*Cerpen
Oleh: Yohanes Boli Jawang
Untuk recana yang sudah dijadwalkan, hati ini tak mau lama untuk menunggu. Ingin lebih cepat menukar waktu dan mendekatkan hati.
Di penghujung Agustus, semacam bertamasyah atau dalam istilah kami outing, untuk beberapa hari di luar biara dan refresing bersama adalah tujuan dari kegiatan ini.
Pangandaran adalah tempat yang akan menjadi tujuan pertama, yang sangat menghipnotis dengan panorama pantai dan beberapa tempat wisata lain, yang merupakan bagian dari sejarah masa lalu.
Selanjutnya ada Banjar yang menjadi tempat persinggahan melepas lelah. Dan untuk tujuan akhir Ciamis menjadi tempat terkhir bermalam sekaligus perpisahan.
Lagi-lagi untuk menikmati curuk si Bolong kami harus menempuh perjalanan beberapa kilo lagi.
***
Hiruk-pikuk memecah keheningan pagi. Untuk jadwal yang telah ditetapkan, pukul 05.00 bus akan berangkat. Semua telah bersiap-siap sebelum waktunya, agak lebih cepat sesuai kesepakatan.
Tak lama suara klakson bus, di depan tepat dan bus sudah menanti. Menerobos dinginnya pagi, dengan embun yang masih menjelajah hingga ke permukaan kaca bus, seakan tak dipedulikan.
Semuanya sudah siap, seuntaian doa pendek diucapkan untuk memulai perjalanan. Alunan musik perlahan-lahan dilantunkan menghibur perjalanan.
Jalan-jalan sudah terasa hiruk-pikuknya. Perjalanan yang jauh dan berbelok-belok, menyajikan panorama yang kadang terlewatkan, petak-petak sawah mulai terlihat.
Hiruk-piku yang semakin terasa. Waktu terus saja bergulir dan mentari mulai menyapa dari ufuk timur. Dingin mulai menghilang bersama embun yang kian menipis.
Untuk canda dan tawa terus berlanjut dalam iringan musik yang tak henti. Entah berapa jauh lagi? Sesekali hati ini bertanya, namun tetap tenang untuk panorama yang terlalu menghipnotis jangan sampai terlewatkan tanpa mata yang sudah semakin terpesona dengan keindahan alam.
Sepotong roti dan sebotol air mulai diedarkan, untuk sebisa mungkin mengisi kekosongan dahaga, dan perjalan pun terus berlanjut.
Untuk pertama kali nama Ciamis mulai terlihat. Daerah Ciamas semakin dekat saja. Tepat didepan terpampang tulisan “Paroki Ciamis”.
Untuk sesaat kami melepaskan lelah, sambil menikmati pemandangan di sekitar. Tak lama kotak nasi disodorkan, sekiranya untuk sesaat lagi kami menikmati masakan ala Kota Ciamis.
Untuk tidak terlalu membuang-buang waktu, sekotak nasi pun sudah habis disantap dan kami kembali bersiap-siap untuk melanjutkan perjalanan.
Masih berapa jauh, itu masih menyimpan tanya. Sekali lagi untuk beberapa waktu saja menyinggahi Banjar sejenak melepaskan lelah.
Masakan ala Banjar sudah tersedia, tapi kali ini kami harus katakana “maaf”, sebagai pengganti kami iakan saja segelas jus yang berbeda-beda.
Sedikit berceloteh dan setelah itu kami melanjutkan perjalan menuju tempat pertama Pangandaraan.
“Berapa jam lagi kita akan sampai? Sesekali mencoba untuk bertanya. “Mungkin kita akan memerlukan satu atau dua jam lagi untuk bisa sampai” demikian mereka menjawab dengan jawaban yang agaknya terlalu berbeda satu dengan yang lain.
Sinar mentari semakin menunjukkan kecongkakan, tapi alunan musik seakan menduhakan. Semuanya hening seakan ingin bertemu bersama mimpi. Tujuan akhir tinggal menunggu waktu.
“Selamat datang di kota Pangandaran” sebuah tulisan besar sudah terlihat dan terpampang didepan gerbang utama.
“Akhirnya sampai juga” cetus beberapa dari kami. Wajah-wajah terlihat berseri dan cerah, untuk penantian yang sudah terlalu lama.
Perlu beberapa menit untuk melepas lelah, bersiap-siap untuk sedikit langkah menikmati pemandangan pantai. “ribuan massa sudah memadati area pantai.
Roda dua dan empat berhamparan di mana-mana. Sedangkan lautan bertaburan perahu-perahu kecil. Menembusi kerumunan dan hiruk-pikuk massa, dan sesekali mata melanglang memperhatikan panorama di sekeliling.
***
Pintu masuk wisata terlihat masih terhalang. Untuk bisa masuk harus merogo saku. Tak menunggu lama akhirnya kami pun diperbolehkan masuk, dengan seseorang sebut saja semacam guide.
Sementara menelusuri petak-petak jalan, guide sudah sangat antusias menjelaskan tentang sejarah untuk tempat-tempat yang kan kami kunjungi.
Sebut saja monkey bermain-main sepanjang jalan, mereka terlihat akrab dan menikmati kehidupan. Dan lagi panorama peninggalan-peninggalan yang menurut sejarah masih dirasakan sampai saat ini.
