Ende, Vox NTT-Cuplikan atau fragmen “Peti Mati” oleh Orang Muda Katolik (OMK) Paroki Wolowaru, Kabupaten Ende, mau mengangkat realita perdagangan manusia (human trafficking).
Aksi ini masih satu kesatuan gerakan seribu lilin menentang perdagangan manusia yang marak belakangan ini di NTT.
Acara tersebut digelar di Lapangan Wolowaru pada Kamis malam, (22/3/2018). Dalam aksi ini juga diadakan doa lintas agama yang diwakili Pastor Paroki Wolowaru, Pendeta dan Imam Masjid Wolowaru.
Pastor moderator Wolowaru, P. Laurens Woda mengatakan, kegiatan solidaritas tersebut merupakan inisiatif OMK Wolowaru yang melibatkan tujuh lembaga sekolah, tokoh agama, tokoh muda, tokoh masyarakat serta sejumlah elemen penting.
“Ini untuk pertama kali terjadi di Wolowaru. Diharapakan, kegiatan ini menumbuhkan kesadaran dan tanggung jawab bersama terhadap persoalan human trafficking,”ucap Pastor Laurens.
Ketua OMK Wolowaru, Oliva Seti mengaku bangga dengan semangat dan kerjasama OMK hingga akhirnya dapat menggelar aksi seribu lilin.
Diharapkan ini menjadi gerakan bersama untuk menolak segala bentuk perdagangan manusia sehingga meminimalisir korban tenaga kerja asal NTT secara khusus kabupaten Ende bahkan kecamatan Wolowaru untuk bekerja di luar negeri tanpa prosedur yang resmi (illegal).
“Kami melibatkan setiap sekolah untuk membawakan acara puisi, orasi dan pernyataan sikap bersama, serta OMK Wolowaru membawakan fragmen “Peti Mati” yang mengangkat realita perdagangan manusia,”ucap Oli
Pastor Paroki Wolowaru, P. Nikomedes Mere, memberikan apresiasi kepada OMK yang telah menggelar kegiatan tersebut. Menurutnya, gerakan menolak perdagangan manusia harus menjadi tanggung jawab bersama.
“Rumah kita ada di sini, di Wolowaru ini, di Kabupaten Ende, di NTT ini. Kita harus menolak segala bentuk mafia perdagangan manusia dengan bersama-sama menyerukan jangan lagi jual sesama kita (ma’e sai teka imu sama kita)”ucap Pastor Medes dan diulangi masyarakat.
Sementara Kapolsek Wolowaru, Boby Rahman, mendukung gerakan OMK Wolowaru sebagaimana hal itu diatur dalam Undang-Undang tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) pasal 21 tahun 2007.
“Atas nama lembaga penegak hukum, kami mendukung gerakan ini agar bersama-sama kita menolak TPPO. Ini soal pemahaman atau kesadaran, faktor ekonomi dan juga kultur budaya patriarkal yang selalu mengabaikan peran perempuan,”kata Rahman
“Kami mengakui bahwa, terkait persoalan ini, sering terjadi mis-koordinasi di tingkat lembaga penegak hukum baik pihak kepolisian, kejaksaan maupun kehakiman sehingga terjadi mis dalam penegakan hukum terhadap pelaku TPPO,”katanya lagi.
Camat Wolowaru, Silvester Rapa menyatakan, mayoritas masyarakat NTT yang menjadi korban human trafficking tidak mengantongi prosedur yang resmi.
Ia pun mengajak masyarakat Wolowaru agar tidak tergiur dengan tawaran-tawaran untuk bekerja di luar negeri dengan tanpa dokumen sah.
“Pada kesempatan ini, saya menghimbau kepada seluruh masyarakat kecamatan Wolowaru agar tidak tergiur dengan tawaran janji bahkan dari keluarga sendiri untuk bekerja di luar negeri tanpa melalui prosedur yang legal. Banyak korban yang meninggal tidak memiliki identitas resmi dan sulit untuk dipulangkan ke kampung asalnya,”tegas Camat Silvester.
Penulis : Ian Bala
Editor: Irvan K