Soe, Vox NTT-Rapat pleno terbuka rekapitulasi penghitungan perolehan suara Pemilihan Umum (Pemilu) 2019, Minggu (06/05/2019) malam berlangsung alot.
Penyelenggara KPU TTS mendapat evaluasi terkait standar ganda pendampingan terhadap pemilih disabilitas dan buta aksara saat pencoblosan 17 April 2019 lalu.
Martinus Kase, salah seorang peserta pleno kepada VoxNtt.com, mengatakan, pihaknya sebagai saksi sudah lama mempertanyakan pendampingan terhadap pemilih buta aksara.
Namun ujar Kase, pihak KPU dan Bawaslu TTS menjawab bahwa sesuai aturan KPU, pendampingan hanya dilakukan terhadap kelompok disabilitas bukan terhadap buta aksara.
Walau begitu ujar Kase, di beberapa TPS, pendampingan dilakukan bukan hanya kepada kaum disabilitas namun juga untuk buta aksara.
“Ini namanya standar ganda penerapan aturan,” tandas saksi dari salah satu partai politik ini.
Ketua KPU TTS, Matheus A. Krivo dalam penjelasannya, mengatakan, terkait pendampingan terhadap pemilih , sesuai aturan hanya untuk kaum disabilitas.
Walau demikian, pada tanggal 16 April malam lalu, kisahnya, KPU TTS mendapatkan surat edaran dari KPU RI agar pendampingan dilakukan juga terhadap pemilih buta aksara saat pencoblosan.
“Dalam rentang waktu demikian, kami keterbatasan untuk memberikan sosialisasi terhadap peserta Pemilu maupun pemilih agar melakukan pendampingan terhadap buta aksara,” ungkapnya.
Atas penjelasan Ketua KPU TTS tersebut Martinus Kase mengatakan, sebenarnya sosialisasi bisa sampai ke tengah masyarakat.
Hanya saja menurutnya, KPU TTS dalam melaksanakan hajatan demokrasi 2019, tidak mau membangun kemitaraan dengan kalangan pers.
“Pers ini kan mata dan telinga publik. Kenapa tidak undang dan kumpulkan wartawan untuk serentak menyampaikan surat edaran itu. Baik itu radio, media online maupun media cetak,” tandas Kase.
Dia meminta agar penyelenggara tidak menutup mata dan telinga terkait fungsi pers dalam ikut mengawal proses demokrasi di suatu daerah.
Penulis: L. Ulan
Editor: Irvan K