Borong, Vox NTT- Kader PDIP Manggarai Timur (Matim), Wilibrodus Nurdin ikut berkomentar terkait penggusuran mangrove di pesisir Pantai Borong, Kelurahan Kota Ndora, Kecamatan Borong.
“Ketika bangun Mario Hotel, Setia Janji tidak diizinkan operasi dikarenakan dekat sekali dengan DAS. Pertanyaan saya mereka buka isolasi jalan itu dengan menggusur mangrove, cara pertimbangannya bagaimana?” tegas Wili kepada VoxNtt.com di Borong, Sabtu (26/10/2019).
Menurutnya, pembangunan jalan lingkar luar Kota Borong yang tengah dikerjakan itu, patut dipertanyakan soal studi analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) atau studi lain yang bersentuhan langsung dengan keberlangsungan eksosistem mangrove.
“Jangan-jangan studi AMDAL-nya tidak ada. Kalau pun ada mungkin tidak komprehensif kajiannya,” ujar Wakil Ketua DPRD Matim periode 2008-2014 itu.
Baca Juga: Mulut Wili Nurdin Racun Bagi DPRD Matim
Dia menerangkan, langkah yang telah diambil pemerintah menggusur lahan magrove hanya untuk membangun jalan, maka akan berdampak pada pelanggaran Pasal 82 sampai 109 UU Nomor 18 Tahun 2013 tentang pencegahan dan pemberantasan kerusakan hutan.
Hal lain juga tamba dia, tindakan itu berpotensi melanggar UU Nomor 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, terutama Pasal 109 dan Pasal 36 ayat (1).
Bunyi Pasal 109 itu kata dia, menyatakan setiap orang melakukan usaha dan atau kegitan tanpa memiliki izin lingkungan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 36 ayat 1 dipidana antara 1 sampai 3 tahun dan denda antara 1 sampai 3 miliar rupiah.
Sedangkan isi Pasal 36 ayat (1) menyatakan, setiap usaha dan atau kegiatan yang wajib memiliki AMDAL, UKL dan UPL.
“Hal-hal ini yang perlu pemerintah pertimbangkan. Sebab ini termasuk area kawasan mangrove yang memiliki aturan tersendiri,” imbuhnya.
Dia berharap pemerintah harus bijak dalam mengambil tindakan dalam kaitan dengan pembangunan jalan.
“Jangan diskriminasi, kalau warga harus taat aturan kalau Pemda boleh langgar aturan. Negara ini dibentuk untuk semua rakyat bukan penguasa saja. Camkan dengan baik,” ucapnya.
Ubah Cara Berpikir
Menurut Wili, pemerintah harus mampu mengubah cara berpikir dengan mempertimbangkan berbagai hal termasuk AMDAL.
Dikatakannya, tidak kala penting membangun daerah harus berdasarkan rencana tata ruang kota yang matang.
“Lebih baik dana itu diperuntukan bantu pembukaan jalan yang baik ke Elar, Elar Selatan, Sambi Rampas dan Lamba Leda dan kebutuhan prioritas lainnya,” tukasnya.
Ketika ada riak dari masyarakat, Wili pun meminta agar pekerjaan itu diberhentikan dan ditinjau kembali.
Dalam perjalanan kata dia, anggaran itu diluncurkan kembali pada tahun berikut dan masuk menjadi silpa.
“Silpa yang sudah ada anggaran baru, mereka pertimbangkan kembali sehingga di nomenklatur yang baru nanti bisa berubah,” tambahnya.
Dia juga menegaskan, mangrove yang sudah rusak harus dilakukan pemulihan kembali dan bisa dianggarkan melalui APBD manakala mereka patuh terhadap lingkungan hidup.
“Saya minta DPR untuk setuju, sehingga bisa memastikan apakah tanah itu milik umum atau masyarakat. Kalau milik masyarakat harus diinventarisir berapa orang yang memiliki itu dan perdayakan mereka untuk menindaklanjuti penanaman itu,” ucapnya.
Wili juga meminta Bupati Matim Agas Andreas dan Wakil Bupati Jaghur Stefanus, harus mampu merekam semua dinamika yang terjadi untuk kepentingan banyak orang.
“Bukan sedang mau menurunkan mereka. Jangan salah dan itu sangat keliru. Pemilu sudah selesai mereka sudah jadi Bupati. Tetapi selama 5 tahun mereka harus menerima ketika dikoreksi oleh masyarakat,” katanya.
Wili menambahkan masyarakat yang keberatan dengan pembabatan itu harus bersurat kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
“Saya juga dukung pernyataan Walhi dan saya minta Walhi NTT untuk teruskan ini ke pusat supaya untuk mencegah karena berdampak pada kehidupan masyarakat selanjutnya,” ucapnya.
Baca Juga: Pemkab Matim Gusur Mangrove, Walhi NTT: Itu Merupakan Pidana Lingkungan
Dia menabahkan, apabila sudah ada indikasi yang melanggar hukum maka harus diproses. Menurutnya, pemerintah tidak kebal hukum.
“Saya percaya mereka baca itu aturan. Baca bolak balik. Membaca regulasi secara detail dokumen-dokumen baru bisa eksekusi. Hindari asal bicara. Saya minta juga pimpinan dan anggota DPRD bahas khusus. Bicarakan dan bela masyarakat dan lingkungan,” tegas Wili.
Penulis: Sandy Hayon
Editor: Ardy Abba