Mbay, Vox NTT- Nobertus Taso (37), warga RT 01, Dusun 01, Desa Labolewa, Kecamatan Aesesa, Kabupaten Nagekeo mendesak pihak penegak hukum agar mengusut pengelolaan dana di desa itu.
Nobertus menduga terjadi korupsi dalam menentukan supplier pemenang tender proyek alokasi dana desa (ADD) tahun anggaran 2018.
Itu terutama dalam membangun Kober di Dusun Lambo 1, Desa Labolewa.
Nobertus mengatakan, penentuan supplier pemenang tender proyek itu diduga mengabaikan sejumlah aturan.
“Saya menduga proses menentu supplier pemenang tender proyek dana desa tahun anggaran 2018 untuk membangun Kober di wilayah Dusun Lambo 1 Desa Labolewa diduga mengabaikan sejumlah aturan,” tegas Nobertus saat ditemui VoxNtt.com di Mbay, Jumat malam (21/09/2018).
Hal itu diketahui bermula, pada 11 Agustus Nobertus Taso diberikan surat undangan untuk mengikuti penawaran paket pembangunan Kober di Desa Labolewa.
Dalam undangan tersebut tercantum nama lengkapnya dan nama CV Naga Alam untuk melakukan penawaran sebagai supplier pembangunan Kober di Boazea pada 14 Agustus di Kantor Desa Labolewa.
Sebelum penawaran berlangsung, Nobertus menelepon Direktur CV Naga Alam terkait dokumen yang perlu disiapkan.
Jawaban Direktur CV Naga Alam pun semua dokumen ada di bendahara desa atas nama Kanisius Suku.
Selanjutnya, kata Nobertus, pada 14 Agustus ia memutuskan untuk tidak menghadiri undangan tersebut.
Secara aturan harusnya digugurkan karena dia tidak ikut. Namun pada saat itu ia dijemput oleh anggota TPK atas nama Donbosko Seda untuk mengikuti kegiatan penawaran.
“Saya menuruti agar mata rantai mafia pembangunan yang menggunakan dana desa tidak bisa diketahui oleh publik. Saya diarahkan menuju rumah bendahara desa, di sana diberikan dokumen penawaran,” kisah Nobertus.
Dia melanjutkan, di rumah bendahara itu ada Sekretaris Desa Labolewa Lasarus Lobo, anggota TPK Donbosko Seda dan Penjabat Kepala Desa Labolewa Hubertus Jeke.
Setelah menerima dokumen, pihak Nobertus mengikuti rangkaian acara mekanisme penawaran di Kantor Desa Labolewa sekitar pukul 10.00 Wita.
Setelah dokumen diserahkan dan dinyatakan menang untuk supplier. Lalu, setelah proses penawaran berakhir, hingga kini ia tidak dilibatkan dalam pendropingan material.
“Karena tidak ada keterbukaan antara saya dan pihak terkait setelah penawaran, maka saya mengambil sikap memblokir pendropingan semen untuk pembangunan Kober di Boazea pada Jumat, 31 Agustus,” ujar Nobertus.
“Saya menyampaikan ke Ketua TPK Saverinus Neda dan anggota TPK Donbosko Seda agar pendropingan material dihentikan. Namun mereka mengabaikan bahkan anggota TPK atas nama Donbosko Seda mempertanyakan kapasitas saya sebagai apa?” sambungnya.
Menurut Nobertus, pengaduannya itu tidak di gubris oleh tim TPK Desa Labolewa. Ia kemudian mengadu ke Penjabat Kepala Desa Labolewa Hubertus Jeke pada 2 September di kediamannya di Roe Desa Ngegedawe.
Penjabat Kades lantas menjawab bahwa Nobertus sebagai supplier pembangunan gedung Kober.
“Kalau ada indikasi seperti ini beri saya waktu satu minggu untuk menyelesaikan persoalan-persoalan ini,” ucap Nobertus.
Dikatakan, satu minggu berlalu persoalan tidak diselesaikan. Itu sebabnya pada 16 September Nobertus menghubungi Penjabat Kades tentang persoalan ini melalui teleponnya.
“Tapi jawabannya nanti saya telepon mereka. Nyatanya sampai hari ini persoalan tidak selesai, tapi material terus didroping dan sadisnya pada hari ini Jumat (21/09) di lokasi Kober Boazea melakukan pekerjaan galian fundasi terus berjalan,” pungkas Nobertus.
“Saya secara pribadi merasa diri saya dipermainkan seperti bola, kepada siapa lagi saya mengadu. Oleh karena itu, saya datang ke para awak media untuk membantu saya agar mata rantai mafia dana desa di Labolewa segera terkuak, karena kehadiran dana desa sesungguhnya membantu kami. Dana desa adalah milik rakyat. Bukan oknum tertentu,” tambah dia.
Sementara itu, hingga berita ini diturunkanVoxNtt.com belum berhasil mengonfirmasi Pemerintah Desa Labolewa.
Penulis: Arkadius Togo
Editor: Ardy Abba