Mbay, VOX NTT-Kurang lebih dua bulan pasca penggusuran Pasar Danga, Nagekeo, para pedagang belum juga bisa menjajakan dagangannya di pasar itu. Hal itu mengakibatkan penghasilan mereka menurun derastis.
Ajo Buyung, salah satu penjual pakaian di pasar tersebut kepada media ini, mengeluhkan pendapatannya yang sangat kecil dibandingkan dengan sebelumnya.
Menurut Ajo, sebelumnya omsetnya per hari sekitar RP 2 jutaan. Sekarang, semenjak penggusuran pasar, Ajo hanya mendapatkan Rp 200 ribu per hari.
Dengan omset sekecil itu, Ajo mengaku kesulitan membayar cicilan kredit di salah satu Bank.
“Kami sebelum pasar digusur, kami omsetnya dua juta per hari. Tapi hampir dua bulan ketika pasar digusur dan belum dimanfaatkan oleh pedagang, omsetnya sangat menurun. Sekarang per hari hanya dua ratus ribu,” jelas Ajo saat diwawancarai Voxntt.com di tempat jualannya di depan Kantor Bappeda Nagekeo, Rabu (13/3/2019) siang
Ajo menegaskan, secara pribadi, sangat mendukung kebijakan Pemerintah Kabupaten Nagekeo, menata kembali Pasar Danga, agar terlihat bagus dan rapi. Namun kata dia, harus juga mempertimbangkan kebutuhan para pedagang.
“Sebelumnya ada pegawai dari Koprindag Nagekeo datang ketemu kami, bilang hanya satu minggu. Setelah digusur, kami kembali tempatkan di dalam Pasar Danga. Tetapi sudah masuk dua bulan, kami belum ada jawaban kepastian dari pemerintah soal kapan kami kembali jualan di dalam Pasar Danga,” tandasnya.
Menurutnya, dengan adanya pemindahan pasar di jalan depan Kantor Bappeda Nagekeo membuat omset menurun.
Baca: Bupati Nagekeo “Turun Tangan” Bersihkan Sampah di Pasar Danga
“Sejak pindah pasar, kami tidak bisa berbuat apa-apa. Kami mau makan pakai apa. Cicil kredit juga setengah mati. Sebelum penggusuran dan pemindahan pasar, pemasukan jualan kami selama satu bulan ada yang sampai RP 100 juta. Sekarang satu bulan tidak sampai dua juta rupiah,” ujar Ajo Buyung yang mengaku sudah 10 tahun menggeluti bisnis pakaian di Pasar Danga.
Hal yang sama juga dikeluhkan Vian Jogo, salah seorang pedagang beras di Pasar Danga.
Vian mengatakan, sebelum pasar digusur oleh Pemda Nagekeo dan semua pedagang tidak lagi tempati pasar itu, omsetnya anjlok.
Menurutnya, dengan pengusuran pasar dan memindahkan pedagang di depan Lapangan Berdikari Danga berdampak pada omset yang didapatkan.
“Sebelumnya, berasnya per hari bisa laku terjual 200 kg. Tetapi semenjak pasar digusur, kami pindah di depan lapangan ini, beras terjual per hari hanya 30 kg,” ujarnya.
Sama dengan Ajo, Vian juga mengaku kewalahan menyicil kredit dan membayar uang sekolah anaknya. “kami saat ini susah pak. Beli ikan saja susah. Karena pikir cicilan kredit dan bayar uang sekolah anak,” ujarnya.
Dirinya berharap, Pemda Nagekeo segera membuat Pasar Danga seperti sedia kala. “Jangan menunggu lama-lama membuat kami susah. Kami sudah susah tambah buat susah lagi,” pintanya.
Selain Ajo dan Vian, pemilik warung Bakso Lumayan Solo, juga mengeluhkan hal yang sama. Ibu yang biasa disapa Bunda itu mengaku, sebelumnya ia berjualan di dalam Pasar Danga.
Pendapatannya per hari mencapai Rp 400 ribu. Tetapi pasca penggusuran dan pindah jualan di Lapangan Berdikari Danga, pendapatannya per hari menjadi Rp 50 ribu. Bahkan kadang-kadang hanya 10 ribu.
“Dulu saya berjualan di dalam pasar Danga, lumayan pemasukan. Tetapi pindah di Lapangan Berdikari, kalau rejeki paling tinggi dapat 50 ribu bahkan hanya 10 ribu perhari, bahkan satu hari tidak laku jualan saya,” ujar Bunda yang mengaku sudah 30 tahun jual bakso di Pasar Danga.
Sementara Kadis Koprindag Kabupaten Nagekeo, Gaspar Djawa saat dihubungi Voxntt.com Rabu (13/03/2019) siang, baik melalui telepon maupun pesan singkat alias sms tidak merespon.
Penulis: Arkadius Togo
Editor: Boni J