujudkan pelindungan PMI yang kian bermartabat dan sejahtera,” tandas Klemens. [VoN]