Oleh: Boy Angga
Mahasiswa Ekonomi Pembangunan Undana
Sektor pertanian memiliki kontribusi yang signifikan dalam menopang kehidupan perekonomian di negara-negara berkembang termasuk Indonesia.
Menyinggung sedikit tentang karakter tanah pertanian di negara-negara berkembang, terdapat beberapa pencirian yang dominan.
Pertama, pada umumnya tanah pertanian di negara agraris dibagi dalam petak-petak yang kecil, kelangkaan modal dan tenaga kerja yang melimpah.
Fakta ini akan melahirkan dua konsekuensi utama diantaranya, mekanisasi pertanian dengan teknologi berkapasitas besar tidak bisa diterapkan. Hal ini lantaran kondisi lahan yang kecil dan berpetak-petak.
Kemudian berlakunya the law of diminishing returns (hukum pertambahan hasil yang menurun). Melimpahnya tenaga kerja pertanian jika dikerjakan semuanya pada tanah pertanian yang kecil tersebut akan bermuara pada menurunnya produktivitas marjinal petani.
Kedua, pola kepemilikan tanah yang timpang. Pada umumnya yang mendominasi tanah pertanian di negara-negara berkembang adalah para tuan tanah. Kondisi ini akan menimbulkan gap yang pada akhirnya mengarah kepada pemiskinan kepada golongan bukan tuan tanah. Maka akan memunculkan golongan petani kaya dan miskin atas dasar kepemilikan tanah pertanian.
Keruwetan persoalan yang melingkupi sektor pertanian terlampau banyak. Sebagai negara dengan basis agraris yang kuat, maka kita harus menyiasati strategi yang tepat untuk menalangi persoalan seputar sektor pertanian.
Keberhasilan pembenahan di sektor pertanian menjadi modal utama bagi Indonesia untuk berkembang lebih jauh pada era industrialisasi. Kelimpahan sumber daya alam Indonesia menjadi keniscayaan karena menjadi kekuatan Indonesia dalam mode produksi. Artinya bahwa proses industrialisasi yang berlangsung nantinya tidak terlampau bergantung pada bahan baku impor.
Jika ditelusuri lebih jauh, bahan baku impor di Indonesia adalah hasil dari ekspor primer Indonesia. Proses hilirisasi yang minim melanggengkan siklus ini. Ini adalah sebuah ironi.
Pembangunan Pertanian di NTT
Karakter dominasi agraris sebagai aktivitas ekonomi utama masyarakat juga dijumpai di NTT. Sektor pertanian dipandang sebagai base line dari struktur perekonomian wilayah ini.
Pertumbuhan ekonomi wilayah sebagian besar merupakan kontribusi dari sektor pertanian. Sebagai leading sector, perannya sangat signifikan baik untuk keberlangsungan kehidupan ekonomi masyarakat maupun untuk menjaga asa pertumbuhan ekonomi regional NTT.
Setiap tahun pertanian selalu bercokol di puncak menyoal kontribusinya terhadap PDRB NTT. Kita juga tak menafik kehadiran lapangan usaha yang lain dalam mengkonfigurasi struktur PDRB di NTT. Namun perannya tak “semoncer” sektor pertanian. Maka bila hendak dilakukan pembangunan, maka perencana pembangunan di NTT mesti memprioritaskan sektor pertanian. Alasannya cukup sederhana.
Pertama, masyarakat NTT memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap sektor pertanian. Seperti pada argumentasi awal bahwa masyarakat petani mesti memperoleh sesuatu yang berharga dari ketergantungan ini. Itu terejawantahkan dalam konsep kesejahteraan. Kesejahteraan masyarakat akan memiliki dampak yang nyata terhadap pertumbuhan dan pembangunan ekonomi di NTT.
Kedua, seturut Arsyad, pertanian di NTT bukan hanya tentang aktivitas ekonomi. Profesi petani pun segala sesuatu yang melekat padanya adalah harga diri dan kebebasan para petani.
Jika dilihat secara geografis NTT adalah provinsi becorak kepulauan. Kondisi ini setidaknya menyimpan sumber daya potensial yang khas untuk setiap wilayah yang menjadi bagian dari NTT.
Meskipun secara umum NTT adalah wilayah pertanian, namun masih terdapat kekhususan potensi yang dimiliki oleh setiap wilayah.
