Borong, Vox NTT-Tinggal 1,5 jam lagi waktu menunjukkan pukul 24.00 Wita, Selasa (31/12/2018). Malam itu adalah pergantian tahun 2018 dan memasuki tahun baru 2019.
Sejumlah anggota OMK Stasi Bangka Jari, Kampung Lompong, Desa Golo Lembur, Kecamatan Lamba Leda, Kabupaten Manggarai Timur (Matim), NTT sibuk mempersiapkan diri untuk berjudi kupon putih.
Malam itu hujan terus mengguyur. Sesekali gerimis dan sesekali turun dengan lebatnya. Angin juga bertiup cukup kencang.
Semua masyarakat yang datang ke kemah di tengah Kampung Lompong basah kuyup. Tak ada yang luput dari air hujan.
Kemah itu dibuat ala kadarnya oleh OMK Stasi Bangka Jari. Atap dan dindingnya terbuat dari daun enau. Daun enau diikat dan diapiti belahan bambu.
Cuaca di malam itu memang tidak bersahabat. Di dalam kemah penuh lumpur akibat hujan.
Terpantau, ada pula warga yang tak kuat menahan diri di bawah guyuran hujan. Mereka terpaksa mengambil pilihan pulang ke rumah masing-masing, kemudian kembali ke kemah menggunakan payung untuk berteduh.
Tepat pukul 23.30 Wita, sontak warga bangkit berdiri, kemudian perlahan merapat dan mempersempit halaman di dalam kemah.
Mata warga melotot penuh khusyuk menyaksikan drama perjudian kupon putih yang dimainkan sejumlah anggota OMK Bangka Jari yang sarat makna.
Di ujung utara kemah sederhana itu adegan drama perjudian kupon putih dimulai. Di sana, ada Fory Menor (Sebet istrinya Dorus) yang berperan sebagai ibu rumah tangga.
Sebelum memulai adegan drama, prolog yang dibacakan Sary Najas mampu membius dan memantik perhatian penonton untuk mengikuti alur drama.
Di ujung utara kemah itu, adalah dapur sebuah rumah. Sementara di bagian podium kemah adalah ruangan tamunya. Di sana ada meja dan kursi tamu, serta sejumlah perabot ruangan tamu sebuah rumah.
Di podium itu ada Lorens Noda (Dorus suaminya Sebet) yang berperan sebagai seorang kepala keluarga atau suami dari Fory Menor. Ia dan teman-temannya sedang asyik mengorat-oret dan menebak angka keluar. Mereka berjudi kupon putih.
Semua pemain drama menjalankan peran masing-masing dengan penuh penjiwaan. Lorens dan kawan-kawan, misalnya, tampil seakan penjudi kelas kakap. Begitu pula Fory Menor dan anaknya Algi (Kerus). Mereka tampil penuh penghayatan akan karakter aktor dalam drama jenis tragekomedi itu.
Apalagi struktur dramanya tampak tertata dengan baik. Hal ini salah satu mampu membantu penonton menikmati drama yang dipentaskan oleh anggota OMK Stasi Bangka Jari.
Kanisius Budi Raman, pelatih drama menjelaskan, genre karya sastra yang menggambarkan kehidupan tersebut mengisahkan sebuah kehidupan keluarga penjudi.
Kata dia, salah satu adegan yakni Algi yang dalam drama dipanggil Kerus pulang mencari kayu api. Lalu, sesampai di rumah, ia meminta makan kepada ibunya Sebet karena lapar.
Sebet lantas menyuruh Kerus agar meminta langsung sepiring nasi ke ayahnya Dorus yang sedang asyik mengorat-oret angka kupon putih di meja tamu bersama teman-temannya. Hal itu terpaksa dilakukan Sebet karena kehabisan beras.
Namun lantaran asyik berjudi dan memastikan angka keluar, Dorus malah menyuruh Kerus kembali meminta makan ke Sebet.
“Anak ini bolak-balik minta karena disuruh ibu dan ayahnya. Situasi ini yang membuat suami dan istri ini bertengkar,” ujar Budi.
Menurut Budi, dari enam adegan dalam drama ini hanya mengisahkan situasi keluarga berantakan, jika hobi berjudi. Anak dan istri ditelantarkan dan tak ada permenuhan kebutuhan hidup dalam keluarga.
Pesan Moral
Ketua Stasi Bangka Jari Paulus Kapo rupanya ikut ”terhanyut dan larut” dalam kisah drama perjudian kupon putih tersebut. Dia menonton dengan penuh penjiwaan.
Paul melihat drama itu adalah gambaran kenyataan pahit dalam sebuah kehidupan rumah tangga.
Bagi dia, liku-liku perjudian dan sejumlah kisah pahitnya menambah deretan penderitaan panjang dari keluarga penjudi.
Jika berjudi, kata Paul, rumah tangga yang dengan susah payah dibangun pasti berantakan. Anak-anak pun pasti terkena dampaknya dari ulah orangtuanya yang berjudi.
Kepala SDI Bangka Jari itu menilai drama perjudian yang dimainkan adalah bukti ratapan anak-anak. Terdapat pesan moral yang tentu saja mesti menjadi catatan tersendiri bagi para orang tua di balik drama perjudian itu.
”Ini punya pesan moral bagi kita semua. Ini adalah jawaban sekaligus ratapan anak-anak kita melihat orangtuanya yang berjudi. Mereka melihat situasi perjudian sungguh miris,” komentar Paul di hadapan ratusan penonton yang datang.
Sebab itu, Paul meminta agar segera menghentikan diri dari perjudian apapun. Jika masih berjudi di Kampung Lompong, ia berjanji akan memesan baliho bertuliskan “Stop Perjudian di Kampung Lompong”.
Baliho itu nantinya, lanjut dia, akan dipajang di gerbang Kampung Lompong. Fungsinya ialah untuk mengingatkan orangtua agar segera menghentikan diri dari perjudian apapun.
“Jika ke depan saya masih lihat orang berjudi di Kampung Lompong, maka saya rela pinjam orang punya uang untuk memesan baliho bertuliskan ‘Hentikan Perjudian di Kampung Lompong’,” ujar Paul.
Penulis: Ardy Abba