Ende, Vox NTT-Puluhan warga korban pengrusakan di Desa Aejeti, Kecamatan Pulau Ende, Kabupaten Ende protes terhadap putusan Pengadilan Negeri Ende atas pelaku.
Mereka melakukan protes di Kantor Kejaksaan dan Kantor Bupati Ende, Selasa (12/02/2019).
Protes warga menyusul keputusan hakim pada Pengadilan Negeri Ende yang menvonis pelaku 6 bulan penjara. Para korban menilai, putusan tersebut sangat ringan dan merugikan korban.
Puluhan korban di bawah pimpinan Muhammad Natsir tersebut menanyakan keputusan hakim yang dianggap lebih ringan dari tuntutan 8 bulan penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
“Kami anggap ini sangat tidak wajar. Putusan sangat-sangat ringan dan merugikan korban,” ucap Natsir.
Menurut dia, putusan hakim tidak berimbang dengan kerugian yang dialami para korban. Misalnya kehilangan tempat tinggal dan lapangan pekerjaan.
“Perahu motor dirusaki dan korban kehilangan pekerjaan sebagai nelayan. Rumah rusak dan berantakan. Ini tidak adil namanya,” kata dia.
Korban yang berkerumun di halaman Kantor Kejaksaan juga meminta keadilan. Mereka berteriak menanyakan tuntutan JPU kepada para pelaku.
Sebab, menurut mereka, kasus pengerusakan pada 22 September 2018 itu merupakan tindakan yang tidak manusiawi. Sehingga tuntutan JPU terhadap pelaku mesti selaras dan tidak merugikan satu bela pihak.
Pantauan VoxNtt.com, sejumlah korban yang berkumpul di halaman kantor Kejaksaan terus melakukan protes.
Sementara beberapa perwakilan korban temasuk Natsir tampak bertemu Kajari Ende, Sudarso.
Dalam pertemuan itu, perwakilan korban dan Kajari Sudarso tampak saling memberikan pendapat. Sesekali mereka beradu mulut soal putusan tersebut.
Usai itu, puluhan korban kemudian menuju Kantor Bupati Ende. Kedatangan mereka bertujuan untuk mendengar penjelasan, petunjuk dan tanggapan dari pemerintah terkait kasus itu.
Asisten 2 Setda Ende, Kosmas Nyo yang hadir saat itu menjelaskan, pemerintah akan menyikapi korban yang kehilangan tempat tinggal dan lapangan pekerjaan.
Sementara terkait putusan Pengadilan, kata Kosmas, bukan kewenangan pemerintah.
“Kami sampaikan ke bapak ibu, kalau soal hukum bukan kewenangan kami. Kami tentu menyikapi terkait tempat tinggal dan kerja bapak ibu,” kata Kosmas.
Penulis: Ian Bala
Editor: Ardy Abba