Urgenkah memilih orang-orang ini ke Senayan? atau jangan-jangan hanya untuk mengurus kepentingan bisnis mereka?
Editorial, Vox NTT-Pertanyaan ini mencuat dari mulut Melki Nahar usai memaparkan rekam jejak beberapa calon DPR RI asal NTT di kantor WALHI, Kota Kupang, Senin (01/04/2019).
Dalam diskusi bertajuk ‘Menyoal Pemilu 2019 bagi Penyelesaian Krisis dan Masalah di NTT’ itu, Jaringan Advokasi Tambang (JATAM), Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) dan JPIC OFM membeberkan data keterlibatan beberapa calon DPR asal NTT dalam bisnis tambang, perkebunan berskala besar, pariwisata massal, tragedi kemanusiaan dan dugaan korupsi.
Calon legislator yang diduga terlibat dalam kasus korupsi itu antara lain: Melchias Marcus Mekeng yang diduga terlibat dalam kasus korupsi PLTU Riau 1 dan Pius Lustrilanang yang diduga menerima bon dengan keterangan ‘grand design gedung DPR’.
Selain itu, ada perusahaan Serenty Pasific Ltd yang diduga milik Jhonny Plate pernah masuk dalam panama papers, sebuah dokumen yang berisi skandal pajak dan korupsi dari korporasi, pengusaha, dan politisi.
BACA JUGA: Rekam Jejak Calon DPR RI Asal NTT yang Patut Dipertimbangkan Pemilih
Jhonny Plate juga tercatat sebagai Komisaris PT Mandosawo Putratama (2007), sebuah perusahaan yang merupakan pemilik/pemegang saham PT Yama Bumi Palaka untuk komoditas batu bara.
Adapun para calon legislator nasional yang baru seperti Frans Lebu Raya, Christian Rotok, Yoseph Tote dari Dapil NTT 1, disebut memiliki rekam jejak buruk dalam sengkarut pertambangan.
Frans Lebu Raya mengobral 5 izin tambang, Rotok menerbitkan 22 izin tambang dan Yosep Tote menerbitkan 17 izin tambang.
Sementara Anton Bagul Dagur ketika menjabat Bupati Manggarai terlibat dalam kasus ‘rabu berdarah’ di mana 5 petani asal Colol ditembak mati dan satu lagi meninggal di rumah sakit.
Kasus ini bermula dari kebijakan pembabatan kopi dan penangkapan tujuh petani atas tuduhan pembalakan liar.
BACA JUGA: Sejarah, Darah dan Budaya di Balik Secangkir Kopi Colol (Part 2)
Di Dapil NTT 2, beberapa nama caleg juga terekam dalam radar ketiga LSM tersebut. Seperti Paulus Victor Rolland Mella, Ayub Titu Eki, dan Umbu Sappi Pateduk yang tercatat memiliki rekam jejak buruk dalam permasalahan tambang di NTT.
Piter Thinung Pitobi, melalui Pitobi Group menguasai Pulau Kera untuk pembangunan Pitobi Raya Resort dan Arena Water Sport, lalu berencana merelokasi penduduk setempat.
Sementara Herman Herry diduga terlibat korupsi dalam proyek pengadaan solar home system di Kementerian ESDM untuk tahun anggaran 2007-2008.
Herman yang menjabat sebagai Presiden Komisaris Grup Dwimuka ini juga membangun hotel di kawasan pesisir Kota Kupang yang diduga masuk kawasan konservasi.
Alsis Goa, OFM selaku direktur JPIC OFM menyebutkan, keterlibatan bisnis para caleg wajah lama maupun baru ini menjadikan masalah-masalah krusial di NTT tidak terurus dan akan terus terjadi.
“Rekam jejak yang buruk ini berpotensi terjadi konflik kepentingan dan rawan memperdagangkan pengaruh dalam mengamankan bisnis dan terhindar dari jeratan hukum,” katanya.
Kembali ke Rakyat
Niat JATAM, WALHI dan JPIC OFM untuk membongkar rekam jejak para caleg ini patut diapresiasi.
Ruang gelap politik yang selama ini kedap dari mata publik akhirnya mulai terbongkar berlahan. Relasi ekonomi-politik yang selama ini samar terdengar, kini terpampang nyata di hadapan kita.
Relasi yang sering menempatkan rakyat pada posisi kalah ini harus segera diputuskan. Untuk memutuskannya tidak ada cara lain selain dengan tidak memilih mereka pada pileg nanti.
Namun ‘godaan’ untuk tidak memilih mereka tidak cukup dengan mengetahui rekam jejaknya. Setelah diketahui, tahap selanjutnya adalah merawat komitmen sampai pada hari pemilihan.
Disebut godaan, karena orang-orang yang disebutkan di atas sebelumnya pernah dan sedang memiliki kuasa. Ada yang mantan bupati, mantan gubernur, dan caleg incumbent.
Secara modal sosial dan finansial, posisi mereka patut diperhitungkan khususnya dalam memobilisasi suara rakyat.
Masyarakat yang masih miskin dan tertinggal seperti NTT sangat rawan dengan godaan ini. Itulah sebabnya beberapa nama yang disebutkan masih terpilih meski tidak memberikan kontribusi yang signifikan dalam pembangunan NTT.
Belum lagi dalam konteks budaya ketimuran, orang-orang yang pernah dan sedang punya kuasa ini dikonstruksikan sebagai kelompok elit yang memiliki status sosial tinggi.
Pada titik ini, sebagai kelompok yang tercerahkan, kita perlu memperluas jaringan orang-orang sadar agar membendung pengaruh mereka.
Kekuatan rakyat (people power) NTT tidak boleh lemah apalagi tunduk dihadap uang dan kuasa. Gerakan kesadaran harus dipompa terus ke ruang publik secara langsung maupun lewat media sosial.
Inti dari kekuatan rakyat itu ialah kedaulatan memilih. Memilih bukan karena iming-iming uang, janji semu dan efek kekuasaan mereka.
Rakyat NTT harus memilih orang yang benar dan tepat untuk mengakhiri segala penderitaan dan kepelikan hidup.
Orang yang benar dan tepat tentu mereka yang punya hati untuk mengeluarkan daerah ini dari gelapnya terowongan sejarah. Orang yang mampu memanfaatkan kekuasaan untuk kebaikan bersama.
Penulis: Irvan K