Ruteng, Vox NTT – Untuk mengurangi angka stunting di Kabupaten Manggarai, Yayasan Ayo Indonesia kian gencar melakukan sosialisasi dan posyandu ke desa-desa.
Kali ini, Ayo Indonesia bekerja sama dengan Yayasan W. P. Schmitz dan Pemerintah Kabupaten Manggarai melalui Dinas Kesehatan dan Dinas Ketahanan Pangan melakukan kunjungan di Desa Welu, Kecamatan Cibal, Jumat (12/07/2019).
Selain melakukan koordinasi dengan kader-kader posyandu dari beberapa desa di Kecamatan Cibal, pada kegiatan itu juga dilakukan pelatihan pembuatan susu kedelai. Pelatihan dilakukan kepada kader posyandu dan masyarakat.
Proyek ini berkontribusi pada pencapaian target Pemerintah Kabupaten Manggarai untuk mengurangi prevalensi stunting.
Bukan hanya melakukan sosialisasi kepada masyarakat, Ayo indonesia juga akan memberikan asupan gizi bagi ibu hamil dan bayi yang terindikasi stunting.
Direktur Ayo Indonesia Tarsisius Hurmali mengungkapkan, hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan tahun 2013 angka stunting di Provinsi Nusa Tenggara Timur berada di angka 58 persen, tertinggi kedua setelah Papua.
Sementara laporan Dewan Ketahanan Pangan (DKP) Provinsi NTT tahun 2015 menempatkan Kabupaten Manggarai pada urutan ke-6 stunting, 58,78 Persen dari kondisi nasional 37 persen.
Dalam target Pemda Manggarai berkomitmen menekan angka stunting sampai 48 % pada tahun 2021 mendatang.
Tarsi mengatakan, salah satu penyebab masalah stunting adalah kurangnya asupan gizi pada bayi maupun ibu hamil.
Menurut Tarsi, berdasarkan penelitianan orang yang mengalami stunting karena konsumsi makanan yang berada di bawah ketentuan rekomendasi kadar gizi.
Anak-anak yang mengalami hambatan dalam pertumbuhan, kata dia, disebabkan kurangnya asupan makanan bergizi. Bayi yang mengalami stunting sebelum usia enam bualn akan mengalami stunting lebih berat menjelang usia dua tahun.
Stunting, kata dia, akan berdampak pada perkembangan fisik dan mental pada anak, sehingga tidak mampu untuk belajar secara optimal dan kurangnya daya ingat.
“Stunted sangat berpengaruh terhadap kesehatan dan perkembanangan anak. Masalah ini bisa berpengaruh juga terhadapat kesuksesan anak karena kurangnya daya ingat,” jelasnya saat gelar konferensi pers di Kantor Desa Welu, Jumat siang.
Sehingga selama ini Ayo Indonesia melalui kader posyandu yang telah dilatih kian gencar melakukan sosialisasi kepada masyarakat untuk mengetahui masalah stunting dan langkah pencegahannya.
“Kami yakin dalam waktu singkat masalah stunting bisa diatasi di Manggarai apabila masyarakat sudah memahami semua terkait masalah stunting dan langkah pencegahannya,” ujarnya.
Tarsi menegaskan, masalah stunting di Manggarai harus dituntaskan. Sebab itu, ia berharap agar pemerintah desa harus berkontribusi untuk melawan stunting.
Untuk diketahui, pada kunjungan di Desa Welu Ayo Indonesia dan Yayasan W.P. Schmitz diakhiri dengan penyerahan asupan gizi kepada bayi yang sudah didampingi sejak berada di dalam kandungan ibunya.
Pada saat hamil, ibu dari berberapa bayi tersebut diindikasi mengalami Kekurangan Energi Kronis (KEK).
Tetapi setelah Ayo Indonesia melakukan pendampaingan dengan pemberian makanan tambahan berupa susu kedelai, bayi tersebut kemudian bisa lahir normal dan tidak dikategorikan sebagai bayi stunting.
Perkembangan Proyek Kerja Sama Mengatasi Stunting di Manggarai
Tarsi menjelaskan, hasil terukur yang diharapkan dalam 7 bulan pelaksanaan proyek ini yakni 32 kader terpilih dari 32 posyandu berpengetahuan luas dalam topik bergizi, khususnya tentang stunting.
Baik keterampilan mengukur bayi dan anak di bawah 2 tahun, merekam dan menganalisis data berdasarkan kartu Z-Score.
Selain itu, 1 Ibu hamil atau menyusui dan anak-anak stunting per posyandu pada 32 posyandu mendapatkan intervensi dari program dalam bentuk kunjungan rumah oleh kader dan menerima pelatihan sederhana tentang pembuatan susu kedelai.
Sepuluh pemerintah desa juga diharapkan akan meningkatkan alokasi anggaran untuk masalah gizi, termasuk intervensi untuk memerangi stunting menggunakan dana alokasi desa.
Sementara hasil poyek ini sampai pada Juni 2019 adalah seluruh kader dari 32 Posyandu telah dilatih dan 98 Persen telah melakukan penyuluhan di posyandu masing-masing.
Ia menambahkan, sebanyak 26 kader posyandu yang telah dilatih dinilai sudah cakap dalam keterampilan mengukur. Sisa 20 persen kader posyandu yang masih membutuhkan beberapa praktik lagi mengenai pembacaan antropometri.
Dikatakan, dari 10 desa, 15 ibu hamil dan 82 anak stunting telah menerima susu kedelai dari kader terlatih. Kader posyandu terlatih juga sudah memeroduksi susu kedelai sebanyak 1.344 kg.
Dari jumlah produksi tersebut, kader posyandu mendapatkan pengahasilan senilai 61 juta rupiah. Sehingga proyek ini juga mampu menciptakan pendapatan kecil untuk keluarga kader posyandu.
Bahkah, pemerintah desa juga sudah terlibat langsung dalam mengampayekan perang masalah stunting di tingkat posyandu dan desa.
Dampak Lanjutan
Tarsi menjelaskan, pada periode implementasi proyek, 3.600 audiens dari 26 posyandu dan staf pemerintah desa bisa mendapaatkan informasi tentang stunting. Baik laki-laki dan perempuan, remaja dan dewasa, mapupun dari strata sosial yang berbeda.
Kader posyandu itu juga menerapkan ukuran stunting di setiap sesi posyandu dan menyimpan catatan dengan untuk untuk melakukan evaluasi.
Dengan cara itu, Tarsi mengharapakan masyarakat di wilayah proyek stunting bisa menjadi ungkapan umum.
Anak di bawah 2 tahun yang diindikasi stunting mencapai pertumbuhan panjang yang lebih baik sebagai dampak dari pemberian susu kedelai.
Selain itu, supaya kader dan staf kesehatan bisa mengukur panjang dan tinggi anak-anak secara akurat juga disiapkan papan ukur panjang dan microtoise.
Penulis: Pepy Kurniawan
Editor: Ardy Abba
Baca Juga: