Kupang, Vox NTT – African Swine Fever (ASF) atau virus demam babi mengancam populasi ternak babi di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
ASF adalah virus demam babi. Virus ini menyebabkan demam berdarah dengan tingkat kematian yang tinggi pada babi domestik; beberapa isolat dapat menyebabkan kematian hewan secepat satu minggu setelah infeksi.
Asisten II Setda NTT Semuel Rebo mengatakan, Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat meminta masyarakat agar waspada terhadap virus babi Afrika tersebut.
Gubernur Viktor, kata dia, telah mengeluarkan surat edaran meminta semua daerah untuk waspada terhadap masuknya virus demam babi Afrika dari wilayah Timor Leste.
“Surat edaran tersebut juga untuk ‘surveillance’ pengambilan sampel pada beberapa titik lokasi perbatasan, untuk memastikan virus tersebut belum menular ke wilayah NTT,” katanya kepada wartawan di Kupang beberapa waktu lalu.
Dalam kaitan dengan virus demam babi, ujar Samuel, sejauh ini belum ada instruksi Gubernur NTT.
Namun ada surat edaran untuk kewaspadaan dini dan sosialisasi pada daerah-daerah perbatasan. Sosialisasi tersebut bertujuan untuk mengantisipasi masuknya penyakit ASF dari wilayah Timor Leste.
Ia menegaskan, para petugas telah mengambil sampel ternak babi milik petani pada beberapa daerah di Pulau Timor. Sampel babi kemudian diperiksa di laboratorium.
Namun menurut Samuel, kondisi hingga sekarang belum ada laporan mengenai kasus ternak yang terserang virus demam babi di Provinsi NTT.
“Belum ada laporan kasus, tetapi perlu kewaspadaan karena wilayah kita berbatasan langsung dengan Negara Timor Leste,” katanya.
Ia mengaku, pihaknya telah menggelar rapat koordinasi bersama Karantina Pertanian Kupang dan instansi terkait setelah menerima laporan bahwa kejadian ASF semakin meluas, yang mengakibatkan wabah di beberapa Negara Asia, termasuk Timor Leste.
Menurutnya, pemerintah juga terkejut dengan laporan media massa bahwa peternakan babi di Timor Leste telah terserang ASF.
Pengujian terhadap sampel babi yang mati tambah dia, telah dilakukan di Australia untuk mengetahui penyebab kematian massal ini.
Dari semua sampel babi yang dikirim untuk diuji, dinyatakan 41 persen positif terserang ASF.
“Artinya, saat ini ASF mengancam populasi ternak babi di NTT, mengingat NTT merupakan daerah peternakan babi terbesar di Indonesia,” ujarnya.
Pemprov NTT Turun Tim ke Lapangan Antisipasi ASF
Sementara itu, Kepala Dinas Peternakan Provinsi NTT Danny Suhadi mengatakan, dalam rangka mengantisipasi ASF, pemerintah mengirimkan tim ke lapangan. Itu terutama di wilayah perbatasan dengan Negara Republik Demokrat Timor Leste (RDTL).
Setelah ASF ini menyebar ke Timor Leste, Pemprov NTT melakukan langkah-langkah cepat.
“Ada beberapa langkah yang sudah dan sedang dilakukah pertama, dari aspek kebijakan saat ini dikeluarkan surat edaran dan instruksi Bupati yang berada di daerah perbatasan dan saat ini juga pihaknya mempersiapkan instruksi Gubernur terkait dengan kewaspadaan dini penangkalan dan pencegahan masuknya penyakit ASF ke wilayah NTT,” kata Danny.
Ia menegaskan, sudah menyiapkan langkah kebijakan dari para Bupati untuk melakukan pengamanan area.
“Ketika mendapat informasi itu maka tim respon cepat. kami yang tergabung dalam tim terpadu dari Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan dan Balai Besar Vetiriner yang menangani situasi penyakit hewan di Indonesia khususnya wilayah NTB, NTT dan Bali mengirim tim bersama,” tuturnya.
