Oleh: Pater Darmin Mbula, OFM

Ketua Presidium Majelis Nasional Pendidikan Katolik (MNPK)

Di tengah arus zaman yang tak henti berubah, Gereja hadir melalui sekolah yang bercinta—bukan sekadar mengajar, tetapi merengkuh jiwa-jiwa muda dalam pelukan kasih, menuliskan Injil di hati mereka dengan tinta pengharapan dan cahaya pola pikir pertumbuhan (growth mindset).

Di tengah dunia yang terus berubah, Gereja hadir bukan sekadar sebagai penjaga warisan, melainkan sebagai pelita yang menuntun generasi baru dalam ziarah makna dan harapan.

Sekolah Katolik menjadi taman subur tempat benih iman, akal budi, dan kasih ditanam, dirawat, dan tumbuh dalam harmoni.
Di sana, dialog bukan hanya kata, tetapi perjumpaan—antara iman dan ilmu, tradisi dan inovasi, keheningan dan keberanian.

Melalui pendidikan yang memanusiakan, Gereja membuka ruang bagi peradaban cinta: peradaban yang menjunjung martabat, merawat ciptaan, dan membela yang lemah.

Inilah misi yang senyap namun dahsyat: membentuk hati yang mencinta dan pikiran yang tercerahkan demi dunia yang lebih adil, damai, dan penuh pengharapan akan kebahagiaan berkelanjutan.

Dunia ke Depan

Dunia ke depan kemungkinan besar akan ditandai oleh percepatan teknologi yang luar biasa, perubahan iklim yang semakin nyata, dan pergeseran besar dalam tatanan sosial serta geopolitik.

Kecerdasan buatan, otomatisasi, dan bioteknologi akan mengubah cara manusia bekerja, berkomunikasi, dan merawat kesehatan serta lingkungan hidup.

Di sisi lain, tantangan seperti ketimpangan sosial, krisis lingkungan, dan ketegangan antarnegara bisa meningkat jika tidak dikelola dengan bijak.

Peradaban masa depan akan sangat bergantung pada kemampuan manusia untuk beradaptasi secara etis dan kolaboratif dalam menghadapi perubahan yang cepat dan kompleks ini.

Kehadiran Gereja

Dalam dunia masa depan yang penuh dinamika dan tantangan kompleks, Gereja Katolik yang hadir secara bermakna adalah Gereja yang mampu membaca tanda-tanda zaman dan meresponsnya dengan iman yang relevan serta tindakan yang profetik.

Gereja semacam ini tidak hanya bertumpu pada struktur tradisional semata, tetapi juga terbuka pada dialog dengan ilmu pengetahuan, budaya digital, dan berbagai perbedaan ideologis serta keyakinan.

Ia menempatkan belas kasih, keadilan sosial, dan keutuhan ciptaan sebagai inti pewartaannya, serta memperjuangkan suara mereka yang terpinggirkan dalam sistem global yang sering kali tidak adil.

Dalam menghadapi krisis iklim, kesenjangan ekonomi, dan pergeseran nilai moral, Gereja ini menjadi suara hati nurani umat manusia—bukan dengan penghakiman, melainkan dengan kasih dan kesaksian hidup.

Gereja Katolik masa depan juga adalah Gereja yang semakin bersifat sinodal: mendengarkan umatnya, terbuka pada partisipasi semua pihak—termasuk kaum muda, perempuan, dan kelompok minoritas—dan menjalankan misinya secara kolaboratif.

Teknologi digunakan bukan untuk menggantikan perjumpaan manusiawi, tetapi untuk memperluas jangkauan pelayanan pastoral dan pendidikan iman.

Di tengah gempuran individualisme dan relativisme, Gereja tetap teguh dalam kebenaran Injil, namun menyampaikannya dengan cara yang manusiawi, penuh pengertian, dan kontekstual.

Gereja semacam ini tidak menarik diri dari dunia, melainkan masuk ke dalamnya dengan semangat pembaruan, menjadi “rumah terbuka” bagi semua yang mencari makna, pengharapan, dan cinta sejati.

Revitalisasi Sekolah Katolik

Revitalisasi dan transformasi sekolah Katolik merupakan kunci strategis agar Gereja dapat terus hadir secara bermakna di tengah dunia masa depan yang kompleks dan cepat berubah.

Sekolah Katolik tidak hanya perlu meningkatkan mutu akademik dan integrasi teknologi, tetapi juga harus menegaskan kembali identitas dan spiritualitas Katolik dalam pendekatan yang kontekstual dan inklusif.

Pendidikan nilai—seperti kejujuran, kepedulian sosial, tanggung jawab ekologis, dan penghargaan terhadap martabat manusia—harus menjadi inti kurikulum, bukan sekadar pelengkap.

Dalam menghadapi tantangan seperti krisis moral, degradasi lingkungan, dan disrupsi digital, sekolah Katolik harus membentuk peserta didik yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga tangguh secara spiritual dan etis, mampu menjadi agen perubahan dalam masyarakat yang plural dan global.

Transformasi ini juga menuntut keterbukaan terhadap partisipasi lebih luas: kolaborasi erat antara guru, orang tua, alumni, serta komunitas lokal dan global dalam semangat sinodalitas.

Guru Katolik masa kini bukan hanya pendidik, tetapi juga saksi iman yang menghidupi cinta kasih Injil dalam tindakan nyata.

Sekolah harus menjadi tempat di mana iman dipertanyakan secara sehat, didialogkan dengan ilmu pengetahuan, dan ditumbuhkan dalam suasana cinta kasih dan kebebasan bertanggung jawab.

Dengan demikian, sekolah Katolik menjadi “laboratorium harapan”—membentuk generasi baru yang mampu menjembatani iman dan kehidupan, serta memperbarui wajah Gereja agar tetap relevan, hidup, dan mampu menyapa dunia dengan harapan yang berakar pada Kristus.

Transformasi Sekolah Katolik

Transformasi sekolah Katolik di era kini menuntut keselarasan antara tata kelola Yayasan yang visioner, transparan dan akuntabel, kepemimpinan kepala sekolah yang holistik, transformatif, dan transendental, serta penerapan kurikulum berbasis cinta yang menjadikan love code sebagai inti dari pedagogi.

Dalam ekosistem ini, proses pembelajaran ditingkatkan melalui pendekatan deeper learning yang mendorong pemahaman mendalam, berpikir kritis, dan penghayatan nilai-nilai iman, persaudaraan dan compassion serta didukung oleh evaluasi dan asesmen autentik yang menilai perkembangan peserta didik secara utuh, bukan sekadar angka.

Infrastruktur akademik dan non-akademik yang berkualitas menjadi fondasi fisik dan psiko-sosial bagi pembelajaran yang bermakna, sementara kesejahteraan guru dan on-going formation melalui pelatihan berkelanjutan menjamin bahwa para pendidik tumbuh dalam profesionalisme dan spiritualitas.

Semua ini bermuara pada continuous improvement—proses pembaruan yang berkelanjutan demi menjadikan sekolah Katolik bukan hanya tempat belajar, melainkan pusat pembinaan iman, karakter, dan peradaban cinta.

Dengan visi ini, sekolah Katolik menjadi terang dan garam bagi dunia, yang mendidik dengan hati, memimpin dengan kasih, dan melayani dengan harapan.