Kupang, Vox NTT-Sabtu 04 April 2019, dalam Car Free Day sepanjang Jalan El Tari Kupang, puluhan massa yang tergabung dalam “Forum Kemanusiaan NTT” menggelar kampanye Anti Human Trafficking.
Kampanye yang berlangsung sekitar pukul 07.00-09.00 wita itu menyedot perhatian masyarakat dari berbagai kalangan yang ikut car free day. Tak sedikit gerombolan massa meminta foto bersama sambil memegang poster dengan berbagai tagline anti dan melawan Human Trafficking.
Pantauan VoxNtt.com di lokasi, suasana yang terjadi itu tengah menggambarkan secara jelas betapa Human Trafficking telah menjadi keresahan bersama di tingkatan masyarakat NTT.
Hal itu terbukti dari semangat mereka yang meminta berpose sambil memegang poster yang dipenuhi tulisan anti Human Trafficking.
Setelah berfoto-foto, massa kampanye kemudian berarakkan keliling sambil memegang poster.
Pater Paul Hormat, SVD, Koordinator Vivat Indonesia tampak ada di situ. Pendeta Emi Sahertian dan Suster Laurentin, kedua sosok rohaniwati yang selama ini setia menjemput dan mengurusi korban HT di Kargo Bandara El Tari Kupang, juga ada.
Selain mereka, Suster Yosefin, pengasuh Rumah Perempuan Labuan Bajo yang juga intens mengadvokasi masalah HT dan isu perempuan dan anak di Kabupaten Manggarai Barat. Herman Seran, Koordinator Relawan Jaringan untuk Kemanusiaan (J-ruk) NTT juga tampak ada di tengah puluhan mahasiswa dan perwakilan berbagai organisasi itu.
Perarakan sepanjang jalan El Tari dengan Poster seruan Stop Bajual Orang NTT di tangan adalah parade duka yang kian menumpuk di hati, terutama bagi mereka yang selama ini tak kenal lelah meminta keadilan, mengemis penegakan hukum bagi pelaku perekrut tenaga kerja illegal yang menimpa warga NTT.
Triknya matahari di Jalan Eltari tak menyurutkan semangat massa untuk menyerukan Stop Bajual Orang NTT.
Namun, di tengah semangat menggelora, sebuah tamparan keras menyapu wajah massa itu. Mereka dikabarkan akan ada lagi kiriman peti Jenazah dari Malasysia barat yang akan tiba di Bandara El Tari, pukul 12.45 Wita, hari itu juga. Isinya, apalagi kalau bukan TKI.
Sebagian massa yang terlibat dalam kampanye pun kemudian menyambutnya di Kargo, Pater Paul Hormat, Pendeta Emi, Suster Laurentin dan Suster Yosefin bersama Herman Seran juga ikut menyambutnya. Petugas dari BP3TKi juga nampak sudah menunggu di lokasi.
Pemilik Peti Jenazah itu adalah, Yordanus Taek, TKI asal Desa Sikun, Kecamatan Besikama, Kabupaten Malaka.
Yordanus meninggal dunia, Kamis 24 April lalu akibat lakalantas. Dimana motor yang dikendarai Yordanus bersama Sang istri tercinta bertabrakan dengan mobil.
Almarhum dan istri ketiga yang dicintainya itu sudah meninggalkan kampung halaman dan merantau ke Malaysia sejak tujuh tahun silam.
Lakalantas itu mengakibatkan Yordanus meninggal di tempat, sementara sang istri yang juga berasal dari Malaka, Desa Bolan mengalami cedera berat. Tangan kanannya patah.
Yordanus bukan sendiri. Ia adalah satu dari banyak warga Desa Siku dan sekitarnya yang mengadu nasib di negeri jiran. Tujuh tahun lalu Yordanus meninggalkan kampung halaman bersama beberapa Om dan saudara kandungnya.
“Adik kandungnya masih di sana tiga orang dan Om Kandung dua orang,” kisah Magdalena Se’u, mama kecil kandung Yordanus, yang mengaku anaknya juga sedang berada di Malaysia, tempat Yordanus bekerja.
“Banyak termasuk anak kandung saya. Di sana mereka tinggal bersama,” ujar Magdalena.
Keberangkatan Yordanus bersama sejumlah orang lainnya karena didesak kebutuhan keluarga yang tidak dapat dipenuhinya di kampung halaman.
“Susah sekali mencari hidup di kampung, tidak ada uang,” kata Magdalenda.
Namun ia tidak menampik, jika keluarganya dan Yordanus memiliki sejumlah tanah yang cukup luas. Di dalamnya pun ditanami jagung, ubi dan pisang.
Kendati begitu, hasil tanaman itu tidak bisa mencukupi kebutuhan keluarganya, karena harga jual di pasar yang sangat rendah.
“Ada tanah, luas. Ada tanam jagung, pisang. Ya, dijual, dimakan. tapi kita jual juga sama sa, murah,” ujar saat berbincang dengan VoxNtt.com beberapa saat sebelum Jenazah keponakannya tiba.
Yordanus adalah salah satu TKI asal Malaka yang tergolong pergi pulang Kampung-Malaysia. Beberapa kali ia pulang. Selama di sana juga selalu intens komumikasi dengan keluarga via telepon.
Renggutnya Kasih Sayang
Kepergian Yordanus untuk selamanya meninggalkan duka mendalam bagi keluarga, terutama Mariana Vita Se,u (20), anak kedua dari pernikahan Yordanus dengan istri pertamanya.
Mariana yang ikut menjemput Jasad Sang Ayah mengaku kehilangan rasa kasih sayang selamanya dari Sang Ayah. Keistimewaan yang ia dapatkan dari Sang ayah sejak kecil merenggut bersama kepulangan Sang Ayah ke hadapan Sang Kalik.
Di tengah perbincangan dengan VoxNtt.com sesaat sebelum Jasad ayahnya tiba, Mariana tak kuasa menahan tangis. Ari matanya mengalir begitu deras di wajah.
Wajahnya kian murung, air mata tak terbendung ketika bunyi pesawat yang memuat Peti Jenazah Sang Ayah kian mendekat.
Tangisannya pun pecah, air mata membajir ditumpahkan di ruang Kargo begitu petugas mengarahkan peti yang berisi Jasad Ayah Yordanus.
Mariana memang mengaku, mempunyai kedekatan yang sangat erat dengan Sang Ayah ketimbang saudaranya yang lain. Walau Sang Ayah dan Ibunya sudah bercerai namun hubungan keduanya tak berubah sedikitpun.
“Saya selalu mendapatkan kasih sayangnya,” aku Mariana.
Mariana juga mengaku jika dirinya sering dikirimi uang dan telepon dari Sang Ayah.
Pertama kali mendengar kabar tentang Ayah meninggal, Mariana sangat terpukul, tubuhnya melemah. Bagaimana tidak, duka mendalam tentang kematian orang yang dicintainya datang setelah dua malam sebelumnya masih bercanda gurau via telepon.
“Saya sedih sekali kak, saya langsung menangis. Saya sering mendapatkan kasih sayang dari dia sejak kecil,” kisahnya.
“Waktu Bapa pergi saya masih kelas 1 SMP,” tambah Mariana.
Sekadar untuk diketahui, Jenazah Yordanus adalah yang ke-40 di tahun 2019
Penulis: Boni J.