Flores memiliki potensi sumber dayanya tersendiri. Begitu pula dengan Pulau Timor, Sumba, Rote, Sabu dan Pulau-Pulau kecil lainnya. Artinya bahwa sumber daya potensial yang dimiliki NTT ketersediaannya cukup banyak untuk diubah menjadi sumber daya riil.
Inilah yang menjadi modal bagi pembangunan ekonomi selanjutnya. Yang paling urgen adalah kebutuhan akan konsep serta praksis pembangunan yang tepat bagi pengembangan sumber daya potensial NTT.
Kekhasan potensi alam (pertanian) di setiap wilayah di NTT membuka ruang bagi praksis keunggulan komparatif. Artinya bahwa terdapat spesialisasi produksi. Namun jika itu terlalu jauh, maka yang paling sederhana adalah eskalasi output pertanian. Produktivitas total setiap musimnya diupayakan untuk terus ditingkatkan.
Dalam teori basis ekonomi (economic base theory) mendasarkan pandangannya bahwa laju pertumbuhan ekonomi suatu wilayah ditentukan oleh besarnya peningkatan ekspor dari wilayah tersebut ( Robinson Tarigan, 2014:28).
Lebih lanjut Tarigan menjelaskan bahwa hanya kegiatan basis yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi. Bagi NTT, sektor pertanian menjadi sektor basis utama bagi keberlangsungan pertumbuhan ekonomi.
Pada tahun 2017, sektor pertanian mengekspor kacang mete ke Vietnam dan India masing-masing $25.714 (84%) dan $1.730 (69%). Jika merujuk kepada Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI), kontribusi lapangan usaha kategori A yang meliputi Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan cukup signifikan bagi pertumbuhan ekonomi wilayah NTT.
Pada tahun 2017 sektor ini tumbuh sebesar 4,88% (yoy). Sedangkan pada tahun 2018, perekonomian Provinsi NTT di triwulan IV 2018 mengalami akselerasi pertumbuhan didorong oleh meningkatnya produktivitas pertanian terutama panen raya padi serta produksi hortikultura.
Ekspor kacang mete ke Vietnam mengalami peningkatan. Tercatat ekspor kacang mete ke Vietnam mencapai $29.276 (99%). Sedangkan ekspor komoditi yang sama ke India mengalami peningkatan menjadi 72%.
Diakui bahwa sektor pertanian memiliki daya dorong yang kecil terhadap pembangunan ekonomi seperti yang ditunjukkan oleh negara-negara dunia Utara. Pesatnya pembangunan ekonomi negara dunia utara didominasi oleh proses industrialisasi. Darinya para ekonom Barat mengkonsepsikan bahwa satu-satunya cara agar lepas dari status keterbelakangan dalam pembangunan ekonomi hanya melalui proses industrialisasi.
Konsepsi ini benar adanya. Kondisi perekonomian negara-negara industri modern memang turut melegitimasi konsepsi para ekonom Barat.
Sektor pertanian tak selamanya menyisakan narasi ketidakberdayaan dalam mendongkrak pembangunan ekonomi. Konsep backward linkage dan forward linkage mampu menegasikan ketakberdayaan sektor pertanian.
Secara sederhana konsep ini menjelaskan hubungan mutualis antara industri hulu dan industri hilir. Hilirisasi berkembang apabila terdapat mobilitas bahan baku dari industri hulu. Semakin berkembang industri hilir memberikan rangsangan bagi produktivitas industri hulu.
Di Indonesia proses menuju industrialisasi juga sedang berlangsung. Negara Indonesia sedang mengejar ketertinggalannya dalam lanskap perekonomian dunia. Mengamini konsep pembangunan negara-negara maju, Indonesia juga menerapkan pola yang sama dalam mengejar ketertinggalnnya.
Bila keterkaitan antara industri hulu dan hilir di Indonesia semakin baik, maka target pemerintah Indonesia menjadi bagian dari 10 besar negara dengan perekonomian terbesar dunia akan terwujud.
Konteks kita di NTT memusatkan perhatian pada perbaikan sektor pertanian menjadi opsi yang paling baik. Sektor pertanian menjadi aktivitas ekonomi yang paling akrab dengan masyarakat NTT dan paling mudah diupayakan untuk kesejahteraan masyarakat NTT. Jika para ekonom Barat memberi “stigma” pada sektor pertanian, maka bagi orang NTT pertanian adalah berkah.
