Ruteng, VoxNtt.com- Pasca pemerintah kabupaten (Pemkab) memfasilitasi pemaparan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) PT Master Long Mining Resources (MMR) pada 7 Januari 2017 lalu, gelombang reaksi penolakan sejumlah pihak pun mulai muncul.
PT MMR merupakan sebuah perusahan pertambangan yang sedang mengajukan permohonan izin lingkungan untuk melakukan eksplorasi mangan di Blok Nggalak dan Maki, Kecamatan Reok Barat-Manggarai.
Atas rencana ini, kebijakan pemerintah kabupaten (Pemkab) Manggarai di bawah rezim Deno Kamelus dan Victor Madur hingga kini terus disorot.
Bahkan, tak tanggung-tanggung beberapa aktivis anti tambang menyatakan ada dugaan “politik transaksional” dibalik upaya memfasilitasi proses AMDAL dari PT MMR.
Kordinator Justice, Peace and Integrity of Creation (JPIC) Keuskupan Ruteng Pastor Marten Jenarut menduga, ada “politik transaksional” di balik upaya menfasilitasi proses AMDAL dari perusahan pertambangan tersebut.
Ia mengatakan hal itu, sebab hanya berselang satu tahun setelah pemilihan kepala daerah (Pilkada) pada Desember 2015 lalu, pemerintah Manggarai sudah menfasilitasi perusahan pertambangan.
“Dalam bacaan orang politik, ini adalah politik dagang sapi. Ada politik transaksional ini. Lalu, apakah gaya politik seperti ini mau dipertahankan untuk kita?,”ujar Pastor Marten di ruangan Komisi C DPRD Manggarai, Rabu (18/1/2017).
Menurut dia, di Manggarai sangat tidak cocok untuk melakukan aktivitas penambangan. Sebab, jika dibandingkan maka lebih banyak mudaratnya ketimbangkan kebaikan bagi masyarakat.
“Kalau mau bilang peningkatan kesejahteraan, tidak sejahtera-sejahtera mereka (warga lingkar tambang) ini. Kegiatan penambangan tidak menjadi tambah 10 senti perut mereka. Tidak,” tegas Marten dalam kesempatan mendampingi masyarakat Nggalak bertemu dengan DPRD Manggarai itu.
“Kalau dibilang untuk menambah struktur APBD, sejauh yang kami tau dari 28 Izin Usaha Pertambangan di Manggarai kontribusi di APBD cuma 100 juta (rupiah). Tidak pas untuk (bangun) satu ruangan kelas. Terus apakah political will seperti ini mau dipertahankan? Naif menurut saya,” tambah Pastor Marten.
Lebih lanjut kepada ketua Komisi C DPRD Manggarai Wilibrodus Kengkeng, Marten menunjukan sejumlah dokumen saat aktivitas pertambangan di Nggalak pada tahun 2010 lalu.
Dikatakan, kala itu masyarakat Nggalak memang pernah menandatangani dokumen persetujuan. Namun, dokumen tersebut bukan persetujuan untuk melakukan eksploitasi melainkan kegiatan eksplorasi.
Dia menegaskan, Undang-undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Minerba secara tegas menyebutkan tentang tingkatan penambangan. Itu antara lain, ada kegiatan penyelidikan, eksplorasi, dan eksploitasi.
Pada Pasal 135 UU ini, kata Marten, telah diatur jelas sebelum melakukan eksploitasi harus meminta izin terlebih dahulu kepada pemegang hak ulayat.
Selain itu, lanjutnya, kegiatan penambangan di Desa Nggalak sudah masuk dalam kawasan hutan lindung. Padahal, berdasarkan UU Kehutanan menyebutkan hutan lindung memiliki fungsi sebagai penyanggah kehidupan.
Atas kejanggalan ini, dia mempertanyakan apakah pemerintah daerah Manggarai sudah pernah mengajukan izin pinjam pakai lahan. Itu terutama izin dari Kementrian Kehutanan atas aktivitas penambangan pada kawasan hutan lindung di Nggalak.
“Saya sangat yakin 90 persen belum dapat itu izin. Sekarang kalau belum dapat izin, terus undang-undang mau dilabrak untuk dikasih kepada investor tambang untuk melakukan pertambangan?,” ujar Marten.
Dugaan adanya “politik transaksional” sejauh ini memang tak hanya disampaikan oleh Pastor Marten. Dugaan yang sama pun pernah muncul dari kordinator JPIC SVD Ruteng Pastor Simon Suban Tukan.
“Patut diduga bahwa Pemilukada yang lalu investor tambang sudah bantu Cabup Deno dan Cawabup Madur, sehingga saatnya untuk rezim ini membalas “kebaikan” investor tambang,” ujar Pastor Simon kepada VoxNtt.com via ponselnya, Selasa (10/1/2017) lalu.
Menurut dia, politik balas jasa ini ditandai dengan Pemkab Manggarai di bawah rezim Deno-Madur berusaha untuk memfasilitasi pemaparan AMDAL PT MMR pada 7 Januari 2017 lalu. (Ardy Abba/VoN)
Foto: Pastor Marten Jenarut, Kordinator JPIC Keuskupan Ruteng saat menyampaikan pendapat di ruang komisi C DPRD Manggarai (Foto: Ardy Abba/VoN)