Atambua, Vox NTT- Korban penganiayaan di Desa Rafae, Kecamatan Raimanuk, Kabupaten Belu, Vandem Dapatalu menyayangkan penegakan hukum di Polres Belu terutama Polsek Raimanuk.
Vandem mengaku kecewa ketika polisi membebaskan terduga pelaku dengan dalih masa tahanan usai.
“Saya sebagai korban heran dan merasa aneh dengan pelayanan di tingkat Kepolisian Polres Belu yang telah menerima laporan polisi di Polres Belu dengan Nomor LP :255/X/2023/SPKT/POLRES BELU/POLDA NTT pada waktu tanggal 6 Oktober 2023 bulan kemarin,” kata Vandem Kepada VoxNtt.com, Jumat (2/2/2024) petang.
“Laporan saya sampai saat ini belum ada titik terang terhadap kasus saya yang telah saya lapor ke Polres Belu,” tambahnya.
Menurutnya, laporan polisi tersebut sudah diproses dan memiliki bukti yang sudah cukup.
“Saya sebagai korban melihat ada yang tidak beres pada tubuh kepolisian di Polsek Raimanuk kenapa karena laporan saya telah lengkap dan saksi korban dan pelaku telah diperiksa dan telah ditahan dari 2 Desember 2023 kemarin, tetapi polisi di Polsek Raimanuk khususnya belum bisa menaikan status laporan saya ke tingkat Kejaksaan Negeri Belu,” kata Vandem.
Kekecewaannya bertambah kala diduga pelaku atas nama Rio Costa telah dikeluarkan oleh penyidik pada 30 Januari 2024 dengan alasan bebas bersyarat.
Padahal penyidik sendiri, kata Vandem, datang ke rumahnya untuk menjelaskan bahwa berkas telah lengkap dan siap naik ke kejaksaan.
Ia kemudian kaget tiba-tiba berkas disebut tidak lengkap dan terduga pelaku bebas sampai saat ini.
Apalagi sebagai korban, Vandem mengaku belum mendapatkan surat dari Polres Belu terkait bebas bersyaratnya terduga pelaku. Tambah anehnya lagi ketika terduga pelaku dijemput langsung oleh penyidik.
“Dan ketika saya melihat dan bertemu mereka pelaku dan keluarga serta polisi kaget melihat saya ada di Polres,” ujar Vandem.
Padahal menurut Vandem, bebas bersyarat hanya bisa dikeluarkan oleh pengadilan, bukan polisi.
“Saya sebagai korban kecewa dengan pelayanan di Polsek Raimanuk. Kami sayangkan jangan sampai ada permainan di Polsek Raimanuk, ya dalam artian kami menduga masuk angin dari pelaku terhadap penyidik yang menangani perkara saya,” tegas Vandem.
Dugaan tersebut dikarenakan hingga saat ini dirinya belum tahu tingkat penanganan kasus yang telah dilaporkannya.
Terduga pelaku, lanjut dia, hingga saat ini lagi santai di rumah, sebab penanganannya oleh Polsek Raimanuk dan Polres Belu sangat lamban.
Ia kembali mengaku penyidik berulang kali datang ke rumahnya dan berjanji bahwa tersangka akan segera disidangkan.
“Tetapi penyidik mengatakan bahwa ada yang kurang ternyata saya sebagai korban mendapatkan informasi bahwa penyidik menyerahkan berkas saya ke Kejaksaan Negeri Belu, tetapi tidak melampirkan bukti visum dan penyidik selalu mengulur waktu dengan alasan bukti kurang,” terang Vandem.
“Tanda tangan kurang dan apa lah sehingga penyidik mengatakan bahwa waktu penahanan selesai, padahal baru 40 hari belum 60 hari secara aturan KUHAP, penyidik telah salah dalam mengeluarkan pelaku. Seharusnya polisi memberikan perpanjangan penahanan 20 hari lagi bukan mengeluarkan pelaku,” tegasnya.
Sebagai korban, Vandem mengaku hanya ingin mencari keadilan atas kejadian nahas yang menimpanya.
Ia pun berharap Kapolda NTT dan Kapolres Belu dan Kasat Reskrim bisa mendengarkan keluhannya sebagai korban.
“Semoga tidak ada lagi korban yang mengalami seperti saya. Kami hanya bisa meminta dan mohon agar kasus saya bisa ditangani dengan serius dan ada efek jera bagi pelaku,” harap Vandem.
Penulis: Ronis Natom