Betun, Vox NTT – PT Benenai Permai milik Benny Candradinata berhasil melakukan eksekusi lahan, setelah menang dalam sengketa lahan di Dusun Webua, Desa Rainawe, Kecamatan Kobalima, Kabupaten Malaka.
Eksekusi tersebut sesuai putusan PN.ATB No.12/PDT.G/1996/PN.ATB tertanggal 18 Agustus tahun 1997.
PT Benenai Permai berhasil menguasai lahan 38 hektare, sejak tanggal 18 Agustus 1997.
Menurut Beni Chandradinata, sengketa tersebut bermula ketika beberapa oknum masyarakat melakukan penanaman kelapa di atas tanah milik perusahaannya.
Puluhan tahun berlalu, tanaman kelapa tersebut sudah tumbuh dan berbuah.
Di saat yang bersamaan, Benny Candra melakukan eksekusi lahan dan tanaman miliknya berdsarkan putusan resmi Pengadilan Negeri Atambua.
Menindaklanjuti putusan maka, eksekusi tersebut dipimpin oleh Panitra Pengadilan Negeri Atambua Hendrikus Sega didampingi pihak Polres Belu dan TNI – AD Yonif Raider Khusus 744/SYB Kompi D.
Hadir dalam eksekusi lahan itu, kuasa hukum PT Benenai Permai Luis Balun, yang diberi kuasa oleh Benny Candradinata.
“Ini putusan resmi dan sah dari pengadilan. Aturan hukumnya jelas, kalau ada yang protes, silakan ambil jalur hukum lainnya.Tapi hari ini tetap eksekusi sesuai jadwal,” tandas kuasa hukum PT Benenai Permai ini kepada wartawan di lokasi eksekusi lahan, Desa Rainawe, Kecamatan Kobalima, Senin (09/12/2019).
Di tempat yang sama Bonafasius bersama masyarakat tergugat lainnya sempat melakukan protes dan penolakan.
Penolakan tersebut terkait eksekusi lahan berdasarkan putusan PN Atambua tertanggal 18/08/1997. Hal ini karena keputusan itu dinilai tidak adil.
“Saya anggap ini keputusan sepihak karena pengacara kami tidak diberitau. Tapi sebagai masyarakat yang taat hukum, saya minta beri kami waktu untuk kami gugat lagi,” ucap Banofasius kepada pihak eksekutor.
Para tergugat juga mempertanyakan surat ahli waris yang dilimpahkan Chandra Efendy kepada anaknya Benny Candradinata.
Namun hal itu dapat dimentahkan oleh kuasa hukum PT Benenai Permai dengan akta hibah No.1/Akta/H/Kob/IV/1998 tertanggal 20 April 1998 yang dinyatakan sah secara hukum.
Merujuk pada dokumen tersebut dan putusan resmi dari PN Atambua, maka eksekusi lahan dan tanaman tetap dilaksanakan dengan catatan, pihak tergugat diberi waktu 8 hari untuk menempuh jalur hukum lainnya.
Sebab menurut Hendrikus, pihaknya hanya melakukan perintah dan itu berkekuatan hukum yang pasti.
“Kita tetap melaksanakan perintah. Jika bapak ibu mereka merasa dirugikan, silakan tempuh jalur hukum lainnya. Kami beri waktu 8 hari sesuai aturan yang berlaku,” tandas Hendrikus.
Penulis : Frido Umrisu Raebesi
Editor: Ardy Abba