Di NTT pembangunan ekonomi masyarakat yang paling relevan untuk dikembangkan adalah sektor pertanian. Pertanian telah mengakar dalam kehidupan masyarakat NTT.
Menguatnya peranan sektor pertanian akan membawa dampak ekonomi yang besar bagi kesejahteraan petani di NTT. Dengan demikian maka pembenahan manajemen pertanian sangat penting dilakukan.
Harian online media indonesia.com merilis berita menyangkut prospek sektor pertanian. Berita bertajuk “Jadi Jutawan Muda Dengan Bertani” menarasikan kesuksesan para agropreneur dalam mengembangkan bisnis produk pertaniannya di wilayah Sulawesi Selatan (Media Indonesia, 19/05/19).
Narasi seperti ini turut menegaskan bahwa sektor pertanian masih mendapat ruang di tengah gencarnya arus industrialisasi. Kisah inspiratif seperti ini memberikan motivasi bagi berkembangnya sektor pertanian di NTT.
Urgensi pembangunan pertanian di NTT didasari oleh dua hal. Pertama, pembangunan pertanian akan menciptakan pengganda pendapatan (income multiplier).
Sektor pertanian yang dikembangkan secara lebih baik memiliki implikasi linier dalam penciptaan struktur pendapatan masyarakat NTT. Karena masyarakat NTT didominasi oleh petani, maka pengembangan pada sektor pertanian akan menciptakan pemerataan pendapatan diantara para petani. Dengan demikian celah ketimpangannya akan semakin mengecil.
Kedua, pembangunan pertanian akan menciptkan pengganda lapangan kerja (employment multiplier). Employment multiplier yakni dengan meluasnya kesempatan kerja di sektor pertanian maupun pada sektor lain yang memiliki kaitan dengan sektor pertanian. Misalnya industri pengolahan barang pertanian.
Pembangunan pertanian di NTT menyisakan banyak persoalan. Sekalipun secara potensial kita kaya, namun dalam ranah riil kondisinya berbeda. Berbagai persoalan menyelimuti tubuh pertanian NTT. Persoalan harga, input pertanian, pasar sampai kepada persoalan kondisi alam. Untuk beberapa persoalan, masih terdapat ruang pembenahan.
A. T. Mosher (1965) menganjurkan beberapa alternatif yang patut dipertimbangkan. Pertama, pasar bagi hasil pertanian. Ketersediaan pasar akan menggairahkan petani untuk terus berproduksi dan mengembangkan kualitas pertaniannya.
Kedua, teknologi yang terus berkembang. Teknologi tidak selalu berwujud mesin. Teknologi pertanian berarti cara-cara bertani. Menerapkan sistem panca usaha tani sangat konkret untuk dilakukan.
Ketiga, tersedianya input pertanian lokal. Mengusahakan input pertanian lokal dapat dilakukan melaui skema subsidi pertanian. Misalnya pupuk bersubsidi.
Keempat, insentif bagi petani. Faktor perangsang terutama bagi petani adalah yang bersifat ekonomis. Faktor tersebut adalah harga hasil produksi pertanian yang menguntungkan petani.
Kelima, tersedianya pengangkutan yang lancar dan kontinu. Ini menjadi persoalan akut di NTT. Bagi pemangku kepentingan, menyediakan infrastruktur seperti jalan menjadi sebuah keharusan.
Terbaru, Presiden Joko Widodo telah meresmikan Bendungan Rotiklot di Kabupaten Belu. Ini menunjukkan besarnya perhatian pemerintah pusat terhadap pengembangan pertanian di NTT.
Harapannya bahwa pembangunna bendungan ini disambut dengan produktivitas yang terus menunjukkan tren positif di masa mendatang.
Voxntt.com merilis berita hadirnya Starbucks di Labuan Bajo, Manggarai Barat. Bagi masyarakat Manggarai, kehadiran Starbucks ini membuka peluang pasar bagi komoditi pertaniannya terutama kopi dan kakao.
Harapan kita bahwa pertanian di wilayah NTT terus menjadi bagian besar dari aktivitas perekonomian dunia.