Kupang, Vox NTT – Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Kupang menilai pengadaan 13 unit mobil untuk para tokoh agama di Kabupaten Malaka sebagai bentuk ketidakadilan kepada masyarakat.
“Pada prinsipnya saya sangat tidak sepakat. Itu sama halnya Pemda Malaka dan DPRD sedang mempraktikkan ketidakadilan kepada masyarakat Malaka,” tegas Sekretaris Jenderal PMKRI Cabang Kupang, Kornelis Bria kepada VoxNtt.com, Kamis (28/11/2019) sore.
Pernyataan Kornelis ini menanggapi sidang Badan Anggaran DPRD Malaka pada kamis (22/11/2019) lalu, yang mengesahkan usulan Pemda terkait pengadaan mobil dinas untuk para tokoh agama.
Menurut dia, keputusan ini tentunya patut diberikan apresiasi sebagai bentuk kepedulian terhadap urusan tokoh agama, dengan logika yang dibangun untuk mempermudah akses pelayanan.
Namun, kata dia, kebijakan ini perlu dipertimbangkan dan dikaji secara komperhensif agar tidak memunculkan persoalan baru.
“Soal pengadaan mobil untuk para tokoh agama adalah sah-sah saja, kalau semua kebutuhan menyangkut hajat hidup masyarakat Malaka sudah terpenuhi secara keseluruhan, kesehatan, pendidikan, kemiskinan, ekonomi dan kebutuhan lainnya,” tandas Kornelis.
Ia pun mengusulkan, sebaiknya dana Rp 4.001.500.000 yang digunakan untuk membeli mobil, bisa dialokasikan untuk pemberdayaan masyarakat dan pembukaan lapangan kerja.
“Oleh karena itu, kebijakan atau keputasan yang diambil oleh Pemda dan DPRD Kabupaten Malaka dinilai tidak mementingkan kebutuhan mendesak dan perhitungan segala prioritas,” kata mahasiswa Unwira Kupang itu.
“Tentunya ini merupakan sebuah keputusan yang miris dan layak dikritisi,” tambahnya.
Kornelis mengatakan, keputusan tersebut bukan merupakan sebuah perwujudan dari aspirasi masyarakat Malaka .
Secara logis jelas dia, layak dikatakan bahwa keputusan ini merupakan bentuk ketidakadilan yang sedang diperankan oleh Pemda dan DPRD Malaka.
“Memang benar sangat membingungkan, bagaimana tidak? Di tengah defisit anggaran Rp 55 M, Pemda Malaka masih berani melakukan pengadaan 13 unit mobil dinas untuk para tokoh agama,” tukas dia.
“Lantas jika kita mempertanyakan, apa substansi dari penyerahan 13 unit mobil operasional kepada setiap pastor paroki? Apakah murni akan berdampak pada peningkatan pelayanan terhadap umat dan masyarakat? Ataukah ada maksud dan tujuan terselubung?” sambung Kornelis.
Menurutnya, pengadaan 13 mobil dinas kepada para tokoh agama cuma untuk kepentingan kelompok yang tidak berdampak pada kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.
Kornelis kembali menegaskan, pengadaan mobil untuk para tokoh agama bukan merupakan skala prioritas dalam memenuhi kebutuhan masyarakat Malaka.
“Tidak masuk akal, diberikan mobil kepada para tokoh agama untuk akses pelayanan, itu sama halnya Pemda Malaka dan DPRD tidak berpihak kepada masyarakat,” tegasnya.
Sebagai bentuk tangggung jawab generasi muda tegas dia, maka pantas memberikan beberapa catatan kritis terhadap kebijakan yang diambil Pemda Malaka dan DPRD setempat.
Pertama, Pemda dan DPRD Malaka perlu dan harus meninjau kembali kebijakan yang telah ditetapkan sebab kebijakan yang diambil tidak pro terhadap rakyat dan terkesan menyimpang.
’’Ingat bahwa urusan soal rakyat jangan dicampuri urusan kelompok atau golongan,” katanya.
Kedua, para tokoh agama (para pastor) diimbau agar tidak tersugesti dengan pemberian materi sebagai penghargaan atas pelayanan kepada umat.
“Hadirlah sebagai pelayan yang setia melayani tanpa menuntut untuk diberi. Sang tokoh teladan kita. Tuhan Yesus pernah berkata: ’’Aku datang bukan untuk dilayani melainkan untuk melayani-=(Markus :10:45),” ujar Kornelis.
Ketiga, seluruh masyarakat Kabupaten Malaka diimbau agar terlibat aktif dalam urusan pengambilan keputusan. Masyarakat wajib merespon dengan seruan penolakan terhadap kebijakan yang tidak pro terhadap kesejahteraan bersama.
‘’Suara rakyat adalah suara Tuhan’’(vox populi vox dei), di atas pundak wakil rakyat kita ada sejumput harapan aspirasi yang wajib disuarakan sebagai sebagai wujud dalam mengemban tugas mulia sebagai Wakil Rakyat,” katanya
Penulis: Tarsi Salmon
Editor: Ardy Abba