SoE, Vox NTT- Kejaksaan Negeri TTS dinilai menyandera hak politik Jefry Un Banunaek (JUB), tersangka kasus dugaan korupsi dana pembangunan embung Mnelalete, Kecamatan Amanuban Barat, Kabupaten TTS tahun 2016 senilai Rp 756 Juta.
Hal itu dikatakan Kuasa Hukum JUB, Rian Van Friets Kapitan melalui telepon, Selasa (19/2/2019), sebagai respon atas pernyataan Kepala Kejari TTS, Fachrizal yang dilansir VoNtt.com, Senin kemarin.
Sebelumnya, Fachrizal mengatakan, pemeriksaan JUB Cs sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi embung di Mnelalete bakal ditunda sampai selesai pemilu, 17 April 2019 mendatang.
JUB sendiri merupakan anggota DPRD Provinsi NTT yang kembali menjadi caleg di pemilu 2019.
Baca Juga: Kejari TTS Tunda Periksa Jefry Un Banuanek Cs
Terkait hal itu, Rian menegaskan, seharusnya Kejari TTS taat untuk menjalankan instruksi Kejagung yang berlaku di seluruh daerah di Indonesia.
“Dengan menetapkan Jefry sebagai tersangka, maka Kejari TTS telah menempatkan lembaga Kejaksaan pada posisi tidak netral dalam pemilu,” ujar Rian.
Bukan hanya itu, ia bahkan menilai Kejari TTS telah membunuh dan menyandera kliennya secara politik.
Upaya itu dilakukan dengan cara menggiring opini publik untuk tidak memilih Jefry dalam Pileg pada 17 April mendatang.
“Ini upaya pembunuhan serta menyandera klien kami secara politik bahkan publik telah digiring opininya untuk tidak memilih yang bersangkutan sehingga menguntungkan pihak tertentu,” tegasnya.
Rian juga menilai Kejari TTS telah mengeluarkan statement yang mengarah pada pembohongan publik.
Pembohongan publik itu, kata dia, yakni pernyataan Kejari TTS yang menyebut bahwa dana proyek pembangunan embung ditransfer oleh PPKAD ke rekening Jefry Un Banunaek.
Padahal sesuai fakta, Jefry hanya berkapasitas sebagai penghubung antara penerima pekerjaan dengan pemilik alat berat yang digunakan untuk memperlancar pekerjaan pembangunan embung.
Baca Juga: Kajari TTS Dituding “Melawan” Instruksi Kajagung
“Termasuk juga dengan aliran dana dari PPKAD ke rekening kontraktor, kemudian oleh kontraktor ditransfer ke rekening Jefry untuk kemudian oleh Jefry didistribusikan ke pemilik alat berat melalui transferan bank,” tegas Rian.
Ia menambahkan, transferan dana melalui bank tersebut dilakukan setelah adanya PHO, dimana tidak ada kaitannya dengan kekurangan volume pekerjaan di lapangan dengan JUB.
Rian menduga penetapan Jefry sebagai tersangka merupakan hasil penggiringan opini, bukan karena adanya sifat melawan hukum.
“Dengan demikian, maka bisa kita pertanyakan profesionalisme Kejari (TTS) dalam penegakan hukum dan dapat menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum di Indonesia umumnya dan di TTS khususnya,” pungkas Rian.
Penulis: Paul Resi
Editor: Ardy Abba