Ruteng, Vox NTT – Kepala Kejaksaan Negeri Manggarai, Fauzi dan Kapolres Manggarai, AKBP Edwin Saleh ikut dalam studi banding di Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Lahendong di Tomohon, Sulawesi Utara pada 9-12 Maret 2025 lalu.
Mereka ke sana bersama unsur Forkopimda Manggarai termasuk Bupati Manggarai Herybertus G.L Nabit. Mereka dilaporkan dibiayai oleh PT PLN.
Pengamat hukum, Siprianus Edi Hardum, Kejari Manggarai dan Kapolres Manggarai dipecat karena dianggap tidak netral dalam kasus geotermal Poco Leok di Kecamatan Satarmese yang hingga kini mendapatkan penolakan masyarakat.
“Kajari Manggarai dan Kapolres Manggarai harus dipecat, karena mereka adalah perwakilan aparat penegak hukum yang seharusnya netral dalam kasus geotermal Poco Leok,” tegas Edi kepada VoxNtt.com pada Senin, 17 Maret 2025.
Ia juga menduga dalam kegiatan studi banding ke Tomohon, unsur Forkopimda mendapatkan uang saku dari PLN. Bila benar demikian, maka menurut Edi, patut diduga studi banding tersebut merupakan bagian dari gratifikasi PLN dalam rangka memuluskan proyek geotermal Poco Leok.
Tekanan terhadap Kelompok Kontra
Sebelumnya Edi menyebutkan, kegiatan tersebut bisa dimaknai sebagai bentuk tekanan terhadap masyarakat Poco Leok, Manggarai, yang menolak proyek pembangunan geotermal di wilayah mereka.
Edi menjelaskan, studi banding tersebut sebenarnya melibatkan Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkompinda), yang sebelumnya dikenal dengan sebutan Forum Musyawarah Pimpinan Daerah (Muspida).
Dalam studi banding itu, rombongan yang dipimpin oleh Bupati Nabit terdiri dari Kapolres Manggarai, Kajari Manggarai, Dandim, dan sejumlah anggota DPRD yang dibiayai oleh PT PLN.
“Saya menilai studi banding itu tidak efektif. Sekarang sudah terjadi pro dan kontra soal pembangunan Geotermal di sana,” ujar Edi dalam keterangannya yang diterima media pada Sabtu, 15 Maret 2025 malam.
Edi juga menilai studi banding ini memberi pesan kepada warga Poco Leok dan masyarakat umumnya bahwa: pertama, pihak PLN dan Pemkab Manggarai akan jalan terus, tidak akan mengindahkan semua seruan penolakan masyarakat.
Kedua, siapa pun yang menolak tidak akan sukses karena bukan hanya berhadapan dengan PLN dan bupati saja tetapi Forkompinda, di mana di sana ada pimpinan penegak hukum yakni Kajari dan Kapolres serta Dandim.
“Jelas ini bisa dinilai menutup jalan bagi pihak penolak untuk meminta perlindungan hukum dalam semua usaha mereka menolak pembangunan geothermal di sana,” ujar Edi.
Ia menyebut aneh dengan studi banding yang melibatkan Forkompinda ini. Bila mau studi banding, kata Edi, seharusnya cukup pihak PLN dan bupati serta timnya.
Terpisah, Bupati Nabit mengatakan, di Kabupaten Manggarai tengah melakukan proses perluasan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) seperti Kota Tomohon.
“Jadi kami mau belajar di Lahendong bagaimana PLTP Lahendong ini mengeliminir dampak negatif dari proses pembangunan dan kemudian bagaimana dampak sosialnya. Karena kita tahu bersama semua proyek pasti mempunyai dampak. Tidak hanya positif tapi juga ada dampak negatif,” terangnya sebagaimana dilansir Multi Verum. [VoN]