Borong, Vox NTT- Tokoh muda asal Manggarai Timur (Matim), Edi Dahal turut menyoroti kebijakan dan mekanisme perekrutan tenaga harian lepas (THL) pada setiap organisasi perangkat daerah (OPD) di kabupaten itu.
Edi menilai perekrutan THL pada setiap OPD di Matim belum ada dasar hukum yang sah. Dasar hukum itu terutama untuk bisa mendapatkan THL yang berkualitas.
“Saya menduga perekrutan THL di Matim berdasarkan konspirasi besar antara wakil rakyat dengan pemerintah. Cela masuk untuk perekrutan THL berdasarkan, ini keluarga siapa, siapa keluarga siapa. Sehingga munculah yang namanya nepotisme,” tegas Edi kepada VoxNtt.com melalui pesan WhatsApp-nya, Selasa (29/05/2018).
Menurut dia, hingga kini masyarakat Matim belum mendapatkan informasi pasti terkait dasar hukum yang sah di balik pengangkatan THL di setiap OPD.
Pemerintah dan DPRD, ujar Edi, mestinya menjelaskan dasar hukum pengangkatan THL agar masyarakat tidak gamang.
Kegamangan masyarakat terus bermunculan lantaran eksekutif dan legislatif di Matim seakan diam saja dalam proses rekruitmen THL. Padahal, sengkarut pengangkatan THL sudah menjadi sorotan banyak pihak.
Aktivis GMNI Cabang Manggarai itu menambahkan, beberapa kali mahasiswa melakukan aksi unjuk rasa terkait persoalan THL.
Namun, jawaban Pemkab Matim karena daerah otonomi baru, sehingga membutuhkan tenaga untuk membantu program kerja di setiap OPD.
Menurut Pemkab Matim lanjut dia, perekrutan THL merupakan tanggung jawab pimpinan di setiap OPD.
“Mestinya DPRD dan pemerintah harus membuat regulasi yang jelas terkait THL di Matim,” tandas Edi.
Jika tidak, maka persoalan THL di Matim akan terus bergulir lantaran pemerintah dan DPRD belum bisa membuat regulasinya.
“Kalau ada regulasi yang jelas, pasti perekrutan THL yang pakai sistem MAO-manga ata onen (ada orang dalam atau nepotisme) itu tidak ada. Regulasi itu yang mengatur, batasan jumlah THL di Matim berapa per dinas sesuai program, kriteria menjadi THL, dan mekanisme perekrutan juga harus ditetapkan. Regulasi itu menjadi rujukan OPD dalam merekrut THL. Supaya tidak ada lagi, THL di Matim itu hanya diperoleh keluarga Kadis, para elite, dan DPRD Matim,” ujarnya.
Dia menambahkan, selama ini ada dugaan bahwa Pemkab Matim tidak mampu melihat kebutuhan THL dari setiap OPD.
Penilaian tersebut muncul lantaran pimpinan OPD menerima saja THL yang melamar tanpa ada upaya testing kompetensi.
“Penerimaanya pun sarat nepotisme atau dengan istilah MAO,” sambung Edi.
Apalagi, selama ini Pemkab Matim juga tidak melakukan evaluasi kinerja para THL di setiap OPD. Kalau pun ada satu dua OPD, tetapi evaluasi yang dilakukan terkesan tidak transparan.
Edi menegaskan, Pemkab Matim harus bisa menempatkan orang sesuai dengan basic atau latar belakang pendidikan. Bukan asal menempatkan orang- the right man on the right place. Sehingga hasil kerjanya juga pasti maksimal.
Baca Juga:
- PSI Sebut Perekrutan THL di Matim Sarat Nepotisme
- PSI Sebut Rekrut THL Sarat Nepotisme, Pemkab Matim: Itu Masukan yang Baik
- “Perekrutan THL di Matim Sarat Nepotisme karena Tidak Ada Regulasi yang Jelas”
“Karena itu, hemat saya bahwa untuk membendungi banyaknya THL dan sistem MAO di Matim dengan dibuatnya satu regulasi yang sah. Yang kemudian regulasi itu menjadi pendasaran atau rujukan setiap OPD untuk menerima THL yang ada sekarang ini,” tegasnya.
Penulis: Nansianus Taris
Editor: Adrianus Aba