*Once Luliboi
Lewak Tapo
Sebelumnya kematian, kita telah mengubur kehidupan sendiri
Sesudahnya kematian, air mata berkata-kata mengakar di kepala
Ada dosa yang memanggil-manggil di tidur titisan darahnya, yang masih muda jiwanya
memikul perkara mengantarnya pada penantian antara kematian yang berputar kembali atau terkuburnya dosa-dosa temurun.
Buah kelapa
adalah kepala-kepala kita yang dipenggal tuhan atas dosa-dosa
Mesti tuak yang berkata-kata, mengucap syukur, doa, dan memohon restu lewotanah pada padu’ agar sempurnalah terangnya.
Sirih dan pinang
Bersemadilah sebagai pengikat antara manusia dengan pencipta, manusia dengan kesedihannya di atas tanah, manusia dengan yang berjalan-jalan di nirwana
Agar sempurnalah kematian dan keabadian.
(Makassar, 03 Mei 2017)
Catatan: Lewak Tapo (membelah kelapa) adalah tradisi khas orang Lamaholot, Adonara, Flores Timur, sebagai ritual mencari kebenaran atas kematian yang tidak wajar.
Lewotanah ( kampung, kampung halaman, suku lamaholot dalam mengucapkan kata tersebut merupakan sesuatu ucapan yang sakral dan berkekuatan magis-religius )
Padu’ (kemiri) adalah alat penerangan pada jaman dahulu, dari buah kemiri yang isinya ditumbuk bersama kapas lalu dililitkan pada bilah bamboo kemudian di nyalakan. Sampai sekarang masih dipakai dalam seremoni adat.
Untuk Perempuan Diam Yang Mengenakan Kerudung Biru Tua
Aku akan hidup bersama luka
Dalam bayanganmu
Dalam sudut matamu
Aku akan menjadi rahasiamu.
Cahaya matahari di danau
Tumpahkan kilau
Setidak-tidaknya aku pernah mencoba menyamainya
Tetapi ketika ia bermukim di pekarangan biru tua milikmu
Aku memilih merilis spiritual
Sesampainya di ujung rambut
Aku hanyalah seorang penyiul di atas anginmu
Kita berdua kehabisan waktu, lalu berhenti di ruang lainnya
Tanpa kata-kata, tak ada warna di sana
Yang ada hanyalah cahaya danau berkaca-kaca luruh
O rahasiaku
Aku kembali menuntunmu dari sisi lain pekarangan ini
menuju bukit abisal
Kau dan aku rupanya lupa belajar berenang
Dan kita lelah tenggelam tanpa suara
O pekarangan di kepalamu
Di Makassar kita bermimpi menyembuhkan luka bersama
Tetapi kau tak pernah datang menemui waktu-waktu yang lumpuh
Juga sepotong puisi, pekarang yang selalu kau tagihkan padaku
Aku pun tak lekas pulih
Rahasiaku
Istirahatlah dalam rambut dan kerudungmu
Kau harus tetap hidup
Kau akan terus hidup dalam bayanganku
Di kedua sudut mataku
Aku menyimpan rahasiamu
(Panggung Daeng Pamatte, Makassar, Juni 2017)
Perihal Rindu
Seperti apakah mereka memaknai rindu?
Aku lebih suka menyembunyikan mata
menceritakan kenangan-kenangan yang tidur di lemari pendingin
tomat dan wortel, buku-buku, dan kaos oblong yang mau menjadi ramuan rinduku
Seperti itulah mata bercerita dalam diamnya.
Bagaimanakah mereka menyembunyikan luka?
Aku lebih suka menutup mata, berkedip-kedipan tetapi diam.
Mereka lebih suka berkata-kata, menangis meskipun
Mereka lebih suka jalan-jalan sambil bicara
Banyak kata-kata, banyak pula bicara.
(Makassar, 26 Mei 2017)
————————————————————————————————————————————
Dari Kegelisahan Kultural menuju Perihal Memaknai Rindu
Catatan atas puisi-puisi Once Luliboli
Oleh Hengky Ola Sura-Redaksi Seni Budaya VoxNtt.com
Salah satu persoalan yang senantiasa menggelisahkan nurani penyair adalah fakta tentang manusia dan kemanusiaan dimana ia hidup dan tinggal.
Puisi pertama Lewak Tapo dari Once Luliboli dalam edisi kali ini mengangkat latar Lamaholot sebagai ihwal dari persoalan kemanusiaan yang masih jadi momok ketika manusia yang katanya berbudaya itu menjadikan manusia lainnya sebagai korban. Bisa juga manusia yang berbudaya itu menjadi takabur akan apa yang paling hakiki untuk dihidupi tapi dilanggar.
Lewak Tapo adalah puisi dengan ketajaman penglihatan mata Once yang memotret realitas. Sesuatu yang tak tampak atas persoalan kematian diangkat dalam goresan puisi untuk menunjukan bahwa ada yang salah dengan praktik dan cara hidup.
Puisi Once Lewak Tapo adalah bahasan tentang tragedi, warna kelabu dan rasa getir yang harus segera diseremonialkan (baca;didoakan) agar manusia dan kemanusiaan pulang pada hal ihwalnya yang sejati. Deret kata yang tepat saya kira ada pada baris-baris seperti;
Sirih dan pinang
Bersemadilah sebagai pengikat antara manusia dengan pencipta, manusia dengan kesedihannya di atas tanah, manusia dengan yang berjalan-jalan di nirwana
Agar sempurnalah kematian dan keabadian
Puisi Lewak Tapo saya kira adalah upaya paling jujur untuk memahami getar hati masyarakat atas kultur yang mereka hidupi. Puisi ini juga serentak menjadi awasan bahwa manifestasi pemikiran masyarakat yang hidup dalam diri orang-orang Lamaholot jangan sampai menjadikan mereka lupa bahwa sebenarnya mereka punya ‘sesuatu’ yang jadi spirit.
Once dalam Lewak Tapo-nya ikut mengingatkan kita semua bahwa kegelisahan kultural atas cara pandang juga cara hidup yang salah semestinya ditinggalkan. Lewak Tapok sebenarnya juga mengajak untuk beralih-berubah.
Selanjutnya pada puisi Untuk Perempuan Diam Yang Mengenakan Kerudung Biru Tua dan Perihal Rindu, adalah luahan yang penuh dengan kisah yang epik. Once hemat saya sangat lihai dalam menciptakan metafora untuk mendukung citraan dramatik. Simak deret kata berikut;
O pekarangan di kepalamu
Di Makassar kita bermimpi menyembuhkan luka bersama
Tetapi kau tak pernah datang menemui waktu-waktu yang lumpuh
Juga sepotong puisi, pekarang yang selalu kau tagihkan padaku
Aku pun tak lekas pulih
Once dalam puisi ini menampilkan satu model bahasan yang ironi, yang sepi juga pupus. Citraan macam inilah yang dramatik. Pada puisi Perihal Rindu yang menarik dan istimewah adalah pemaknaan atas rindu. Once blak-blakan dalam membahasakan perihal rindunya. Ya, puisi memang sejatinya menciptkan kaplingan yang kadang tak terduga.