Kupang, VoxNTT.com – Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur (Kejati NTT) resmi menahan tiga pejabat PT Jamkrida NTT dalam perkembangan terbaru kasus dugaan korupsi terkait penyertaan modal.

Ketiga pejabat yang ditetapkan sebagai tersangka adalah Direktur Utama berinisial I.I, Direktur Operasional OFM, dan Kepala Divisi Umum dan Keuangan QMK.

Menurut Wakil Kepala Kejati NTT, Ikhwan Nul Hakim, ketiganya diduga melakukan investasi sebesar Rp5 miliar ke PT Narada Aset Manajemen tanpa kajian risiko atau kelayakan yang memadai.

Dana tersebut justru disetor ke rekening pihak ketiga yang tidak memiliki keterkaitan langsung dengan kontrak yang ada. Akibatnya, tidak terjadi pengembalian modal maupun keuntungan, sehingga negara dirugikan hingga Rp4,75 miliar.

“Korupsi seperti ini bukan hanya kejahatan keuangan, tetapi juga kejahatan terhadap rakyat. Proyek-proyek yang seharusnya menopang pertanian dan kesejahteraan malah menjadi ladang penyimpangan,” tegas Ikhwan.

Langkah cepat Kejati NTT dalam menangani kasus Jamkrida menjadi kontras dengan penanganan kasus korupsi pembelian Medium Term Notes (MTN) senilai Rp50 miliar oleh Bank NTT dari PT Sunprima Nusantara Pembiayaan (SNP Finance), yang hingga kini belum tuntas sejak mencuat pada tahun 2020.

Kasus MTN Bank NTT: Belum Tuntas Meski Sudah Lima Tahun

Kasus pembelian MTN oleh Bank NTT pertama kali terungkap melalui Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI tahun 2020.

Dalam laporan itu disebutkan potensi kerugian negara sebesar Rp50 miliar akibat pembelian MTN dari PT SNP Finance pada Maret 2018.

Hanya berselang dua bulan, pada Mei 2018, PT SNP Finance dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.

Meski sudah dilakukan penghapusbukuan dan dibentuk cadangan kerugian oleh Bank NTT, proses hukum atas kasus ini tak kunjung selesai.

Padahal, kasus ini telah menjadi perhatian publik sejak masa kepemimpinan Kajati NTT sebelumnya, Yulianto, dan terus berlanjut hingga kepemimpinan Kajati saat ini, Zet Tadung Allo.

Kasi Penkum Kejati NTT, A. A. Raka Putra Dharmana, pada Februari lalu menyatakan, penyidik Tindak Pidana Khusus (Tipidsus) telah meningkatkan kasus ini ke tahap penyidikan dan membentuk tim baru untuk mempercepat proses penanganan.

“Kasus Rp50 miliar ini sudah dalam tahap penyidikan. Kajati NTT telah membentuk tim penyidik baru dan telah meminta perhitungan kerugian negara oleh BPK RI,” jelas Raka.

Sejauh ini, sejumlah tokoh telah diperiksa dalam kasus tersebut, termasuk mantan Direktur Utama Bank NTT Alex Riwu Kaho, mantan Sekda NTT Frans Salem, mantan Dirut Izhak Eduard Rihi, dan Kadiv Treasury Zet Lamu.

Desakan Publik dan KOMPAK Indonesia

Menjelang Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Bank NTT yang akan digelar dalam waktu dekat, Koalisi Masyarakat Pemberantasan Korupsi (KOMPAK) Indonesia menyerukan agar para pemegang saham tidak mentoleransi kandidat yang memiliki rekam jejak buruk.

Ketua KOMPAK Indonesia, Gabriel Goa menyatakan, sejumlah calon direksi diduga pernah terlibat dalam berbagai kasus, termasuk kasus MTN Rp50 miliar, kredit fiktif senilai Rp100 miliar di PT Budimas Pundinusa, hingga penarikan panjar dana Rp1,5 miliar secara tidak sah.

“Kami mendesak Gubernur NTT selaku Pemegang Saham Pengendali dan para kepala daerah untuk tidak membiarkan individu bermasalah kembali memimpin Bank NTT. Ini demi menjaga integritas dan masa depan lembaga keuangan daerah,” ujarnya.

Gabriel juga menyarankan agar Komite Remunerasi dan Nominasi (KRN) Bank NTT turut diawasi secara ketat agar tidak membuka celah bagi kembalinya aktor-aktor bermasalah ke dalam struktur manajemen bank.

Penulis: Ronis Natom