Kupang, Vox NTT- Pro kontra terhadap keputusan Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat memberhentikan Bruno Kupok dari jabatannya sebagai Kepala Dinas (Kadis) Nakertrans Provinsi NTT terus menjadi tranding topik di sosial media.
Pantauan VoxNtt.com, hingga saat ini perdebatan di berbagai group facebook masih berlangsung hangat. Banyak yang mendukung, tetapi tak sedikit pula yang menilai, gubernur terlalu emosional dan mengambil keputusan tanpa dasar.
Sebagaimana diketahui, keputusan Gubernur itu merupakan buntut dari pernyataannya terkait moratorium pengiriman Tenaga Kerja Indonesia (TKI) asal NTT ke luar negeri.
Dalam berbagai kesempatan pidato, Gubernur yang dilantik kurang lebih dua bulan lalu itu menyatakan komitmennya bersama wakil, Josef Nae Soi untuk memberhentikan pengiriman TKI, karena TKI asal NTT sebagian besar telah menjadi korban para mafia perdagangan orang.
Namun kenyataannya, sejak pernyataannya itu, Dinas Nakertrans NTT terus mengeluarkan izin pengiriman TKI ke luar negeri.
Gubernur menilai, kebijakan Kadis Nakertrans itu tidak mendukung programnya tersebut. Dia menganggap Kadis telah membangkang.
Ulah Sang Kadis membuat Sang Gubernur naik pitan dan langsung memberhentikannya, bahkan mengancam akan menendang kepala Sang Kadis bila diketahuinya masih menjabat.
Atas keputusan Gubernur ini, Pakar Hukum Tata Usaha Negara, asal Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang, Jhon Tuba Helan menilai keputusan gubernur itu tak berdasar.
Karena itu, dia menilai, keputusan itu cacat hukum. Dia mengatakan, belum ada moratorium pengiriamn TKI di NTT.
“Saya melihatnya begini, kan bilang dasarnya, Kadis Nakertrasn itu tidak melaksanakan kebijakan moratorium pengiriman TKI. Sesungguhnya, pernyataan itu tidak benar. Karena, sampai sekarang belum ada kebijakan moratorium pengiriman TKI di NTT oleh Gubernur. Karena yang ada itu, berupa pernyataan lewat pidato perdana dan beberapa kesempatan lain dalam pidato itu. Itu pernyataan-pernyataan,” ujarnya.
Baca Juga:
- Dari Patahkan Kaki Mafia Hingga Ancaman Tendang Kepala Kadis Nakertrans
- Gubernur NTT Jangan Asal Berhentikan Kadis, Ini Mekanisme yang Ditetapkan Jokowi
Menurutnya, sebagai pemerintahan di Indonesia yang adalah negara hukum, sebuah kebijakan tidak bisa hanya berdasarkan pernyataan atau gagasan. Tetapi harus berbentuk hukum.
“Supaya ada kepastian hukum, perlu dikeluarkan sebuah kebijakan dalam bentuk Pergub atau yang lain-lain. Sehingga kemudian, pembantu-pambantu dari gubernur yaitu Kepala Dinas, Kepala Badan itu kemudian, mereka melaksanakan kebijakan itu. Sepanjang kebijakan moratorium itu belum ada maka tidak bisa memaksakan seorang kepala dinas melakukan itu. Di republik ini kan tidak ada, apa ya e.. suatu rencana itu atau gagasan itu kemudian langsung dilaksanakan,” tegasnya.
Menurut Jhon, Gubernur dan seluruh pemerintahan di Indonesia harus tunduk di bawah hukum agar tidak bertindak sewenang-wenang tanpa berdasarkan hukum.
“Mestinya kan kita tunduk pada, Indonesia adalah Negara Hukum, Pasal 1 ayat 3 UUD 45 itu. Maka semua harus dituangkan dalam bentuk hukum, supaya itu mengikat semua pihak termasuk Kepala Dinas,” pinta Jhon.
Kadis Nakertrans Berjalan sesuai UU
Jhon juga menegaskan, selama ini Kadis Nakertrans telah berjalan sesuai dengan Undang-undang (UU) dan Peraturan Daerah (Perda), dimana dalam UU dan Perda, memungkinkan perekrutan TKI untuk dikirim ke luar negeri oleh PJTKIS (Swasta) dan oleh B3TKI kalau melalui pemerintah.
“Kepala dinas selama ini menjalankan tugas sesuai undang-undang dan peraturan daerah. Di dalam undang-undang dan perarturan daerah itu memungkinkan perekrutan TKI untuk dikirim ke luar negeri oleh PJTKIS, itu sewasta. Kalau pemerintah kan oleh BP3TKI. Jadi, itu urusan pusat. Maka kelapa dinas tetap melaksanakan tugas seperti biasa, misalnya memberikan izin merekrut itu. Maka tindakan kepala dinas itu tidak salah karena itu sesuai dengan aturan. Soal gubernur ada mengeluarkan ide atau gagasan, itu sampai sekarang belum ada bentuk hukumnya, sehingga belum bisa dilaksanakan, begitu,” tegasnya.
“Maka, saya boleh katakan, tindakan pemberhentian kepala dinas itu tindakan yang tak berdasar, tidak beralasan hukum. Sehingga boleh dikatakan itu catat hukum,” tambahnya.
Penulis: Boni J