Kapal Yang Kutumpangi
Kapal yang kutumpangi adalah pulau yang setia berlayar mengarungi gelombang hidup: kemana?
Cinta adalah laut lepas
Di atasnya matamu pergi meski tak pernah tiba
Membiarkan hatimu bergelora
Sebagai pelaut
Aku merindukan dermaga
Sebagai sebuah pulau
Atau ibu yang mau memelukku saat aku pulang
Kapal yang kini ku tumpangi
Adalah pulau manusia penumpang
(KM.LABOBAR 2017)
Pagi 1
Dalam kamar berdinding air dan api
Pagi adalah doa Zakharia yang berulang-ulang
Mengalir-membakar
Dalam bait Allah
Matanya tertuju
Pada renta Elizabeth
Membawa harapan serta sunyi
Doanya selalu terbakar bersama ukupan
Pada pagiku
Nyanyian ayam
Baru saja singgah di telinga
Sebagai deru rencana
Sebagai permintaan dengan suara ramah
“Tuhan berilah roti dan ikan secukupnya hari ini”
Matamu Pagi
Tempat matahari tersenyum
Rumah niat,sunyi menyampaikan nyaring pergi
“Pagi, marilah kita pergi berlayar”
Pagi seperti pelayan setia bekerja bagi tuanya
Lupa akan lelahnya sendiri yang sudah penuh
Membawa doa serta jala
Harapannya telah lama duduk dalam perahu
(Sentani-semografi 2017)
Pagi 2
:buat YMB
Matamu, mata pedang panglima perang
Yang selalu menolak pulang
Sebelum merebut kota lawan
Meski hidup selalu bergerak maju dengan jumlah pasukan
Sebanyak bintang di langit beribu kuda dan sejuta kereta perang
Maju!
Kita gempur dan rebut kubu kotanya
Kita lumpuhkan kuda kudanya
Kita bakar kereta-kereta perang mereka!
Dalam diriku
ada dering sepi
rindu panjang untuk matamu
ku biarkan tumbuh dan berakar
lalu kini menadi hutan rimba
Di sana
Menetap gejolak damai prajurit yang tak bisa tenang
Juga sunyi petapa yang hanya dihuni kicauan cendrawasih
(Semografi 2017)
Gody Kobra, Alumnus STFK Ledalero-Tinggal di Pedalaman Papua
——————————————————————————————————
Pengelana yang Rindu Pulang
Catatatan atas puisi-puisi Gody Kobra
Oleh Hengky Ola Sura-Redaksi Seni Budaya Voxntt.com
Tiga puisi dari Gody Kobra pada pekan ini menyajikan satu rasa sesak dari penyakit yang bernama rindu. Secara pribadi saya mengagumi puisi-puisi Gody sejak ia mulai jatuh cinta menulis puisi.
Saya pribadi memang mengenal Gody , agak tendesius memang tapi kami kawan kelas yang daripadanya saya belajar bagaimana dalamnya ia menulis puisi. Puisi-puisinya kali ini tampak seperti dialog dirinya dengan kehidupan yang dijalani.
Gody yang saya kenal adalah seorang pengelana. Maka tiga puisinya kali ini bisa jadi adalah luahan seorang pengelana yang rindu pulang. Membaca puisi Kapal yang ku tumpangi, Pagi 1 dan Pagi 2 kita seolah menyaksikan kegaiban kata yang menjadi ruh dari Gody sebagai seorang pengelana. Pada puisi Kapal yang ku tumpangi kita diajak menemukan kebersahajaan Gody membahasakan tentang perjalanan dari kapal yang ditumpanginya.
Cinta adalah laut lepas
Di atasnya matamu pergi meski tak pernah tiba
Membiarkan hatimu bergelora
Sebagai seorang pengelana yang hemat saya berdiam di belantara Papua, Gody seolah dihadapkan pada pilihan pulang tapi juga serentak kembali pada ziarah-ziarah perjalanannya yang sebelumnya. Memilih pulang rumah, bertemu dengan ibu tercinta tapi juga pulang kembali Papua, maka setiap pulang dan kembali pergi dibahasakannya dengan gaib seperti cinta adalah laut lepas yang selalu membuat hati bergelora.
Selanjutnya pada puisi Pagi 1 dan Pagi 2 Gody menampilkan tokoh dalam Alkitab semisal Zakharia dan Elisabet sebagai refleksi pada rumah juga kampung halaman. Gody sadar betul bahwa pada hari-hari pengelanaannya, hal yang senatiasa didaraskannya adalah doa. Seperti Zakharia dan Elisabeth yang mendambakan kelahiran anak maka yang diimpikan Gody adalah rejeki dari pengelanaannya. Dengan diksi yang apik Gody berdoa;
“Tuhan berilah roti dan ikan secukupnya hari ini”
Gody dalam diksi macam ini sadar bahwa tanah perantauan memang belum tentu memberikan rasa nyaman dan segalanya. Maka setiap hari-hari hidupnya adalah rasa rindu ingin pulang, Gody lagi-lagi bilang “Membawa doa serta jala
Harapannya telah lama duduk dalam perahu.”
Pada puisi Pagi 2 yang ditulis untuk YMB, Gody seolah ikut memohon kepada sosok YMB untuk untuk bersabar. Tampak bahwa puisi ini dilukiskan dengan barisan prajurit panglima perang. Kesannya garang toh ia tetap sebuah permintaan untuk menunggu sang pengelana pulang. Gody dalam Pagi 2 memang seorang pengelana yang tak tenang.***