Kupang, Vox NTT- Kuasa Hukum Anthoni Niti Susanto menyampaikan keberatan atas upaya pendaftaran perkara dengan putusan Sela Pengadilan Negeri Kupang dengan nomor 104/Pid.B/2023/PN.KPG.
Menurut keterangan tertulis Tim Penasihat Hukum yakni Harri William Calvin Pandie dan Rydo N Manafe yang diterima media ini, Sabtu 12 Agustus malam, beredar kabar di sosial media jika Kejaksaan Negeri Sabu Raijua telah mencoba untuk mendaftarkan Kembali perkara tersebut ke Pengadilan Negeri Kupang.
Selaku penasehat hukum dari Anthoni Niti Susanto, dalam keterangannya merasa perlu untuk memberikan pendapat sekaligus memberikan klarifikasi terhadap berita tersebut dengan alasan-alasan hukum sebagai berikut;
Pertama, perlu diketahui oleh semua pihak bahwa putusan hakim dalam perkara pidana Nomor: 104/Pid.B/2023/PN.KPG atas nama terdakwa Anthoni Niti Susanto pada tanggal 7 Agustus 2023 yang lalu secara tegas dalam amar putusannya manyatakan bahwa dakwaan jaksa penuntut umum batal demi hukum.
“Dalam pertimbangan hukumnya oleh majelis hakim menyatakan dakwaan jaksa penuntut umum batal demi hukum dengan pertimbangan hukum bahwa dalam surat dakwaan JPU tidak mencamtukan pasal dalam Undang-undang nomor 11 tahun 2020 tentang cipta kerja yang merubah pasal 55 Undang-undang nomor 22 Tahun 2001 tentang minyak dan gas bumi,” tulis tim kuasa hukum.
Padahal, dikatakan bahwa apabila penuntut umum mencantumkan pasal 55 Undang-undang nomor 22 tahun 2001 tentang migas sebagaimana telah di ubah dengan Undang-undang nomor 11 tahun 2020 tentang cipta kerja maka akan terlihat jelas adanya perbedaan pengaturan delik pidana yang sangat fundamental antara kedua pasal tersebut.
Menurut tim kuasa hukum dalam keterangan yang sama, adapun perbedaan pengaturan delik pidana dari kedua pasal tersebut yakni “Pasal 55 undang-undang nomor 22 tahun 2001 tentang migas berbunyi: setiap orang yang melakukan penyalagunaan pengangkutan dan/atau niaga bahan bakar minyak yang disubsidi pemerintah dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling tinggi Rp60.000.000.000,00 (enam puluh miliar rupiah)”
Sedangkan setelah pasal 55 Undang-undang nomor 22 tahun 2001 tentang migas di ubah dengan pasal 55 Undang-undang nomor 11 tahun 2020 tentang cipta kerja maka pengaturan delik pidananya berubah sebagai berikut: “setiap orang bahan bakar minyak, bahan bakar gas dan/atau liquefied petroleum gas yang disubsidi dan/atau penyediaan dan pendistribusiannya diberikan penugasan oleh pemerintah dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan pidana denda paling banyak Rp60.000.000.000,00 (enam puluh miliar rupaih)”
“Sebelumnya pasal 55 Undang-undang nomor 22 tahun 2001 hanya mengatur delik pidana tentang penyalahgunaan pengangkutang bahan bakar minyak yang disubsidi oleh pemerintah dalam hal ini yang dimaksud bahan bakar minyak yang disubsidi oleh pemerintah dalam pasal 55 Undang-undang nomor 22 tahun 2001 adalah BBM dengan merek dagang premium yang disubsidi pemerintah,” tulis mereka.
“Sedangkan Pengaturan delik tentang bahan bakar minyak khusus penugasan pemerintah (JBKP) dalam hal ini PERTALITE, bahan bakar gas dan atau liquefied proleum gas merupakan delik baru yang diatur dalam pada Pasal 55 Undang-undang 11 tahun 2020 tentang cipta kerja,” sambungnya.
Menurut tim kuasa hukum, JPU dalam menyusun surat dakwaan telah menerapkan unsur delik yang ditentukan dalam peraturan pengganti Undang-undang (Perpu) nomor 2 tahun 2022 tentang cipta kerja, yang mana Perpu nomor 2 tahun 2022 tentang cipta kerja belum berlaku pada saat terjadinya tindak pidana yang disangkakan kepada terdakwa.
“Sebab dalam uraian tentang waktu terjadinya tindak pidana (tempus delicti) menurut JPU dilakukan oleh terdakwa sejak tahun 2018 sampai dengan April tahun 2022 sedangkan Perppu Nomor 2 tahun 2022 baru ditetapkan menjadi Undang-undang nomor 6 tahun 2023 tentang cipta kerja tanggal 31 maret 2023,” kata tim kuasa hukum.
Menurut pertimbangan hakim dalam putusan sela tanggal 7 Agustus 2023 sejalan dengan Asas legalitas sebagaimana yang di tentukan dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP yang menyatakan bahwa ” Tiada suatu perbuatan dapat di pidana, kecuali atas kukuatan aturan pidana dalam perundang-undangan yang telah ada sebelum perbuatan dilakukan” oleh karena itu sudah tepat dan benar pertimbangan hukum majelis hakim yang berpendapat bahwa dakwaan JPU tidak cermat dan jelas sehingga batal demi hukum sebab pasal yang di terapkan untuk mendakwa perbuatan terdakwa adalah pasal yang belum berlaku pada saat terjadinya dugaan tindak pidana yang disangkakan kepada klien kami.
“Berdasarkan tanggapan dan klarifikasi yang telah disampaikan diatas maka melalui press release yang kami sampaikan ini, maka demi Kepastian hukum dan keadilan bagi klien kami maka kami memohon kepada yang mulia Ketua Pengadilan Negeri Kupang agar tetap menolak upaya pendaftaran kembali perkara yang menyeret klien kami,”
“Sebab tidak mungkin terhadap satu perkara yang sama terdapat dua putusan pada tingkatan pengadilan yang sama dengan putusan yang berbeda. Apalagi pertimbangan hukum dalam putusan tersebut telah tepat dan benar sesuai ketentuan hukum yang berlaku,” tutup keterangan tim kuasa hukum. ***