Kupang, Vox NTT- Forum mahasiswa Universitas (FMU) PGRI NTT, didampingi Aliansi GMNI Komisariat Universitas Kristen Indonesia (UKI Jakarta dan GMNI Cabang Jakarta Timur, menggelar aksi di depan Kantor Kementrian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi Jakarta Selatan, Senin, 11 Desember 2017.
Aksi tersebut dimulai pukul 16.00 WIB. Meski diguyur hujan lebat, hal itu tidak menjadi halangan bagi para demonstran untuk menyampaikan tuntutan mereka.
Koordinator Umum Forum Mahasiswa Universitas ( FMU) PGRI NTT, Petrus Tansius Dedi, melalui pesan WhatsApp, di Jakarta, Rabu, (12/12/2017) malam, mengatakan, dalam aksi tersebut mereka menjadi representasi mahasiswa/i dan beberapa alumni yang tergabung dalam FMU PGRI NTT, yang selama ini menjadi korban permainan elit-elit Kampus.
Menurut dia, selama ini kedua pihak terkait yakni kubu Soleman Radja dan Samuel Haning hanya memprioritaskan diri mereka dan kelompoknya dengan mendirikan Universitas baru, tanpa mempertimbangkan keselamatan civitas PGRI NTT, khususnya mahasiswa yang hingga saat ini nasibnya tak tentu.
“Kami datang ke sini sebagai representatif dari mahasiswa/i dan beberapa alumni yang tergabung dalam FMU PGRI NTT yang selama ini sudah dipermainkan oleh kepentingan elit-elit kampus yang memprioritaskan mendirikan Universitas baru, tanpa mempertimbangkan penyelamatan civitas PGRI NTT khususnya para mahasiswa,” tegas Dedi.
Setelah berorasi sekitar 30 menit, kata dia, Pihak DIKTI pun meminta perwakilan aksi berjumlah enam orang untuk bertemu mereka.
“Adapun perutusan tiga orang di antaranya sdalah mahasiswa PGRI NTT, tiga orang lainnya ketua GMNI Komisariat UKI, Ketua GMNI Jakarta Timur, dan perwakilan aliansi masyarakat Solidaritas,” ujarnya.
Dalam diskusi lanjut dia, FMU diterima oleh Sekretaris Direktorat Jendral, Dr. Ir. Agus Indarjo, M. Phil didampingi, staf Pengendalian Kelembagaan Pendidikan Tinggi Bpk. Hendri Tambunan.
“Dalam sesi pembukaan Audience tersebut, perwakilan FMU diberi kesempatan untuk memaparkan materi dan tuntutan mereka terkait Keputusan MENRISTEK. Pertama, Pemerintah segera mengalihkan mahasiswa eks PGRI NTT ke Perguruan tinggi lain yang memiliki rumpun Program studi yang sama, bukan ke universitas yang baru didirikan di tahun 2017. Kedua, Segera bereskan administrasi data mahasiswa dan alumni Universitas PGRI NTT yang bermasalah,” katanya.
Menanggapi materi dan tuntutan FMU, Sekjen Agus Indarjo, menerangkan beberapa hal terkait keputusan MENRISTEK di antaranya, Pertama, kepeutusan MENRISTEK didasarkan adanya permintaan dari kedua belah pihak (Rektorat dan Yayasan).
Kedua, keputusan MENRISTEK didasarkan adanya mufakat antara ketiga belah pihak ( Rektorat, Yayasan dan DIKTI), untuk tidak klaim- mengklaim atau gugat-menggugat, dan tidak boleh ada pihak yang dirugikan.
“Terkait keputusan MENRISTEK perlu saya menjelaskan beberapa hal di antaranya, pertama, keputusan MENRISTEK didasarkan adanya permintaan dari kedua belah pihak (rektorat dan Yayasan). Kedua, keputusan MENRISTEK didasarkan adanya mufakat antara ketiga belah pihak ( Rektorat, Yayasan dan DIKTI), untuk tidak klaim- mengklaim atau gugat-menggugat, dan tidak boleh ada mahasiswa yang ribut dan protes”, ucap Agus Indarjo, Sekretaris Ditjend itu.
Pemerintah Lakukan Pembiaran
Dedi menambahkan, Pemerintah juga turut mengorbankan mahasiswa dengan cara melakukan pembiaran terhadap dua kubu di Universitas PGRI NTT berpolemik tanpa ada upaya menengahi.
Bayangkan kata dia, dari tahun 2013 persoalan ini dibiarkan begitu saja tanpa ada upaya pemerintah untuk memberikan solusi.
Persoalan ini kata dia, kedua belah pihak tidak mungkin dua-duanya bersalah atau pun sebaliknya, dua-duanya benar.
Sehingga lanjut dia pemerintah harus melakukan mediasi, jika perlu memproses hokum kedua pihak terkait.
“Jadi kalau benar negara kita ini adalah negara hukum tolong tegakan itu,” tegasnya.
Bagi mereka (FMU), keputusan Menteri terkesan lebih mengakomodir kepentingan dua belah pihak yang bertikai.
”Maka jika Menteri berpatokan pada keputusan itu, kami (FMU) tetap pada tuntutan kami dan tolong segera mengakomodir,” tambahnya.
Menanggapi hal itu, Sekretaris Dijten mengatakan, tugas mereka adalah mengetahui posisi Perguruan tinggi, jenis Perguruan tinggi, dan memberikan izin melakukan pembinaan dan mencabut izin.
Situasi-situasi itu mestinya diskusikan di Kupang. “Tuntut penyelenggara itu, masa menghasilkan sarjana dengan proses seperti itu,” ujarnya.
Untuk ijazah alumni, khusus alumni pasca dualisme tidak semuanya diakui karena sudah ada surat larangan untuk menyelenggarakan wisuda.
“Masalah PGRI NTT cukup melelahkan, izin baru itu dikeluarkan karena adanya mufakat, kalau di luar dari pada mufakat itu, nanti kami cabut saja izinnya,” cetusnya.
Dia melanjutkan, sebagai solusi bagi mahasiswa eks PGRI NTT yang tidak mau memasuki Universitas baru, pihak Dikti memenuhi tuntutan mereka untuk dialihkan ke Universitas swasta lain di mana saja.
Pihak Dikti berjanji untuk berkoordinasi dengan beberapa PT. Swasta yang akan menjadi peralihan mahasiswa, sesuai dengan tuntutan FMU.
“Bagi mahasiswa eks PGRI NTT yang tidak mau memasuki Universitas baru itu, kami memenuhi tuntutan kalian untuk dialihkan ke Universitas swasta lain di mana saja, silahkan kamu tentukan pilihan kamu mau di universitas mana nanti kita berkoordinasi dengan mereka,” lanjut Sekretaris Ditjen
Penulis: Tarsi Salmon
Editor: Boni Jehadin