Mbay, Vox NTT-Berdasakan laporan kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Nagekeo, Barnabas Lambar, anggaran sebesar Rp 3 miliar telah habis dipakai dalam kurun waktu Januari hingga Juli 2019.
Total anggaran itu disebut telah membiayai sebanyak 47 paket pekerjaan tanggap darurat bencana yang terjadi selama tahun 2019 di wilayah kabupaten Nagekeo. Selain itu, terdapat 19 paket pekerjaan yang masih menunggak karena belum dibayar.
Untuk itu, pihak BPBD, melalui telaahan staf telah mengajukan anggaran tambahan sebesar Rp2,3 miliar. Namun pengajuan tambahan anggaran tersebut ditentang DPRD setempat.
Perang opini antara DPRD dan BPBD Nagekeo pun dimulai secara terang-terangan.
Bermodalkan PP 22 tahun 2008, DPRD bersikukuh bahwa pertanggungjawaban BPBD terhadap penggunaan uang Rp 3 miliar yang telah ludes itu, menjadi syarat mutlak direstui atau tidaknya penambahan anggaran baru.
Meski Barnabas Lambar menepis bahwa tidak ada persoalan dalam pengelolaan keuangan, namun DPRD Nagekeo melalui, Kristianus Dua wea dan Antonius Moti, telah kadung meminta unit Tindak Pidana Korupsi ( Tipikor) Polres Ngada untuk melakukan pemeriksaan secara menyeluruh terhadap anggaran tanggap darurat bencana tahun 2019.
“Saya minta tipikor periksa itu dana tiga miliar, dana tanggap darurat yang tidak jelas mekanismenya, diperuntukan untuk apa juga tidak jelas’’ kata Anton di gedung DPRD Nagekeo, Senin 26 Agustus 2019.
Anton dan Kristianus menuding Barnabas telah mengabaikan rujukan Peraturan Pemerintah nomor 22 tahun 2008 pasal 17 tentang Pendanaan dan Bantuan Bencana serta pasal 22 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana.
Menurut Anton, pihaknya sepakat menambah anggaran bila anggaran tanggap darurat bencana tetap mengikuti regulasi berdasarkan PP nomor 22 tahun 2008.
Pasalnya, penggunaan dana tanggap darurat tahun 2019 disebutnya benar-benar tidak sesuai regulasi, tidak tepat sasaran juga tidak transparan.
Lanjut Anton, pengelolaan penggunaan keuangan mendahului
pembahasan di DPRD memang dimungkinkan dalam kegiatan forcemajeure namun dalam pelaksanaannya harus berdasarkan pernyataan tanggap darurat bencana dari Bupati.
“Makanya saya minta Tipikor, tolong periksa dulu” ujar Anton.
Sementara Kepala BPBD, Barnabas Lambar tak terima dengan kecurigaan DPRD terkait penggunaan keuangan. Apalagi, kata dia, anggaran itu untuk kepentingan rakyat yang tertimpa bencana.
Barnabas ternyata telah menyiapan dasar hukum lain sebagai alasan pembenaran untuk menghabiskan uang Rp 3 miliar itu yang selama ini tak diketahui DPRD.
Lambar menyebut pihaknya telah menggunakan tiga rujukan aturan sekaligus yang meliputi, UU nomor 24 Tahun 2007 tentang penyelenggaraan Penanggulangan Bencana, Perpres nomor 2016 tentang Pengadaan Barang dan Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintahan.
“Jadi kami pakai tiga aturan sekaligus, bukan seperti mereka yang hanya pakai satu aturan, begitu,” ucap Barnabas menimpali.
Barnabas bahkan menyayangkan, bila anggaran untuk membantu rakyat yang tertimpa bencana dicurigai DPRD telah disalahgunakan.
Dia tak terima bila DPRD mempersoalkan penggunaan anggaran di BPBD yang menurutnya telah digunakan murni untuk membantu rakyat yang terbencana.
“Tiga miliar itu jelas Pak, SPJ saya sudah di Keuangan” ujarnya.
Bila DPRD membandingkan penggunaan anggaran itu dengan perbandingan penggunaan keuangan pada tahun 2018, Barnabas malah balik membandingkan penggunaan anggaran tanggap darurat dengan perjalanan dinas DPRD yang menurutnya juga banyak melenceng.
“Saya tanya Pak, kok untuk kepentingan rakyat kita ribut e, berapa sih anggaran lima miliar untuk mengatasi penanggulangan bencana di seluruh kabupaten Nagekeo, ini untuk rakyat kok kita ribut, tetapi untuk mereka yang studi banding, yang hilo-halo tapi tidak dipersoalkan. Pertanyaan saya, apa benar kamu wakil rakyat? Apa benar kamu perjuangkan hak-hak rakyat? Apakah pernah kamu memperjuangkan penderitaan rakyat yang sedang tertimpa bencana?,” kata Lambar.
Dia menduga, serangan anggota DPRD ke lembaganya karena ada dendam lama terkait dibatalkannya realisasi lima paket pekerjaan di BPBD yang bersumber dari Pokok-pokok Pikiran DPRD pada tahun 2018 lalu.
Pokok-pokok pikiran tersebut meliputi 1) Pekerjaan Normalisasi Kali Matago, 2) Pekerjaan Pengerukan Saluran Pembuangan (SP) Kolikapa – Danga KM III-I Kanan, 3) Lanjutan pengerukan SP Leta Jago – Kolibali, 4) Lanjutan Pengerukan SP Tonggurambang, 5) Lanjutan Pengerukan SP Anakoli.
“Memang saya tidak eksekusi pekerjaan itu, dengar Pak e, karena paket pekerjaan itu tidak termasuk dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah dan itu bertentangan dengan aturan dan saya diperiksa oleh Tipikor karena itu. Jadi mereka (DPRD) cari aman mau bikin susah kami. Tetapi syukur, Tuhan masih melindungi kepada saya,” ungkapnya.
Sebelumnya, Badan Penanggulangan Bencana Daerah dikabarkan telah menghabiskan anggaran tanggap darurat bencana daerah sebesar Rp. 3 miliar dalam kurun waktu Januari-Juli 2019.
Anggaran tersebut digunakan untuk membiayai 47 paket pekerjaan. Sayangnya, daftar pekerjaan itu tak bisa diserahkan ke wartawan dengan alasan menjaga kerahasiaan dokumen negara.
Mendengar itu, DPRD Nagekeo lalu menaruh curiga bahwa ada yang tak beres dengan penggunaan keuangan di BPBD.
Kecurigaan tersebut berdasarkan perbandingan jumlah serta tujuan penggunaan anggaran yang sama pada tahun 2018 lalu.
Menurut DPRD, anggaran dana tanggap darurat tahun 2018 dianggap cukup dan bahkan lebih jika merujuk sampai akhir tahun 2018.
Penulis: Patrik Djawa
Editor: Irvan K