Ruteng, Vox NTT- Kasus Operasi Tangkap Tangan (OTT) Aldo Febrianto, harus dijadikan sebagai momentum membersihkan perilaku peras dan suap yang masih marak terjadi di kalangan anggota kepolisian Polda NTT.
Soalnya, perilaku peras dan suap tersebut sudah lama dikeluhkan masyarakat, terutama bagi mereka yang terkena kasus hukum.
Hal itu disampaikan Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), Petrus Salestinus kepada VoxNtt.com melalui pesan WhatsApp, Kamis (14/12/2017).
“Publik NTT menaruh harapan tinggi kepada Kapolda NTT yang baru, sejak dinaikan tipenya dari Polda yang semula berada pada tipe B dinaikan tingkatnya menjadi tipe A pada Maret 2017, dengan konsekuensi Kapoldanya seorang Perwira Tinggi Bintang Dua/Irjen Pol,” katanya.
“Salah satu alasan kenaikan tipe Polda NTT dari tipe B menjadi tipe A adalah naiknya ancaman keamanan, padahal persoalan ancaman terhadap keamanan, tidak semata-mata timbul dari masyarakat karena sebab-sebab dari luar tetapi juga lebih disebabkan karena perilaku aparat Polri yang sering melukai hati masyarakat (seperti soal peras, suap, pungli dll), dalam sikapnya sehari-hari,” tambahnya.
Karena itu, lanjut Salestinus, kenaikan tipe tersebut menuntut perbaikan perilaku aparat Polri dalam melayani masyarakat NTT, dengan lebih mengedepankan sikap melindungi, mengayomi dan melayani tanpa masyarakat kehilangan sesuatu apapun ketika berurusan dengan Polisi.
“Masyarakat sering mengeluh dan keluhan masyarakat tentang perilaku aparat kepolisian tergolong tinggi sebagaimana pengaduan masyarakat kepada Ombudsman, menempatkan Polri pada urutan pertama mendapat sorotan masyarakat terkait pelayanan publik yang terburuk disusul dengan BPN/Pertanahan dan Badan Kepegawaian,” ujarnya.
“Suburnya pelayanan buruk di Kepolisian juga disebabkan karena masyarakat korban tidak berani melapor peristiwa peras, suap dan pungli, tidak percaya kepada lembaga yang menerima laporan dan tidak percaya kepada pimpinan instansi yang menangani engaduan masyarakat, karena pimpinan instansi yang bersangkutan dinilai tidak berniat melakukan perubahan atau pembenahan,” tegas Salestinus.
Karena itu, menurut advokat Peradi itu, Kapolda NTT harus membudayakan OTT di setiap kabupaten dan memberikan jaminan perlindungan kepada masyarakat korban pemerasan, suap dan pungli, agar tidak dituntut balik atau dipersulit ketika berurusan dengan polisi.
Untuk itu, dia meminta Kapolda segera membuka kotak pengaduan masyarakat di setiap kabupaten sehingga Kapolda bisa tahu apa yang menajadi keluhan masyarakat ketika berurusan dengan anggota kepolisian di setiap Polres dan Poksek di NTT.
“Pelakasaan OTT oleh Propam Polda NTT terhadap Iptu Aldo Febrianto, belum memunculkan signyal bahwa OTT ini akan menjadi momentum bersih-bersih anggota Polri dari perilaku tercela dan melanggar hukum, sebagaimana harapan Presiden Jokowi dan Kapolri Jenderal Tito Karnavian saat menaikan Tipe Polda NTT ke Tipe A,” jelasnya.
“Malahan, bisa saja OTT ini hanya dilakukan secara sporadis sekedar pencitraan. Apalagi sejak awal OTT Iptu Aldo Febrianto, sudah muncul sejumlah kejanggalan antara lain tidak adanya penjelasan resmi dari Kapolres Manggarai mengenai kebenaran OTT tersebut, juga tidak adanya penangkapan 1×24 jam,” imbuhnya.
Kontributor: Ano Parman
Editor: Adrianus Aba