Ruteng, Vox NTT- Indonesia hari ini masih berkutat pada persoalan pola pikir. Indonesia unggul itu seharusnya digelorakan bersama revolusi pola pikir.
Hal ini disampaikan Jefrin Haryanto salah satu Trainer dari Yayasan Mariamoe Peduli (YMP) Ruteng saat menjadi pemateri di SMKN Peot Borong dalam rangka hari pramuka, Selasa (13/08/2019).
Ia menjelaskan, banyak pembangunan yang mubazir di tengah masyarakat. Sebab, baik penerima manfaat maupun pemberi manfaat tidak berada dalam satu gelombang pikir.
Jadi hambatan utama, kata Jefrin, masih berkutat pada soal pola pikir yang belum terbuka dengan perubahan dan percepatan global.
“Bisa dibayangkan bagaimana Anda datang dengan sesuatu yang baru dan progresif tapi penerima manfaat masih dengan pola pikir konvensional dan enggan keluar dari zona nyamannya, maka intervensi pihak luar sering dipersepsi sebagai santa claus yang datang membagi-bagi rezeki,” jelas praktisi psikologi itu.
Dalam situasi seperti ini, lanjut dia, agak rumit berharap adanya kemandirian atau melakukan outo replikasi tentang hal baik yang sudah didapatkan.
Apalagi jika pihak yang membawa program juga berorientasi pada penyerapan anggaran tanpa memikirkan outcome-nya. Hal ini tentu saja membuat kegagalan menjadi sempurna.
Jefrin pun menganjurkan untuk memasukan fase perumusan pola pikir sebagai kegiatan prasayarat sebelum runing program.
Program harus dimulai setelah secara mindset masyarakat sudah semaksud dengan tujuan program atau kegiatan.
“Buat saya HUT RI ke 74 ini, harus dimaknai sebagai momentum lahirnya revolusi pola pikir, sebelum kita mendengung-dengungkan revolusi mental. Karena orang akan berubah perilakunya jika pola pikirnyapun sudah disiapkan untuk berubah,” tutupnya.
Penulis: Pepy Kurniawan
Editor: Ardy Abba