Soe, Vox NTT- Dugaan kelalaian yang dilakukan seorang dokter dan 4 bidan saat proses persalinan di RSUD Soe ditanggapi anggota DPRD TTS.
Pihak DPRD setempat akan memanggil Direktur RSUD SoE pada Senin (8/4/2017) untuk memberikan klarifikasi mengenai penyebab kematian Yohana dan bayinya usai mengalami pendarahan hebat saat persalinan pada 26 April 2017 lalu.
BACA:Istri dan Anak Meninggal, Yafred Nekat Polisikan Dokter dan Bidan RSUD SoE
Ketua Komisi 4 DPRD TTS, Uksam Selan yang merupakan mitra kerja RSUD SoE saat ditemui di GOR Nekmese mengatakan pihaknya sangat kesal dengan kondisi pelayanan kesehatan di RSUD SoE yang mengesampingkan SOP yang berlaku.
Menurut Selan, kejadian seperti ini sudah berulangkali terjadi di RSUD SoE.
“Ini bukan kali pertama, kita menyayangkan kenapa keadaan ini terus terjadi,” kesal Uksam Selan.
Menurut Selan, sebagai Ketua Komisi 4 yang bermitra dengan RSUD SoE pihaknya harus mendapat penjelasan dari Direktur RSUD serta tim medis terutama yang menangani pasien Yohana bersama bayinya di ruang persalinan RSUD SoE.
“Kita akan panggil untuk mendapat klarifikasi hari Senin (8/4/2017) baik direktur maupun tim medisnya,”kata Selan.
Uksam merasa prihatin dengan kondisi dan manajemen RSUD SoE yang terkesan mengabaikan pelayanan prima.
“Jika ada kelalaian maka kita minta Bupati segera copot direkturnya dan kita dukung sepenuhnya langkah yang ditempuh pihak keluarga untuk proses hukum. Kita pasti kawal,”janji Uksam.
Hal senada juga disampaikan anggota DPRD lain, Marthen Tualaka. Menurut Marthen, manajemen RSUD Soe perlu dilakukan evaluasi baik para medis maupun manajemen.
“Perlu dilakukan evaluasi terhadap kinerja para medis maupu manajemen. Juga memberi peringatan agar tidak ada lagi pesien lainnya yang bernasib sama seperti ibu Yohana,”kata Marthen.
BACA:RSUD Soe Tanggapi Kasus Kematian Yohana dan Bayinya
Evaluasi dan peringatan tersebut akan dilakukan oleh DPRD dalam waktu dekat ini dengan pemanggilan Direktur RSUD SoE dan para medis yang menangani Yohana Da Silva.
Mengenai upaya hukum yang ditempuh oleh keluarga Yohana, Marthen memberikan dukungannya.
“Saya sangat dukung upaya keluarga untuk memproses kasus ini. Dan kita dorong agar aparat penegak hukum untuk memproses kasus tersebut sesuai hukum yang berlaku,”kata Marthen.
Kronologis
Dikisahkan Yafred (suami Yohana), dia membawa istrinya untuk bersalin ke RSUD SoE pada tanggal 25 April 2017 sekitar pukul 10. 00 Wita dan langsung dibawa ke ruang persalinan.
Keesokan harinya tepatnya tanggal 26 April 2017 sekitar pukul 12.00 Wita diberikan obat perangsang oleh dokter untuk membantu kelancaran persalinan.
Selang beberapa saat kemudian terjadinya reaksi sehingga Yohana mengeluh sakit pada bagian perut sementara dokter EM sudah meninggalkan ruang persalinan dan menitipkan kepada 4 orang bidan untuk memantau perkembangan Yohana.
Setelah memberi obat perangsang dokter EM keluar dari ruang persalinan dan menitipakan pesien kepada 4 orang bidan untuk memantau perkembangan selanjutnya.
“Awalnya setelah masuk di ruang bersalin, dokter tawarkan ke saya untuk kasih obat perangsang. Karena saya juga tidak tahu makanya saya setuju,”kata Yafred yang diamini oleh martuanya Magdalena Da Silva Diaz.
Sekitar pukul 17:00 Wita, istri Yafred, Yohana Da Silva merasa sudah hendak melahirkan dengan rasa sakit yang tidak tertahan lagi.
Melihat kondisi sang istri, Yafred memanggil bidan untuk memberikan pertolongan. Tetapi saat itu bidan menjawab belum waktunya untuk bersalin.
Menurut Yafred saat itu bidan-bidan itu malah asyik mencatok rambut mereka. Sempat mengecek dengan tangannya di bagian vital Yohana namun bidan kembali beralasan belum waktunya melahirkan.
“Waktu itu saya panggil bidan karena saya lihat istri saya sudah tidak tahan sakit, bidan datang dan kasi masuk tangan lalu bidannya bilang, ‘sabar itu belum waktunya’, lalu bidan itu pergi untuk lanjut catok rambut,”kata Yafred.
Selanjutnya kata Yafred, sekitar pukul 19.00 wita karena istrinya sudah tidak tahan sakit Yafred kembali memanggil bidan untuk mengecek kondisi Yohana.
Tetap dengan cara yang sama bidan tersebut memasukan tangannya ke organ vital dan seketika itu juga darah pun mengalir begitu banyak disertai pices.
“Waktu bidan kasih masuk tangan lagi setelah itu darah mulai keluar begitu banyak dan juga dengan ta’i, sehingga saya keluar ruang karena tidak bisa liat kondisi istri saya lagi,”tutur Yafred.
Lebih lanjut kata Yafred, setelah melihat kondisi Yohana yang sudah lemas, sesak nafas, pucat serta pendarahan hebat, salah seorang bidan berusaha menelpon dokter EM sembari 3 orang bidan lainnya berupaya membantu persalinan Yohana.
BACA:Jaksa Selidiki Defisit APBD TTS Senilai 174 M
Bayi pun berhasil keluar, namun nyawanya sudah tidak bisa tertolong. Ketika dokter EM datang dia hanya berusaha mengeluarkan ari-ari yang masih tertinggal di dalam perut. Sayangnya nyawa Yohana juga tidak bisa diselamatkan.
Sebelum melakukan pertolongan kata Yafred, dokter EM sempat menawarkan kepada dirinya untuk dilakukan operasi untuk mengangkat ari-ari dengan biaya Rp. 2.750.000.
Namun sebelum dia mengamini permintaan dokter EM, Yohana menghembuskan napas terakhirnya.
Melihat proses penanganan persalinan yang terkesan lalai tersebut, Yafred memilih untuk menempuh jalur hukum dengan melaporkan dokter EM ke polisi.
Laporan itu diterima oleh IPDA Otnial Natonis dengan nomor LP/136/V/2017/Res TTS tertanggal 03 Mei 2017. Sampai berita ini diturunkan dokter EM belum juga berhasil dihubungi. (Paul Resi/VoN).