“Dan kami dari Provinsi NTT menyiapkan 9 orang yang turun ke tiga kabupaten di perbatasan untuk melakukan langkah koordinasi lapangan,” tambah Danny.
Dikatakan, dari Otoritas Kesehatan Negara Republik Demokrat Timor Leste (RDTL) mengkonfirmasi ke Badan Internasional Kesehatan Hewan bahwa di Negara itu telah resmi terjangkit penyakit atau wabah demam babi Afrika.
Namun sebelumnya kata dia, dari Kementerian Pertanian melalui Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan pada saat wabah ini menyerang di Asia dan sampai ke Fhilipina, sudah ada penyampaian surat berupa pernyataan kewaspadaan dini.
“Seperti yang diketahui bahwa penyakit ini memiliki tingkat serangan yang motolitasnya tinggi bisa mencapai 100 persen kepada babi. Artinya apabila terpapar di suatu area atau lokasi, maka seluruh wilayah atau lokasi itu bisa dengan cepat terpapak dengan penyakit itu terhadap babi dan kematiannya 100 persen atau total dan dikatakan sebagai kategori satu,” jelas Danny.
Disebut sebagai kategori satu kata dia, karena selama ini di Indonesia tidak pernah ada penyakit ini.
Penyakit ini muncul beberapa tahun lalu di Negara China, Taiwan, Kamboja dan Vietnam yang tertular dan terakhir di Fhilipina.
Lebih lanjut kata dia, tim kabupaten akan menyisir di titik lalu lalang manusia, barang dan hewan di pos lintas batas yakni Kabupaten TTU di Wini, Belu di Motaain dan Malaka di Motamasin.
“Dan melakukan sosialisasi kepada petugas-petugas yang menangani atau bertanggung jawab pengelola operasional pintu perbatasan baik Imigrasi, Bea Cukai dan Karantina,” tandasnya.
Pada saat itu kata dia, Karantina mengeluarlan instruksi dan penyampaian informasi untuk pencegahan dan pemeriksaan, serta larangan masuknya ternak babi dan produk-produk olahan daging babi dari Timor Leste ke NTT.
“Karena penyakit itu dikatakan kategori satu dan belum ada di NTT, dimana tingkat kematiannya sangat tinggi serta penyakit ini belum ada vaksin pencegahan,” katanya.
Belum Ada Vaksin
Di sisi lain, Danny menjelaskan saat ini belum ada kemampuan memberikan kepada ternak babi untuk imun atau vaksin pencegahan.
“Ini yang sangat berisiko dan berpeluang apabila menyerang NTT, maka akan menyebabkan kerugian ekonomi di sektor peternakan babi dan juga aktivitas sosial masyarakat terutama budaya yang menggunakan babi sebagai ritual budaya,” tegasnya.
Selain itu lanjut dia, pihaknya juga melakukan pertemuan dengan pihak TNI perbatasan (Patas), Polsek, Polres di Kabupaten Belu, Malaka maupun TTU.
“Melalui koordinasi cepat yang dilakukan menyampaikan surat kepada Babinkamtibmas dan Babinsa yang ada di desa-desa bahkan perbatasan Belu dan Malaka ada sekitar 80 Babinkamtibmas yang dikirim untuk pencegahan dan larangan,’’ ujar Danny.
Baca Juga:
- Cegah Wabah ASF dari Timor Leste, Pemkab Belu Lakukan Sejumlah Langkah
- Antisipasi Demam Babi Afrika, Pemkab TTU Perketat Pengawasan di Perbatasan
ASF ini tambah dia, tidak zoonosis atau menular kepada manusia, tetapi dampak yang ditimbulkan adalah pada aspek ekonomi dan kehidupan sosial karena kematian sangat tinggi pada ternak babi.
“Kemudian petugas dan aparat desa melalui Bupati telah mengirim surat dan imbauan kepada mereka,” tutup Danny.
Penulis: Tarsi Salmon
Editor: Ardy Abba