Kupang, Vox NTT– Puluhan elemen organisasi di Kota Kupang, Provinsi Nusa Tenggara (NTT) yang tergabung dalam Forum Peduli kemanusiaan NTT pada aksi rakyat Indonesia menggugat “Stop Bajual Orang NTT” mendatangi Kantor Kepolisian Daerah (Polda) dan Kantor Gubernur NTT, Senin (6/5/2019) siang.
Kedatangan puluhan elemen organisasi itu diikutsertakan oleh keluarga Adelina, Sang Ibunda, Yohana Banunaek bergabung bersama massa aksi. Mereka menanyakan kepada Polda NTT terkait kasus Adelina Sau yang meninggal dunia pada 11 Februari 2018 lalu akibat dianiaya oleh Majikannya, Ambika MA Shan di Bukit Mertajam, Penang, Malaysia.
Sebelumnya, kasus penganiayaan yang menewaskan Adelina sudah dilaporkan dan diproses hukum. Ambikapun diancam dengan Pasal 302 Hukum Pidana Malaysia dengan hukuman mati.
Ironisnya, pada 18 April lalu, Ambika divonis bebas oleh hakim sesuai permintaan Jaksa di Pengadilan Tinggi Malaysia.
Atas dasar itu, massa aksi menuntut Polda NTT agar berkoordinasi dengan Kapolri untuk berkordinasi dengan otoritas hukum di Malaysia, agar meninjau kembali keputusan hukum yang telah membebaskan Ambika, majikan yang keji itu.
Pantauan VoxNtt.com, aksi demontarsi itu dimulai dari depan Gereja St. Yosef Naikoten, kota Kupang menuju Mapolda NTT, dan berakhir di Kantor Gubernur NTT.
Di Mapolda, mereka melakukan orasi sambil menyampaikan tuntutan. Setelah berorasi hampir tiga jam, massa aksi kemudian diterima oleh Pihak Polda NTT yang diwakili oleh Wadir reskrimum Polda NTT, AKBP Anton C. Nugroho untuk berdialog dengan perwakilan massa aksi, Pendeta Emi Sahertian, Suster Laurentin, PI dan Ibunya Adelina, Yohana Banunaek.
Pendeta Emi, saat beraudiensi dengan pihak Polda NTT menanyakan sikap Polri terkait kasus Adelina Sau yang meninggal dunia 11 Februari 2018 lalu setelah sekian lama mendapatkan tindakan kekerasan dari Majikan. Ia juga menanyakan sikap Polri dalam menanggapi vonis bebas Ambika pada 18 April lalu.
“Putusan bebas itu membuat rakyat marah. Kemarahan itu juga karena Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Provinsi NTT belum konsen terhadap kasus ini ,” kata Pdt. Emi.
Perlakuan Majikan yang tidak manusiawi terhadap Adelina dan keputusan hukum yang membebaskannya adalah sebuah tamparan keras yang memalukan bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Kelambanan kepolisian dalam mengungkap jaringan human trafficking di NTT juga kata Pdt. Emi adalah bentuk kelemahan proses penegakan hukumdi NTT .
“Apakah Pemerintah akan melakukan kajian, terutama Polda NTT. Karena memang itu negara orang, punya hak untuk memutuskan. Tapi anak kami Adelina Sau ini, anak Nusa Tenggara Timur, sehingga kita mohon konsen terutama ketika kami membuat semacam analisis itu, terutama kajian terhadap amar-amar putusan yang ada terhadap kasus-kasus human trafficking ada beberapa hal yang memang belum terlengkapi dalam kasus Adelina Sau,” ujarnya.
“Misalnya ternyata belum ada sprindik untuk menyelidiki petugas imigrasi, yang sebetulnya banyak sekali dokumen pemalsuan ada di situ. Kami belum melihat ada sprindik untuk diselidiki, karena ternyata titik panasnya itu ada di pemalsuan dokumen, sehingga dia ke Malaysia lalu kemudian menjadi nonprocedural. Tapi di sana disebut illegal, tapi itu juga illegal bukan berarti dia harus disiksa, dikasih tinggal sama anjing dan itu sangat merendahkan masyarakat NTT, Sebagai gereja kami terus memperjuangkan keadilan itu,” ungkapnya kesalnya.
Sementara Suster Laurentin yang juga selama ini setia menjemput dan mengurusi korban HT di Kargo Bandara El Tari Kupang, mengaku kecewa dengan pihak kepolisian terkait penanganan kasus human trafficking di NTT termasuk kasus yang menimpa Adelina Sau.
“Karena itu bukan hanya satus kasus, tetapi menumpuk. Para pelaku yang lokal setelah ditangkap tetapi masih banyak berkeliaran,” kata Suster Laurentin.
Senada dengan Suster Laurentin, Suster Genoviva juga mengatakan hal yang sama. Dikatakannya, di forum Internasional Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sudah mengetahui tentang kasus perdagangan orang khususnya di NTT.
“di luar sana, di forum internasional Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), mereka sudah tahu tentang kasus perdagangan orang, khususnya di Nusa Tenggara Timur begitu marak setiap tahun. Bahkan dalam ini tahun baru bulan ke 5 sudah 41 orang yang meninggal dunia. Kenapa Kapolda diam-diam saja. Seperti tidak tahu,”katanya.
Menanggapi tuntutan itu, Wadireskrimum Polda NTT, AKBP Anton C. Nugroho, mengaku ikut merasa sedih atas putusan bebas terhadap pelaku atas meninggalnya Adelina Sau oleh Pengadilan Tinggi Malaysia.
“Kami juga merasa sedih, kenapa sistem hukum di sana melalui proses pengadilan bisa putus bebas terhadap pelaku,” ungkap Anton.
Mantan Kapolres Kupang Kota itu menegaskan, pihaknya sedang memroses pola perekrutan TKI di NTT. Sementara berkaitan dengan keputusan Pengadilan Tinggi Penang Malaysia yang membebaskan Majikan Adelina, ia janjikan akan menelusurinya.
“Kita akan telusuri bagaimana bisa putusan bebas seperti itu. Walaupun kita harus menghargai bahwa itu adalah yuridiksi Negara Malaysia. Tetapi setidaknya kita dapat pemberitahuan, supaya kita bisa analisakan, kenapa. Karena ini bukan yang pertama tetapi ini sudah sekian kalinya jadi korban,” tandasnya.
Baca: Vivat: Bebasnya Majikan Adelina Tanda Kekalahan Negara Melawan Kejahatan
Penulis: Tarsisius Salmon
Editor: Boni J