Mbay, Vox NTT- Berdasarkan penelusuran VoxNtt.com, hutan pada gunung di tiga kecamatan di Kabupaten Nagekeo selalu terjadi kabakaran saat musim kemarau.
Ketiga kecamatan itu yakni; Aesesa, Wolowae dan Aesesa Selatan. Di tiga kecamatan tersebut kerap terjadi kebakaran hutan.
Sebut saja misalnya, kebakaran terjadi di perbukitan wilayah desa Aeramo, Kecamatan Aesesa pada Rabu 26 Juni 2019. Lalu, kebakaran terjadi perbukitan Anak Koli wilayah Kecamatan Wolowae.
Kabakaran terjadi diduga karena ulah manusia. Mirisnya, sampai saat ini belum ada efek jera bagi pelaku yang membakar hutan itu.
Anggota DPRD Nagekeo Rispan Djogo punn angkat bicara soal kebakaran-kebakaran tersebut.
Rispan mengatakan, ketiga kecamatan itu sebagian besar adalah wilayah padang rumput yang pada musim panas mengalami kekeringan, sehingga rawan terjadi kebakaran.
Menurut dia, penyebab atau pemicu terjadi kebakaran hutan yang hampir rutin tiap tahun di tiga kecamatan tersebut yakni:
Pertama, bisa terjadi karena tingkat kepanasan yang begitu tinggi, sehingga bisa menyebabkan kebakaran.
Kedua, kebiasaan membuang puntung rokok yang masih terdapat api di sembarangan tempat, saat melewati daerah-daerah rawan kebakaran.
Ketiga, sengaja membakar untuk mengambil batu dan material lainnya yang ada di perbukitan.
Keempat, budaya berburu tiap tahun yang seringkali sengaja dan terencana dilakukan untuk mempermudah pengejaran terhadap binatang liar seperti babi hutan, rusa hutan dan lain-lain.
Kelima, kebakaran juga terjadi karena membuka ladang atau kebun barun oleh para petani.
Atas masalah tersebut, Rispan meminta pemerintah mulai dari tingkat RT, Dusun, Desa atau Kelurahan, Kecamatan hingga Kabupaten harus memiliki langkah-langkah antisipatif dan stategis.
Upaya itu terutama untuk meminimalisasi terjadinya kebakaran hutan.
Sebagian besar masalah kebakaran hutan, kata Rispan, disebabkan oleh perilaku manusia. Sebab itu, aspek sosialisasi, penyadaran, pengawasan dan sanksi menjadi penting untuk dilakukan.
Ia menganjurkan pemerintah agar perlu ada petugas untuk menjaga hutan. Setiap desa harus ada petugas yang dipercayakan dan dibiayai oleh daerah untuk menjaga hutan.
Petugas tersebut dilengkapi dengan peralatan pemadam kebakaran hutan.
”Bisa saja dibuat semacam perjanjian, misalnya jika ada sebuah wilayah desa yang mengalami kebakaran, maka akan ada sanksi terhadap desa tersebut,” jelas Rispan, Kamis (27/06/2019).
Selanjutnya, perlu melakukan penghijauan di bukit-bukit dan padang-padang yang sering terjadi kebakaran.
Hal itu bisa dilakukan dengan upaya penanaman tanaman produktif. Sebab, sebagian besar lahan-lahan tersebut adalah tanah ulayat dan tanah pribadi.
Pemerintah, lanjut dia, perlu membangun kerja sama yang baik dan produktif terkait pemanfaatan lahan-lahan tersebut, baik tanah ulayat maupun perorangan.
Pemerintah juga harus terus menerus melakukan penyadaran terhadap masyarakat sekitar daerah rawan kebakaran mengengenai bahaya dan risiko kebakaran.
Kemudian, perlu sanksi dan payung hukum yang jelas terkait kebakaran hutan. Pemerintah perlu memetakan secara detail tentang masalah dan penyebab kebakaran, sehingga mampu mengambil langkah-langkah pencegahannnya.
Penulis: Arkadius Togo
Editor: Ardy Abba