Mbay, VoxNTT.com – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Nusa Tenggara Timur (NTT) terus mendalami dugaan kasus korupsi dalam proyek strategis Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTT sepanjang tahun 2021–2022.
Fokus penyidikan saat ini tertuju pada dua proyek rehabilitasi jaringan irigasi, masing-masing di Daerah Irigasi (DI) Wae Ces, Kabupaten Manggarai, dan DI Luwurweton, Kabupaten Ngada.
Sejumlah pihak telah diperiksa dalam upaya melengkapi alat bukti dan keterangan saksi. Salah satu momen yang menyita perhatian publik adalah konfrontasi yang dilakukan penyidik antara Arnoldus Thomas L. Djogo, ipar mantan Wakil Gubernur NTT Josef A. Nae Soi, dan Dionisius Wea, Direktur PT Kasih Sejati Perkasa, yang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam proyek DI Wae Ces tahun 2022 senilai Rp2,24 miliar.
Konfrontasi yang berlangsung pada Jumat, 16 Mei 2025, itu nyaris berujung ricuh. Menurut informasi, Dionisius mengaku telah memberikan uang ratusan juta rupiah kepada Arnoldus sebagai fee atas “jasa penghubung”.
Pernyataan tersebut dibantah keras oleh Arnoldus, yang akrab disapa Nano, hingga keduanya hampir terlibat adu fisik sebelum dilerai oleh Jaksa Penyidik Kejati NTT, Jacky Franklin Lomi.
“Ini bagian dari pengembangan penyidikan untuk memperkuat alat-alat bukti yang telah kami kumpulkan,” ujar Kepala Seksi Penyidikan Pidsus Kejati NTT, Mourest Aryanto Kolobani.
Menurut pengakuan Dionisius, seperti disampaikan Mourest, Thomas Djogo menerima uang dalam tiga tahap: Rp145 juta melalui transfer bank, Rp104 juta secara tunai, dan Rp35 juta sebagai titipan jatah panitia Pokja, yang sebelumnya disepakati Rp50 juta.
Enam hari berselang, pada Jumat, 23 Mei 2025, Kejati NTT kembali melakukan konfrontasi antara Arnoldus dan Urbanus Laki, Direktur PT Mandiri Mutu Utama, yang mengerjakan proyek DI Luwurweton tahun 2021 senilai Rp10,25 miliar.
Sebelumnya, Urbanus diperiksa intensif selama hampir 10 jam pada Kamis, 22 Mei 2025.
Dalam pemeriksaan, Urbanus mengungkap telah menyerahkan total uang sebesar Rp780 juta kepada Arnoldus sebagai fee proyek. Jumlah itu mencakup fee sebesar 5 persen sebagai imbalan atas bantuan Thomas agar PT Mandiri Mutu Utama bisa memenangkan tender. Namun, Arnoldus hanya mengakui menerima Rp520 juta melalui transfer dan membantah menerima sisanya secara tunai.
Pertemuan tersebut kembali diwarnai ketegangan karena perbedaan keterangan keduanya.
Jaksa menduga adanya intervensi dan pengaruh politik dalam proses tender, dan telah menyita ponsel milik Arnoldus guna melakukan digital forensik terhadap isi komunikasi dan transaksi keuangan yang mencurigakan.
“Meski Nano Djogo membantah, sebagian alat bukti sudah mulai mengerucut. Kami akan tindak lanjuti dengan pendalaman digital forensik,” tegas Mourest.
Jaksa juga mengungkap bahwa Arnoldus diduga telah beberapa kali bertemu dengan panitia Pokja sebelum tender dilakukan.
Saat ini, Kejati NTT terus memperluas penyidikan guna mengungkap seluruh pihak yang terlibat dan menikmati hasil dugaan korupsi tersebut.
“Tidak ada yang kebal. Siapapun yang terlibat akan kami kejar sampai ke akarnya,” tutup Mourest.
Penulis: Patrianus Meo Djawa
Tinggalkan Balasan