Kupang, VoxNTT.com — Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Nusa Tenggara Timur (NTT) secara tegas menyatakan penolakan terhadap 28 titik proyek pengembangan energi panas bumi (geotermal) yang tersebar di Pulau Flores, Lembata, Alor, dan Kabupaten Kupang.

Penolakan ini didasarkan pada kekhawatiran terhadap dampak ekologis serta minimnya keterlibatan masyarakat dalam perencanaan proyek.

Walhi NTT juga meminta pemerintah pusat dan Perusahaan Listrik Negara (PLN) menghormati sikap para Uskup di Flores yang secara konsisten menyuarakan penolakan terhadap kebijakan pengembangan geothermal.

Divisi Advokasi Walhi NTT, Gres Gracelia, mengatakan masyarakat di lokasi proyek tidak pernah dilibatkan dalam proses pemetaan dan sosialisasi, yang menjadi dasar keberatan terhadap proyek-proyek tersebut.

“Sejak awal, masyarakat tidak pernah dimintai izin, padahal mereka yang akan terdampak langsung,” ujar Gres.

Dalam pernyataan sikapnya, Walhi NTT menyampaikan sejumlah poin kritis, antara lain:

Pertama, Kputusan sepihak: Penetapan Flores sebagai pulau panas bumi oleh pemerintah pusat dianggap tanpa melibatkan masyarakat lokal.

Kedua, Benturan kebijakan energi: Kebijakan geothermal pusat dinilai bertentangan dengan Rencana Umum Energi Daerah NTT (RUED NTT) yang lebih menekankan pada pemanfaatan energi terbarukan seperti matahari, angin, dan arus laut.

Ketiga, Kondisi geografis rentan: Sebagai provinsi kepulauan yang berada di jalur cincin api (Ring of Fire), NTT memiliki risiko tinggi terhadap dampak eksplorasi geothermal.

Keempat, Konflik horizontal: PLN dituding menciptakan konflik antarwarga dengan memberikan insentif kepada pihak yang mendukung proyek dan mengabaikan aspirasi penolak.

Kelima, Dampak ekologis dan sosial: Di lokasi seperti Poco Leok, pengembangan geothermal berdampak pada penurunan debit air, degradasi hasil pertanian, dan dugaan pelanggaran hak warga, termasuk pelecehan verbal terhadap perempuan.

Keenam, Ketidaktransparanan: Walhi menuntut transparansi sejak awal terkait potensi risiko geothermal, seperti kasus semburan lumpur panas di Mataloko.

Berdasarkan temuan di lapangan, Walhi NTT menyatakan sikap sebagai berikut:

Pertama, Menolak proyek geothermal oleh Kementerian ESDM karena dinilai bertentangan dengan prinsip energi bersih dan berkeadilan.

Kedua, Mendesak evaluasi dan penghentian seluruh proyek geothermal serta pencabutan Keputusan Menteri ESDM No. 2268/K/30/MEM/2017.

Ketiga, Meminta pemerintah pusat tidak mengabaikan RUED NTT 2025–2034 yang tidak mencantumkan geothermal sebagai prioritas.

Keempat, Mengimbau pemerintah untuk menghormati sikap para Uskup.

Kelima, Menuntut PLN menghentikan proyek yang mengabaikan suara warga dan mengancam lingkungan.

Keenam, Meminta penghormatan terhadap UU Otonomi Daerah dan UU Desa serta kebijakan gubernur terkait hilirisasi ekonomi non-tambang.

Ketujuh, Mengajak seluruh pemerintah daerah di NTT menolak kebijakan pusat yang bersifat top-down dan tidak berdasarkan aspirasi masyarakat.

Kedelapan, Walhi NTT menegaskan akan terus mengadvokasi isu ini dan mendampingi masyarakat terdampak di berbagai wilayah.

Penulis: Berto Davids