Untuk tempat terakhir adalah pasir putih. Untuk kembali perahu kecil selalu siap untuk membantu menyeberangi laut.
Sebelum ketempat pertama, kami berkeliling dengan perahu kecil, mungkin dua atau tiga meter atau beberapa lagi dari tempat pertama.
Dan selanjutnya kami akan kembali menikmati sisah panorama sore yang akan menemani kami menuju ke penginapan.
Letih seakan terbayar habis oleh sajian panorama yang sudah terlalu menghipnotis. Sepotong roti dan segelas air menjadi penambah daya untuk petualangan kami di tempat ini.
Untuk peraayaan misa dimulai tepat pukul 18.00. beberapa umat telah lebih dahulu. Suasana kembali hening dalam syukur yang tak terucap.
Untuk bertemu mimpi Ciamis menjadi peraduannya. Tetapi sebelum berpisah dengan pangandaran, beberapa menu sebagai ungkapan kebersamaan yang sudah ada meski itu hanya bisa terhitung.
Tapi itu tidak terlalu penting buat kami, karena yang lebih dari pertemuan itu adalah tentang kebersamaan kami.
Mentari sudah berpamit dan senja menyapa mengajak menuju malam. Tidak terlalu jauh untuk berjalan kaki.
Kami menuju tempat di mana akan bersulang bersama pangandaran di malam ini, dengan menu yang mungkin sudah terlalu biasa.
Kaki-kaki massa tak pernah berhenti, kerlap-kerlip lampu kota mengiringi. Untuk waktu mungkin kami tidak terlalu menghiraukan. “Good bye pangandaran”.
Malam hening dan ingin segera bertemu mimpi. Perjalanan yang lumayan jauh. Musik yang selalu setia untuk menemani perjalanan. Malam bersama Ciamis, merajut mimpi.
***
Pagi ini adalah hari minggu. Untuk tidak terlalu lama, semuanya bersiap-siap menuju gereja.
Tepat di tempat bagian koor, untuk mengiringi selama perayaan berlangsung.
“Syukur untuk segalanya dalam sajak-sajak doa kami, dan tubuh dan darah yang kudus yang telah dengan rela menyerakan hidupnya untuk kami semua” Doaku di hari itu.
***
Untuk hari ini kami punya waktu yang terlalu banyak. Perayaan misa sudah selesai. Tidak menunggu waktu, beberapa menu sarapan sudah tersedia.
Untuk kali ini, curuk si bolang menjadi tujuan kami. Untuk sampai kesana, perlu menempuh beberapa kilometer. Lantunan lagu sudah pasti untuk mnemani perjalanan.
Jalan yang berbelok dan tanjakan yang tak terkira kami lewati. Hanya sempat mengalami kesusahan untuk rute yang agaknya membingungkan.
Tujuh curuk si bolang, kami harus membutuhkan banyak stamina untuk bisa sampai kesana. Panas yang sudah terlalu tak pernah kami hiraukan. Beberapa curuk sudah kami lewati, di bawah rimba.
Meski lelah, namun sejuknya puncak memberi harap untuk kami yang terlalu dan lebih suka untuk selalu mencari dan mencari. Beberapa kali untuk sejenak mengambil gambar.
Katakanlah ini sebagai kenagan untuk kami yang mungkin saja tidak kembali melihat panorama curuk si Bolang. Tapi kami berharap kita punya waktu yang berikutnya untuk saling bertemu.
Untuk kembali kami perlu sedikit waktu. Hutan belantara kami lewati hanya untuk lebih dekat dengan curuk yang masih terlalu jauh di puncak. Beberapa waktu saja kami sudah sampai di sebuah pondok yang tak jauh.
Sejenak melepas lelah, hidangan semangkok mie instant untuk tenaga yang mulai terkuras. Sedikit lagi perjalan untuk untuk sampai ke tempat pertama. Curuk si Bolong kita sampai disini dulu, kuharap kira masih punya waktu nutk bercerita lagi.
***
Malam ini Banjar menanti, tapi hanya sekedar berbagi cerita dan bercumbu sejenak. Semuanya diawali dengan perayaan misa. Hiruk-pikuk sudah terlalu biasa.
Kali ini tepat di persimpangan jalan, cerita kami bersama Banjar, hanya saja kami punya sedikit cerita.
Banjar kami tidak punya banyak waktu untuk kali, berikut kami harap kita lebih lama bercerita hingga membuat kisah. Ciamis menanti kembali untuk merajut mimpi.
Untuk cumbu di akhir mimpi bersama Ciamis. Untuk malam ini, waktu yang tepat untuk beristirahat lebih baik.
***
Pagi sudah menghilang da mentari mulai menyapa. Doa dan perayaan adalah bagian dari hidup kami yang tak terpisahkan untuk memulai hari. Kita akhiri kisah bersama Ciamis.
Terima kasih untuk suguhan dan secara umum saja segalanya. Sedikit saja menyedu sarapan, untuk bertahan dalam perjalan pulang kami.
Akhir kata dari kisah kuucapkan terima kasih karena waktu masih punya kesempatan untuk kita merangkai cerita. Hidup adalah bercerita dan kita adalah pembuat cerita.
#koor: paduan suara mengiringi misa#
#Bandung#
#Catatan akhir dari kisah bersama Pemulung kata#
Yohanes Boli Jawang adalah Mahasiswa S1 Filsafat Univesitas Parahyangan Bandung