Kupang, Vox NTT-Di tengah hiruk pikuk menyongsong HUT Propinsi NTT ke-60 pada 20 Desember 2018 dan perayaan pesta Natal, 25 Desember 2018, nurani segenap orang NTT seperti tersayat miris melihat 101 TKI yang meninggal di luar negeri. Mereka pergi dengan sejuta asa namun kembali dengan peti mayat.
Catatan resmi BP2TKI NTT menyebut 99 orang yang meninggal. Namun bisa jadi jumlahnya menembus lebih angka 100 jika menghitung para pekerja migran NTT yang meninggal di perkebunan kelapa sawit di Kalimantan, Sumatra, Papua dan Malaysia.
Buruh migran NTT yang meninggal dalam 4 tahun terakhir terus meningkat. Pada tahun 2015 ada 28 orang, 46 orang pada 2016, 62 orang di tahun 2017 dan 101 orang hingga tanggal 18 Desember 2018.
Pemilik peti mati ke-98 adalah Vinsensius Darman, sebuah nama yang awalnya tidak dikenal dan tidak diakui, bahkan oleh anggota keluarganya sendiri, karena menggunakan nama dan identitas palsu.
Beberapa hari sebelum kedatangan peti jenazah milik Vinsensius Darman di kampung asalnya Cumbi, Kecamatan Sambi Rampas, Kabupaten Manggarai Timur, Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Ruteng menggelar aksi unjuk rasa sambil mengusung peti jenazah di depan kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Manggarai pada Sabtu (8/12/2018).
Aksi ini digelar untuk memperingati Hari Anti-korupsi se-Dunia (9/12/2018) sekaligus menuntut agar kasus-kasus korupsi yang sedang ditangani Kejari Manggarai segera dituntaskan. Salah satunya adalah kasus dugaan korupsi pembangunan pasar rakyat Ruteng yang telah menelan anggaran Rp 6,9 miliar.
Fenomena dua peti mati yang muncul di ruang publik NTT di bulan Desember 2018 ini seseungguhnya menggambarkan dua wajah NTT saat ini: korupsi pada satu sisi dan perdagangan orang pada sisi yang lain.
Lembaga Transparansi Internasional (TI) menyebutkan bahwa antara korupsi dan perbudakan modern seperti perdagangan orang merupakan sebuah mata rantai yang tak terpisahkan.
Menurut TI, perbudakan modern seperti perdagangan orang korbannya diperkirakan antara 2,4 sampai dengan 12 juta di seluruh dunia. Korupsi menjadi biang kerok utama yang membuat orang bermigrasi baik di dalam maupun ke luar negeri. Korupsi adalah faktor konstan bagi human trafficking dan penderitaan yang menjadi akibatnya.
Hingga hari ini, mata rantai korupsi, kemiskinan dan perdagangan orang itu belum terputus di bumi NTT yang merayakan HUT-nya ke-60 pada 20 Desember 2018.
Fenomena ini merupakan sebuah tantangan dan panggilan untuk bertindak bagi pemerintahan Gubernur dan Wakil Gubernur NTT yang baru, Vicktor B. Laiskodat dan Yosef Nai Soe, institusi-insitusi keagamaan, tokoh-tokoh agama, lembaga pendidikan dan sekolah-sekolah, aparat penegak hukum, insan pers, masyarakat sipil dan seluruh warga masyarakat NTT untuk menjadikan Provinsi NTT zero human trafficking dan zero korupsi!
Mencermati seluruh fakta dan kejadian di atas maka aliansi masyarakat sipil yang tergabung dalam Zero Human Trafficking Network (ZTN) menuntut:
Pertama, pemerintahan pusat menuntaskan seluruh regulasi terkait Undang-Undang No.18 Tahun 2017, agar Undang-undang ini fungsional.
Kedua, semua tokoh lintas agama dan organisasi lintas agama untuk memberi perhatian sangat serius atas kasus human trafficking yang sungguh sangat mencemaskan.
Ketiga, pemerintah provinsi NTT untuk menuntaskan dan memperbaiki tata kelola migrasi manusia NTT agar sanggup melindungi kepentingan rakyat NTT sebaik-baiknya. Karena itu pemerintah harus mengoptimalkan pelayanan Balai Latihan Kerja dan Pelayanan Terpadu Satu Atap dan meningkatkan pengawasan terhadap perekrutan Pekerja Migran Indonesia asal NTT.
Keempat, pemerintah desa harus fungsional melindungi rakyatnya agar tidak menjadi obyek eksploitasi dari para pelaku human trafficking, dengan cara aktif melakukan sosialisasi migrasi aman dan prosedural.
Tentang Zero Human Trafficking Network (ZTN)
ZTN memiliki keprihatinan dan kepedulian pada persoalan Human Trafficking yang terjadi di Indonesia dan Timor Leste, berkomitmen yang tinggi pada isu kemanusian.
Terdorong oleh visi dan tekad “zero human trafficking”, ZTN mempuyai fokus dan berkomitmen pada penghapusan perdagangan orang dan berbagai bentuk perbudakan modern.
Saat ini 33 Organisasi Masyarakat Sipil bergabung dalam ZTN yang berasal dari berbagai latar belakang profesi dan keagamaan; bekerja pada tingkat akar rumput, nasional, regional dan global.
Ke-33 organisasi tersebut yakni VIVAT Indonesia, GMIT, Fahmina, Migrant Care, PADMA Indonesia, Interfidei, Khabar Bumi, JPIC-FSGM, JPIC SSpS, CWTC-IBSI, FPPA, TRUK-F, Talitha Kum, SKP-KAME, LKTS, JPIC SVD, Lembaga Kita, LAKPESDAM NU, NHOP, IMPARSIAL, Yayasan Parinama Astha, JPIT, LBH Bandung, Yayasan Banati, Donders Foundation, Sarnelli Institute, ILO , IOM, Candradytia Research Institute, VoxNtt.com, Pos Kupang dan Mensen met een Missie)
Sumber: Rilis ZTN