Kupang, Vox NTT – Wakil Ketua Komisi XIII DPR RI, Andreas Hugo Parera, mengusulkan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) untuk segera mencanangkan program pencegahan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di wilayah tersebut.
Hal ini disampaikan Hugo Parera saat melaksanakan reses bersama mitra Komisi XIII DPR RI di Kota Kupang pada Senin, 24 Maret 2025.
Andreas Hugo Parera, anggota DPR RI dari Fraksi PDIP, menekankan pentingnya penanggulangan TPPO yang semakin memprihatinkan di NTT.
“Kita harus segera mencanangkan program penanggulangan dan penanganan TPPO di NTT. Ini masalah serius yang harus segera diatasi,” ungkapnya.
Ia juga menyebutkan, NTT menduduki urutan pertama dalam tingkat kejadian TPPO dan mengusulkan agar NTT dapat menjadi daerah yang mencapai zero TPPO.
Pada kesempatan yang sama, anggota Komisi XIII DPR RI, Umbu Rudi Kabunang, turut menyampaikan keprihatinannya atas tingginya jumlah Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang menjadi korban TPPO.
“Saat ini sudah ada 124 jenazah PMI yang dipulangkan ke NTT. Ini adalah persoalan yang sangat serius dan memerlukan perhatian kita semua,” ujar Umbu.
Sementara itu, Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Ditjen Imigrasi NTT, Arvin Gumilang, menjelaskan bahwa upaya pencegahan TPPO di NTT juga melibatkan pengawasan ketat terhadap penerbitan paspor.
Pada tahun 2024, sebanyak 141 permohonan paspor PMI ditolak sebagai langkah preventif terhadap TPPO.
“Kami melakukan profiling terhadap pemohon paspor untuk mencegah perdagangan orang, namun ini menjadi dilema karena penegakan hukum sering kali berbenturan dengan hak asasi manusia,” jelas Arvin.
Ia menambahkan, kantor imigrasi di NTT terus berupaya meningkatkan layanan untuk mendukung pencegahan TPPO.
Salah satu langkah yang diambil adalah menggandeng pemerintah daerah dan lembaga terkait dalam pembentukan desa binaan sebagai upaya preventif.
Desa binaan ini bertujuan untuk memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai bahaya TPPO serta membantu mereka memahami proses perekrutan tenaga kerja yang sah dan legal.
“Kami juga mengusulkan untuk memperluas kewenangan kami dalam pencegahan perekrutan ilegal dan membangun desa binaan di daerah-daerah yang rawan,” tambah Arvin.
Kakanwil Hukum NTT, Silvester Silaban, juga menyoroti pentingnya upaya yang lebih terstruktur dalam menangani masalah TPPO.
Ia menyebutkan, lima kabupaten di NTT telah memiliki peraturan daerah (Perda) tentang Human Trafficking sebagai langkah awal untuk mengatasi masalah ini.
“Masalah TPPO ini sudah lama ada, bahkan sejak sebelum kemerdekaan. Kita harus bersatu untuk menanggulanginya,” ungkap Silvester.
Ia menekankan pentingnya kebijakan yang mengedepankan perlindungan terhadap warga negara, tanpa membedakan status mereka sebagai pekerja migran atau warga biasa.
Upaya kolektif ini diharapkan dapat memberikan solusi konkret dalam menangani TPPO di NTT, yang telah menjadi masalah serius dan memerlukan perhatian bersama.
Penulis: Ronis Natom