Borong, Vox NTT – Kasus menghamili hingga berujung adanya tindakan penganiayaan yang terjadi di Kabupaten Manggarai Timur (Matim), Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) pada September 2024 lalu berlanjut ke pengadilan.
Kasus tersebut melibatkan AGS, anak dari seorang polisi di Polres Manggarai Timur dan YFJ, anak seorang petani.
Keduanya sama-sama masih berstatus pelajar pada salah satu Sekolah Menengah Atas (SMA) di Borong, ibu kota Kabupaten Manggarai Timur.
Kuasa hukum terdakwa YFJ, Fitalis Burhanus menjelaskan, awal mula kasus tersebut terungkap setelah AGS yang merupakan anak dari seorang anggota polisi di Polres Manggarai Timur dihamili YFJ yang merupakan kekasihnya sendiri.
Hal itu dibuktikan dengan hasil visum et repertum dari pihak RSUD Borong pada 12 September 2024 yang pada pokoknya menerangkan pada genetalia terdapat robekan lama selaput darah arah jam tiga, jam tujuh, jam sembilan dan jam dua belas.
Kesimpulan hasil itu menerangkan bahwa telah ditemukan gravida usia kehamilan dua puluh minggu satu hari, janin tunggal, hidup intra uteri dalam perut AGS.
Selain itu, kekasihnya YFJ juga mengaku bahwa janin dalam perut AGS merupakan hasil dari hubungan keduanya.
Fitalis berkata, terjadinya hubungan biologis antara AGS dan YFJ dilandasi suka sama suka dalam hubungan mereka sebagai kekasih atau pacaran.
Akan tetapi, orang tua AGS tidak menerima anak mereka dihamili hingga akhirnya melakukan penganiayaan terhadap YFJ.
Penganiayaan terjadi pada 11 September 2024 setelah AGS mengaku ke orang tuanya bahwa ia hamil.
“Pada tanggal 11 itu YFJ akhirnya ditangkap di Kaca Sita lalu dianiaya di dekat Jembatan Wae Laku Borong hingga berlanjut ke ruangan tunggu Polres Manggarai Timur dalam kondisi lampu mati,” terang Fitalis ditemui di Ruteng, Sabtu 8 Februari 2025.
Salah satu terduga pelaku yang disebut menganiaya YFJ merupakan ayah kandung AGS bernama Marten Cornelis Sina alias Asten, seorang anggota Polisi yang bertugas di Polres Manggarai Timur.
“Asten dalam kasus ini turut menjadi terdakwa di persidangan,” ujar Fitalis.
Alumni Fakultas Hukum Undana Kupang ini juga menyampaikan bahwa proses hukum atas kasus tersebut sudah masuk tahap persidangan sejak tanggal 30 Januari 2025 dengan agenda pembacaan dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Sidang berikutnya sudah digelar pada tanggal 6 Februari 2025 dengan agenda eksepsi, namun terdakwa tidak mengajukan eksepsi.
Selanjutnya, kata Fitalis, majelis hakim akan mengagendakan sidang pembuktian dan pemeriksaan saksi.
Dalam sidang itu nanti, lanjut dia, pihak YFJ meminta JPU untuk menunjukan bukti DNA kehamilan dan anak yang dikandung AGS.
Sebab, Fitalis memandang bukti surat visum dari RSUD Borong belum cukup kuat untuk menerangkan siapa pelakunya.
Menurut Fitalis, hasil visum hanya mendiagnosa soal adanya kehamilan dan adanya robekan pada genetalia. Karena itu butuh bukti materil yang kuat secara autentik berupa tes DNA genetic forensik.
Bagi dia, tes DNA dalam perkara a quo dipandang penting untuk menemukan pelaku, karena bisa saja korban hamil bukan karena hasil hubungan biologis dengan FYJ melainkan bisa saja hasil hubungan dengan orang lain.
Tes DNA, kata Fitalis, memuat molekul seluruh instruksi genetik yang dibutuhkan oleh semua organisme dalam seluruh siklus hidupnya, sehingga informasi genetik yang terdapat dalam DNA diturunkan oleh orang tua atau induk kepada generasi berikutnya melalui reproduksi.
Selain minta tes DNA, Fitalis juga meminta rekaman CCTV di ruangan tunggu Polres Manggarai Timur dalam persidangan pembuktian nanti.
Permintaan itu merujuk pada dasar pengakuan YFJ bahwa dia dianiaya oleh ayah kandung AGS bernama Asten sejak dari penangkapan tanggal 11 September 2024.
Tak hanya itu, Fitalis juga meminta mobil yang digunakan Asten termasuk istri Asten dalam penangkapan tanggal 11 harus disita, sebab penangkapan itu tidak berdasarkan surat perintah
“Harus ada bukti CCTV nya dan mobilnya disita. Waktu penangkapan tanggal 11 itu istrinya yang bukan polisi juga ikut dan tidak ada surat perintah penangkapan,” ujar Advokat Peradi Ruteng itu.
Penulis: Berto Davids